Hal ini disampaikan Presiden AS Barack Obama dalam pidato di hadapan sidang Majelis Umum PBB di New York hari Rabu (24/9).
Isu ISIS menjadi bagian utama pidato Presiden Obama, yang menegaskan bahwa Amerika tidak mendasarkan kebijakan luar negerinya pada terorisme. “Amerika lebih memilih memusatkan perhatian pada kampanye melawan Al Qaeda dan afiliasinya, dengan menangkap pemimpin-pemimpinnya dan menghancurkan tempat-tempat persembunyian mereka”, ujar Obama.
Dalam pidato selama hampir 40 menit, Presiden Obama mengatakan kelompok teroris ISIS harus dihancurkan. Tidak saja karena telah meneror Irak dan Suriah, tetapi juga melakukan kekejaman yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Obama tampaknya merujuk pada pemenggalan kepala dua wartawan Amerika – James Foley dan Steven Sotloff – serta seorang petugas medis Inggris David Cawthorne Haines. “Tuhan tidak akan mengampuni tindakan teror ini”, tegas Obama. Amerika akan bekerjasama dengan koalisi yang terbentuk untuk melumpuhkan “jaringan kematian” ini, demikian Obama menyebut ISIS. Sebelumnya Menteri Luar Negeri John Kerry mengatakan sudah ada 40 negara yang bergabung dalam koalisi melawan ISIS itu.
Tetapi Presiden Obama juga menggarisbawahi bahwa Amerika tidak dan tidak akan pernah berperang melawan Islam. “Islam mengajarkan perdamaian” - ujarnya.
Menurutnya warga Muslim di dunia berkeinginan untuk hidup bermartabat. Jadi ketika bicara tentang Amerika dan Islam, tidak ada kata “kita” dan “mereka”, karena jutaan umat Muslim Amerika merupakan bagian dari Amerika. “Kami menolak adanya julukan telah terjadinya bentrokan peradaban”, tegas Obama.
Di hadapan hampir 200 pemimpin dunia, Presiden Obama mengatakan ideologi ISIS atau Al-Qaida atau Boko Haram akan mati jika dihadapi secara terang-terangan dan terus menerus. Obama memuji langkah peserta Forum for Promoting Peace in Muslim Societies atau kampanye yang dilakukan anak-anak muda Muslim Inggris yang menggalakkan kampanye “notinmyname”, yang secara berani menyatakan bahwa ISIS bersembunyi di balik Islam yang tidak sesungguhnya. Juga para pemimpin Kristen dan Muslim di Republik Afrika Tengah yang menyatukan langkah menolak aksi kekerasan.
Dewan Keamanan PBB Rabu siang akan mengadopsi resolusi yang menegaskan tanggungjawab negara untuk menangani ekstrimisme. Tetapi menurut Presiden Obama, resolusi itu harus diikuti dengan komitmen yang jelas sehingga bisa mempertanggungjawabkannya jika tidak tercapai. Salah satu langkah yang paling nyata menurut Obama adalah mengajak negara-negara Arab dan dunia Muslim memusatkan perhatian pada potensi luar biasa warga mereka – khususnya anak muda.
Presiden Obama mencontohkan fenomena yang terjadi di Irak ketika seorang anak muda mendirikan perpustakaan untuk teman-temannya, dan di Tunisia ketika partai-partai Islamis dan sekuler bekerjasama menghasilkan konstitusi baru. Presiden Obama juga menyebut contoh kewirausahaan di Malaysia dan transisi kekuasaan di Indonesia yang awalnya diwarnai kekerasan tetapi berevolusi menjadi demokrasi.
Meskipun sebagian besar pidatonya memusatkan perhatian pada upaya melawan kelompok militan ISIS, Presiden Obama juga mendorong langkah memperbaiki sistem kesehatan untuk menghentikan wabah Ebola. Sementara terkait Ukraina, Presiden Obama mengecam Rusia yang tetap mempersenjatai kelompok separatis dan mengirim pasukan Rusia ke Ukraina Timur.
Setelah melancarkan serangan berminggu-minggu terhadap target-target militan di Irak, Obama memperluas tindakan militer di Suriah hari Senin (22/9). Sebuah koalisi lima negara Arab, yaitu Bahrain, Arab Saudi, Yordania dan Uni Emirat Arab turut bergabung dalam melancarkan serangan-serangan udara itu, sementara Qatar memainkan peran pembantu.
Kemitraan dengan negara-negara Arab tersebut merupakan kemenangan bagi Obama dalam kebijakan luar negerinya, yang bukan saja ditantang oleh kelompok militan di Timur Tengah, tetapi juga oleh provokasi Rusia di Ukraina dan merebaknya wabah Ebola di Afrika Barat. Dikatakan, Obama akan membentangkan langkah-langkah mobilisasi internasional untuk menanggapi kedua krisis itu.
Setelah menyampaikan pidatonya, Obama memimpin sebuah sidang DK PBB, di mana negara-negara anggota diduga akan mengesahkan sebuah resolusi menanggapi mengalirnya para pejuang asing untuk bergabung dengan kelompok-kelompok teror.
Sidang-sidang tersebut menyusul ekspansi militer AS terhadap ISIS dari daerah-daerah di Irak, dengan melancarkan serangan-serangan udara ke arah kelompok militan di Suriah.
Organisasi HAM “Syrian Observatory for Human Rights” yang berkedudukan di London, melaporkan, terjadi serangan-serangan udara baru malam hari di Suriah utara, di sepanjang daerah dekat Turki, di mana serbuan militan ISIS pekan lalu, menyebabkan 130 ribu orang melarikan diri ke perbatasan.
Tidak ada konfirmasi segera mengenai serangan-serangan itu dari Pentagon atau kepastian bahwa itu dilancarkan oleh sebuah koalisi pimpinan AS. Serangan-serangan awal koalisi di Suriah itu dibantu oleh Bahrain, Arab Saudi, Yordania, Qatar dan Uni Emirat Arab.