Enam puluh empat migran yang diselamatkan dari lepas pantai Libya telah berada di atas kapal bantuan Jerman dari kelompok Sea Eye selama enam hari lebih, sambil menunggu keputusan Eropa tentang pelabuhan mana yang bisa dipakai untuk menurunkan mereka. Kata para pejabat diatas kapal Alan Kurdi, situasi di kapal itu semakin gawat, dan mereka prihatin akan kurangnya air minum dan makanan.
Kelompok bantuan Jerman itu mengatakan perlu dicarikan penyelesaian segera bagi para migran diatas kapal itu, karena keadaannya semakin gawat. Enam hari setelah diselamatkan dari lepas pantai Libya, seorang perempuan harus dievakuasi karena ia hampir pingsan.
Kata manajer operasi di kapal Alan Kurdi, Jan Ribbeck, keadaan para migran itu semakin buruk apabila mereka tidak segera diizinkan turun ke darat. Tapi sampai kini tidak ada satupun negara Uni Eropa yang menawarkan pelabuhan dimana kapal itu bisa merapat.
Kata Ribbeck, para migran itu tidur di atas dek terbuka dan terkena hujan dan panas serta hempasan air laut. Orang-orang itu kedinginan dan tidak punya pakaian kering. Karena cuaca buruk para migran itu dibawa ke dalam palka kapal, dan sejak hari Minggu malam ada 81 orang yang tinggal berdesakan dalam ruangan yang sedianya digunakan untuk 20 orang.
“Saya kehabisan kata-kata, kenapa tidak satupun negara Eropa mau membantu orang-orang itu,” kata Ribbeck.
Para migran itu telah banyak menderita sebelum diselamatkan kapal Jerman itu, seperti Benyamin, 30 tahun, yang berasal dari Nigeria. Katanya ia tiba di Libya tahun 2015.
“Libya adalah negara yang sangat mengerikan. Saya menyerukan agar orang tua jangan mengirim anak-anak mereka ke Libya, karena negeri itu sama sekali tidak beradab. Mereka menggunakan orang-orang yang berkulit hitam sebagai budak,” ujar Benyamin.
Menurut Benyamin, ia telah dua kali di penjual-belikan, diperkosa dan disiksa.
Uni Eropa mengatakan sedang berunding dengan para anggotanya untuk menentukan pelabuhan dan negara mana yang akan menampung para migran itu. Italia dan Malta tidak mengizinkan kapal itu berlabuh. Jurubicara kelompok bantuan Sea Eye, Dominik Reisinger mengatakan, masalah politik tentang kemana para migran itu akan dikirim telah menghantui pelaksanaan HAM. (ii)