Televisi Arab Saudi al Arabiya dan media Teluk lainnya memfokuskan siaran berita hari Senin pada sanksi-sanksi baru AS yang diberlakukan terhadap Iran mulai Selasa. Berbagai perang proksi antara Syiah Iran dan negara-negara Teluk Sunni-Arab di Yaman, Suriah dan Irak telah menciptakan persaingan sengit yang telah membuat satu pihak bersukacita atas kemalangan pihak lain.
Hilal Khashan, yang mengajar ilmu politik di American University of Beirut, mengatakan kepada VOA bahwa dia terkejut oleh antusiasme yang diungkapkan di beberapa media Arab Saudi atas sanksi baru itu, dan bahwa Riyadh pada akhirnya berharap akan melanjutkan dialog dengan Teheran.
"Saya sedang membaca koran Saudi al Riyadh pagi ini, dan mereka merayakan penerapan sanksi itu. Tetapi pada saat yang sama, Saudi sudah memberi visa kepala konsuler Iran di Jeddah, bersama timnya, untuk masuk Saudi Saudi, yang berarti orang Saudi tertarik juga untuk melibatkan orang Iran, meskipun mereka enggan untuk melakukannya (sekarang ini)," ujar Hilal.
Mantan Presiden Iran Abolhassan Bani Sadr mengatakan kepada VOA bahwa sanksi yang diberlakukan dan konflik yang sedang berlangsung antara Iran dan tetangganya di Arab membangkitkan kenangan pahit dari Perang Iran-Irak pada tahun 1980-an.
Dia mengatakan pengalaman perang delapan tahun antara Irak dan Iran masih segar di benak rakyat Iran. Jika kita memberi tahu orang-orang Iran, kata Bani Sadr, bahwa mereka harus tunduk pada dominasi AS, Inggris, atau Rusia, itu agak berbeda dengan jika kita mengatakan bahwa mereka harus tunduk pada perintah dari Saudi. Itu pil yang lebih pahit untuk ditelan.
Bani Sadr menambahkan bahwa dia merasa Presiden AS Donald Trump bukan pemrakarsa sanksi baru yang sesungguhnya, dia hanya mengikuti jejak Saudi, Israel dan raja-raja Teluk lainnya. Dia mengklaim bahwa banyak orang Iran percaya bahwa uang minyak Arab membujuk Trump untuk mendukung Arab Saudi melawan Iran, dan bahwa rakyat Iran menganggapnyai sebagai penghinaan yang tidak dapat diterima.
Perintah eksekutif Trump memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran mulai hari Selasa, termasuk larangan menjual emas atau dolar AS ke Iran, sanksi terhadap sektor otomotif negara itu dan pembelian pesawat jet. Ekspor obat-obatan, peralatan medis dan bahan makanan tidak tercantum dalam daftar sanksi baru itu. Sanksi-sanksi terhadap Iran dicabut setelah kesepakatan nuklir Iran 2015 (JCPOA) antara Teheran dan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB, ditambah Jerman. Trump secara resmi menarik AS dari perjanjian itu pada 8 Mei. [as]