SURABAYA —
Ratusan nelayan serta warga dari daerah Nambangan dan Cumpat, kecamatan Bulak, Surabaya, pada Jumat (2/11) melakukan aksi penolakan kegiatan pengerukan pasir laut di wilayah mereka.
Para nelayan mengatakan upaya penambangan pasir laut di kawasan Selat Madura, yang sudah dilakukan sejak 2006 oleh PT. Gora Gahana, sudah dirasakan dampak buruknya oleh masyarakat dan nelayan, seperti robohnya rumah yang ada di pinggir laut, serta berkurangnya ikan tangkapan nelayan.
Menurut mereka, dampak negatif itu dirasakan tidak hanya di Surabaya melainkan juga di Bangkalan, Madura, atau disebut juga pesisir Suramadu.
Ketua Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia di, Surabaya, Munir, mengungkapkan bahwa aktivitas pengerukan pasir laut telah menyebabkan kerusakan ekosistem ikan dan biota laut, yang berarti mengakibatkan kerugian secara ekonomi bagi warga dan nelayan di sekitar Selat Madura.
“Pendapatan semakin menurun, kurang lebih sampai 40 persen-50 persen penurunannya. Nelayan harus mencari tempat yang lebih jauh jika melaut, yang otomatis akan memakan biaya operasional yang lebih banyak lagi,” ujar Munir pada aksi yang dilakukan di kantor Kelurahan Kedung Cowek.
Tidak ada wakil dari pemerintahan maupun perusahaan yang berbicara dalam aksi tersebut.
Abdul Wahid, ketua Rukun Tetangga (RT) 2 Nambangan, mengatakan bahwa selalu ada rumah warga yang roboh setiap tahun akibat abrasi air laut yang disebabkan pengerukan pasir.
Abdul dan warga pesisir Suramadu mendesak penghentian aktivitas penambangan, dengan meminta pemerintah mencabut ijin penambangan yang mereka duga sarat praktik kolusi.
“Kalau kompensasinya, jelas-jelas saya tidak mau. Bicara berapa saja tetap kita tolak. Sampai PT. Gora Gahana dicabut ijinnya itu,” ujar Abdul.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur mendukung penolakan warga dan nelayan atas aktivitas pengerukan pasir laut tersebut.
Koordinator Advokasi dan Kampanye Walhi Jawa Timur, Wahab, mengatakan bahwa penambangan pasir di area yang bukan merupakan lokasi penambangan dikhawatirkan akan memicu timbulnya bencana serta kerusakan lingkungan yang lebih parah.
“Apapun alasanya pengerukan itu sangat merugikan lingkungan dan dampak negatifnya banyak sekali. Kami mendorong pemerintah, atau siapa pun, untuk melakukan audit lingkungan lebih jauh terhadap pengerukan pasir ini,” ujar Wahab.
Para nelayan mengatakan upaya penambangan pasir laut di kawasan Selat Madura, yang sudah dilakukan sejak 2006 oleh PT. Gora Gahana, sudah dirasakan dampak buruknya oleh masyarakat dan nelayan, seperti robohnya rumah yang ada di pinggir laut, serta berkurangnya ikan tangkapan nelayan.
Menurut mereka, dampak negatif itu dirasakan tidak hanya di Surabaya melainkan juga di Bangkalan, Madura, atau disebut juga pesisir Suramadu.
Ketua Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia di, Surabaya, Munir, mengungkapkan bahwa aktivitas pengerukan pasir laut telah menyebabkan kerusakan ekosistem ikan dan biota laut, yang berarti mengakibatkan kerugian secara ekonomi bagi warga dan nelayan di sekitar Selat Madura.
“Pendapatan semakin menurun, kurang lebih sampai 40 persen-50 persen penurunannya. Nelayan harus mencari tempat yang lebih jauh jika melaut, yang otomatis akan memakan biaya operasional yang lebih banyak lagi,” ujar Munir pada aksi yang dilakukan di kantor Kelurahan Kedung Cowek.
Tidak ada wakil dari pemerintahan maupun perusahaan yang berbicara dalam aksi tersebut.
Abdul Wahid, ketua Rukun Tetangga (RT) 2 Nambangan, mengatakan bahwa selalu ada rumah warga yang roboh setiap tahun akibat abrasi air laut yang disebabkan pengerukan pasir.
Abdul dan warga pesisir Suramadu mendesak penghentian aktivitas penambangan, dengan meminta pemerintah mencabut ijin penambangan yang mereka duga sarat praktik kolusi.
“Kalau kompensasinya, jelas-jelas saya tidak mau. Bicara berapa saja tetap kita tolak. Sampai PT. Gora Gahana dicabut ijinnya itu,” ujar Abdul.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur mendukung penolakan warga dan nelayan atas aktivitas pengerukan pasir laut tersebut.
Koordinator Advokasi dan Kampanye Walhi Jawa Timur, Wahab, mengatakan bahwa penambangan pasir di area yang bukan merupakan lokasi penambangan dikhawatirkan akan memicu timbulnya bencana serta kerusakan lingkungan yang lebih parah.
“Apapun alasanya pengerukan itu sangat merugikan lingkungan dan dampak negatifnya banyak sekali. Kami mendorong pemerintah, atau siapa pun, untuk melakukan audit lingkungan lebih jauh terhadap pengerukan pasir ini,” ujar Wahab.