Pengkultusan pada Taat Pribadi mengingatkan kita pada aliran “Davidians” David Koresh dan beberapa kelompok pengkultusan lain di Amerika.
“Kanjeng memang tidak bisa baca Qur’an, tetapi beliau selalu bilang yang penting hati kita yang dekat ke Allah,” ungkap Marwah.
“Saya kalau bicara ini dimensinya sudah berbeda dengan Anda… Ini bisa masuk scientific revolution, paradigma berfikir kita berubah”.
Demikian pernyataan Dr. Marwah Daud Ibrahim, ilmuwan dan politikus yang pernah menjadi anggota beberapa institusi terkemuka seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Habibie Center, UNESCO, Bank Dunia dan bahkan DPR RI selama tiga periode.
Pernyataan yang disampaikan dalam acara televisi “Indonesia Lawyers Club” di TV One Selasa malam (4/10) itu menghentak banyak kalangan, bukan saja mereka yang hadir dalam diskusi itu, tetapi juga khalayak masyarakat luas.
“Sekali lagi saya katakan. Galileo Galilei yang mau bunuh dia itu gereja Italia. Sama-sama mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan jika kita tidak menantang seperti Socrates, nggak muncul Aristoteles,” tambahnya.
Marwah membela Padepokan Dimas Kanjeng dan pemimpinnya, Taat Pribadi, yang dijuluki sebagai Sri Raja Prabu Rajasa Nagara. Doktor lulusan terbaik di Amerika ini juga mengaku mendapat “karomah” atau kemuliaan dari Allah SWT.
‘Karomah’ Bersifat Pribadi dan Tak Bertendensi Materi
Ustad Shamsi Ali, tokoh masyarakat Muslim di Amerika, mengatakan siapa pun bisa mendapat “karomah”, tetapi umumnya bersifat sangat pribadi dan tidak memiliki tendensi material.
“Kita akui bahwa memang ada yang namanya karomah. Tapi karomah terjadi pada orang-orang yang karena kedekatannya pada Tuhan, mendapat kemuliaan tertentu. Tetapi bukan karena ia yang menginginkan. Seseorang yang mendapat karomah itu bukan karena ingin memamerkannya dan terjadi secara instan atau tiba-tiba ketika berada dalam kondisi sangat membutuhkan," ujarnya.
"Orang yang mendapat karomah adalah mereka yang sudah sangat mengkonsentrasikan dirinya pada Tuhan, bukan pada manusia. Sangat bertolak belakang dengan apa yang dipertontonkan Kanjeng Taat, baik di depan khalayak ramai maupun lewat YouTube."
Ia menambahkan bahwa yang paling terpenting adalah sangat tidak masuk akal ketika seseorang mengaku bisa mendapat karomah jika memberi bayaran atau janji-janji tertentu.
"Jadi saya nilai apa yang dilakukan Taat Pribadi ini tidak benar dan hanya merupakan rekayasa semata," tuturnya.
“Saya tidak jelas apakah itu penipuan, sihir, kahanah atau perdukunan. Tapi yang pasti jangan sampai karomah yang merupakan konsep yang sangat mulia itu diatasnamakan untuk penipuan yang tidak benar. Yang dikorbankan adalah konsep-konsep Islam yang agung. Jadi yang disampaikan Ibu Marwah Daud itu patut dipertanyakan, apalagi mengingat ia tokoh intelektual Muslim,” imbuh Shamsi.
Tewasnya Dua Anggota Padepokan
Nama Taat Pribadi dan padepokan yang dipimpinnya menjadi perhatian ketika terungkap pembunuhan dua anggota padepokan, Abdul Ghani dan Ismail Hidayah, yang diduga dilakukan oleh santri padepokan atas sepengetahuan Taat.
Sebagai Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, Marwah maju membela orang yang disebutnya sebagai “guru” itu. Ia juga kemudian menyebut sejumlah kesaktian Taat Pribadi dan ketenangan yang diberikan di padepokan yang sudah tersebar di hampir seluruh propinsi di Indonesia itu.
Dalam acara di televisi itu, istri kedua anggota padepokan yang ditemukan terbunuh itu mengungkap sejumlah barang peninggalan suami mereka, yang diperoleh dari Taat. Salah satunya pulpen dengan mata pena sangat tajam yang kabarnya bisa membuat pemiliknya menguasai tujuh bahasa tanpa belajar, kantung macan yang diyakini bisa membuat pemiliknya menghilang, kartu bergambar Taat Pribadi yang disimpan dalam kantung kain dan dikabarkan bisa mengeluarkan uang untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari, dan banyak lainnya.
Banyak pihak mengkritik sikap Marwah, tetapi tidak sedikit pula yang membelanya dan bersikeras bahwa Taat Pribadi, yang kini sudah ditahan polisi, adalah “orang terpilih”.
Fenomena Pengkultusan Bukan Hal Baru
Fenomena orang dan perkumpulan yang dikultuskan sedemikian rupa bukan hal baru, yang tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga di Amerika. Salah satu yang paling terkenal adalah “Branch Davidians” yang didirikan oleh David Koresh tahun 1983.
Koresh, yang menggambarkan masa kanak-kanaknya sebagai masa yang sunyi dan kesepian, berhasil memiliki banyak pengikut yang meyakini bahwa kiamat sudah dekat.
Ia mendirikan perkumpulan di Waco, Texas, menjalankan tradisi yang tidak biasa seperti berhubungan seks dengan istri-istri anggota perkumpulannya dan anak di bawah umur, dan mempersenjatai perkumpulannya.
Kedua hal ini menarik perhatian Biro Alkohol, Tembakau dan Senjata Amerika (ATF) yang mendatangi Waco pada Maret 1993 dan terlibat baku tembak, yang menewaskan empat petugas ATF dan enam anggota “Branch Davidians”.
Insiden ini mendorong pengepungan aparat selama 51 hari yang berakhir dengan penyerbuan yang menewaskan 77 anggota “Branch Davidians”, termasuk 20 anak-anak.
Selain Koresh dan “Branch Davidians”, ada pula kelompok “Heaven’s Gate”, “Scientology” dan “Children of God”. Kelompok “Heaven’s Gate” menarik perhatian luas pada Maret 1997 ketika 39 anggota perkumpulan yang mengkultuskan Marshall Applewhite dan Bonnie Nettles sama-sama melakukan aksi bunuh diri, dengan harapan bisa mencapai antariksa pasca penemuan komet Hale-Bopp.
Menurut Shamsi Ali, fenomena ini bisa disebabkan karena dua hal yaitu tendensi materialistik yang sangat tinggi dan sekaligus begitu sempitnya cara memahami agama atau keyakinan tertentu.
“Saya kira ada dua hal yang menjadi gabungan pemicu fenomena seperti ini. Pertama, ada tendensi materialistik yang sangat tinggi, yang mendorong orang ingin segera berhasil dengan cara instan. Bukan hanya dengan bergabung pada padepokan yang memberi janji seperti ini, tetapi juga cara-cara yang tidak rasional seperti bintang-bintang film yang didaulat terjun dalam bidang politik dan kini duduk di dewan perwakilan kita," ujarnya.
"Ini penyakit manusiawi yang paling utama, ingin cepat berhasil dengan cara mudah. Yang kedua, bisa jadi juga karena pilihan-pilihan yang ada dalam agama masing-masing terlalu kaku, tidak memberi ketenangan spiritualitas, sehingga ketika ada kegiatan yang seakan-akan memberi ilham tertentu, mereka cepat terbuai,” katanya.
Hingga laporan ini disampaikan pihak kepolisian Indonesia masih menyelidiki pembunuhan dua anggota Padepokan Dimas Kanjeng dan dugaan keterlibatan Taat Pribadi, dan sekaligus ajaran aliran yang dinilai meresahkan tersebut.
Majelis Ulama Indonesia juga sedang menunggu hasil penyelidikan MUI Jawa Timur untuk mengeluarkan fatwa terkait perkumpulan yang mengklaim memiliki ribuan pengikut di seluruh Indonesia. [em/al]