Seorang warga Indonesia yang dituduh memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok ekstremis dan ditahan hampir 10 tahun di penjara militer AS di Teluk Guantanamo, Kuba, tampil untuk pertama kalinya Kamis (18/8) dalam sebuah sidang untuk menentukan apakah ia harus tetap ditahan.
Pemerintah AS mengatakan bahwa tahanan tersebut – Encep Nurjaman, atau dikenal sebagai Hambali – adalah pemimpin kelompok ekstremis Asia Tenggara Jemaah Islamiyah. Kelompok ini dipersalahkan atas serangkaian pemboman di Indonesia, termasuk pemboman Bali tahun 2002 yang menewaskan 202 orang. Hambali juga diduga memiliki kaitan dengan al-Qaida.
Hambali, 52, telah ditahan di Guantanamo sejak September 2006 dan belum pernah muncul di publik sampai sidang peninjauan kembali kasusnya hari Kamis. Mengenakan kacamata bingkai tanduk dan dengan janggut penuh uban, Hambali tidak memperlihatkan ekspresi apa pun selama sidang, yang hanya berlangsung 10 menit. Ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Tayangan video langsung dari sidang itu tersedia untuk wartawan dan pengamat terakreditasi berdasarkan aturan Departemen Pertahanan AS yang melarang perekaman audio dan pengambilan foto selama sidang.
Seorang tentara AS yang bertindak sebagai perwakilan pribadi Hambali membacakan pernyataan yang menggambarkan Hambali sebagai “terhormat dan energik” dan “sangat antusias” dengan sidangnya.
“Hambali telah menyatakan ia tidak memiliki niat buruk terhadap AS,” ujar tentara tersebut dalam pernyataan tertulis.
“Ia yakin Amerika memiliki keberagaman dan pembagian kekuasaan yang jauh lebih baik daripada kediktatoran. Ia menyatakan ia tidak menginginkan apa pun selain melanjutkan hidupnya dengan damai.”
Pernyataan pemerintah AS, yang juga dibacakan dalam sidang, menyebut Hambali masih terus menjadi ancaman keamanan, dan bahwa ia “teguh pada dukungannya bagi upaya-upaya ekstremis dan kebenciannya pada AS. Ia kemungkinan besar akan mencari cara untuk berhubungan kembali dengan kelompok-kelompoknya di Indonesia dan Malaysia arau menarik pengikut-pengikut baru” jika dibebaskan dari Guantanamo.
Masih ada 61 tahanan di Guantanamo, termasuk Hambali.
Pernyataan pemerintah tersebut mengatakan Hambali kelihatannya ingin mempengaruhi sesama narapidana dan “pernah terdengar mempromosikan jihad dengan kekerasan saat memimpin shalat dan berceramah.”
Majelis peninjauan kasus tersebut, yang para anggotanya merupakan pejabat-pejabat Pentagon dan badan-badan pemerintah lainnya, tidak mengeluarkan keputusan mengenai status Hambali. [hd]