Kepada wartawan usai peringatan Hari Santri Nasional di Lapangan Monumen Nasional, Sabtu (22/10), Ketua Umum PBNU (Pengurus Besar Nahdhatul Ulama) Kiai Aqil Siradj menegaskan sejak dibentuk pada 1926, organisasi Islam terbesar di Indonesia ini mengajarkan dan menyebarluaskan Islam moderat, toleran, dan anti kekerasan. Sebab itu, dia memastikan tidak ada pesantren, santri, dan kiai Nahdhatul Ulama terlibat ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah).
"Saya jamin pesantren NU tidak ada yang radikal. Yang radikal pasti bukan kiai NU atau santri NU," kata Kiai Aqil Siradj.
Pernyataan Said Aqil ini menanggapi serangan teror terjadi Kamis pagi lalu terhadap pos polisi Cikokol, Tangerang, Banten. Pelaku bernama Sultan Azianzah, 22 tahun, ditembak mati setelah menikam tiga polisi dengan belati.
Sultan disebut masuk dalam jaringan Daulah Islamiyah di Ciamis, Jawa Barat, tahun lalu. Sesaat sebelum tewas, dia mengaku sebagai suruhan pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi. Melalui kantor beritanya, Amaq, ISIS kemarin mengklaim bertanggung jawab atas serang teror di Cikokol, seperti dilansir Channel News Asia.
Sultan pernah belajar di Pesantren Nurussalam, Ciamis, setahun lalu. Dua tahun lalu, Nurussalam mendapat sorotan setelah polisi menyatakan Anton, salah satu tersangka teroris Bom Beji, Depok, Jawa Barat, dibekuk di Banyumas, Jawa Tengah, belajar membikin bom di pesantren itu. Tapi wakil pemimpin Nurussalam Maksum Abdurrahman mengatakan Anton bukan santrinya.
Pesantren sama juga disebut dalam sejumlah putusan terpidana terorisme. Dalam perkara Fajar Siddiq alias Jejeng dan Mochammad Kharis Fauzi alias Jablub, terpidana teroris diduga memasok bom pipa untuk kelompok Beji, menyebut Nurussalam sebagai tempat berkumpul untuk merancang serangan.
Nurul Haq, salah satu ustad di Nurussalam pernah masuk daftar pencarian orang setelah diduga menembak dua polisi di Pondok Aren, Tangerang Selatan, pada Agustus 2013. Lima bulan kemudian, Nurul Haq bersama lima terduga teroris lainnya tewas dalam penggerebekan oleh Detasemen Khusus Antiteror 88 di Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan.
Said Aqil menambahkan saat ini terdapat 1.240warga Indonesia bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah, 58 jihadis asal Indonesia telah tewas di sana, dan puluhan lainnya sudah pulang ke tanah air. Data yang disebut Said Aqil ini berbeda dengan informasi yang disampaikan sejumlah pengamat terorisme, termasuk BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) yang menyatakan ada 500-600 orang Indonesia bergabung dengan ISIS.
Dia menjelaskan berbeda dengan negara-negara Timur-Tengah yang mudah mengalami konflik sektarian, seperti di Irak, Suriah, dan Yaman, ideologi radikal dan ekstremisme tidak akan gampang diterima hampir sebagaian besar kaum muslim di Indonesia.
Sebelumnya, ketika memberikan sambutan, Said Aqil mengatakan rakyat Indonesia mesti melawan ancaman ideologi yang bertujuan menghancurkan eksistensi negara dan bangsa Indonesia.
"ISIS dan sekelompok organisasi menjadikan radikalisme dan terorisme sebagai wahana untuk berdakwah, harus kita lawan. ISIS musuh kita bersama, bukan musuhnya kepolisian atau tentara, musuh kita bersama, seluruh rakyat Indonesia. Demikian juga dengan organisasi masyarakat anti dan menolak Pancasila, mereka juga harus kita luruskan," kata Said Aqil.
Upacara kenaikan bendera untuk memperingati Hari Santri Nasional ini dihadiri ribuan santri dari berbagai pensatren dan madrasah. Dalam kesempatan ini, Kepala Muri (Museum Rekor Indonesia) Jaya Suprana menyerahkan sertifikat untuk kirab Resolusi Jihadi yang dilakukan santri-santri dari Banyuwangi, Jawa Timur, dengan berjalan kaki sejauh dua ribu kilometer, dan sertifikat Muri buat 1,6 miliar salawat Nariyah yang dibacakan semalam.
Peringatan Hari Santri Nasional ini juga dihadiri perwakilan beragam organisasi Islam dan perwakilan dari lima agama resmi lainnya di Indonesia, yakni Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu.
Presiden Joko Widodo tahun lalu menetapkan 22 Oktober sebagai hari Santri Nasional. Tanggal ini terkait dengan dikeluarkannya Resolusi Jihad oleh kaum ulama yang dipimpin Kiai Hasyim Asyari pada 22 Oktober 1945 di Surabaya untuk memerangi pasukan NICA yang membonceng Belanda.
Dalam Resolusi Jihad itu, Kiai Hasyim Asyari menyerukan semua santri dan ulama untuk berjihad. Dia menegaskan membela tanah air dari penjajah dan hukumnya wajib bagi tiap individu. [fw/gp]