Presiden AS Barack Obama terakhir kali berkunjung ke Israel pada 2008 sebagai seorang senator dan calon presiden. Kini ia kembali sebagai presiden pada masa jabatan kedua, tetapi masih belum berhasil mengatasi hambatan-hambatan guna menciptakan perdamaian di Timur Tengah.
Ia tidak akan menyampaikan inisiatif perdamaian baru, tetapi akan menyampaikan sebuah pesan, ujar wakil juru bicara Gedung Putih Josh Earnest.
“Perdamaian antara Israel dan Palestina tetap menjadi prioritas Presiden Obama. Ini sesuatu yang sangat ia – dan juga Amerika – dukung jika perundingan siap dimulai kembali,” ujar Earnest.
Amerika mendukung Israel dan Palestina hidup berdampingan secara damai. Tetapi hubungan Presiden Obama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menjadi tegang, khususnya terkait pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan.
Presiden Obama akan memastikan kembali pada kedua pihak bahwa ia mendukung hak-hak dan keamanan mereka, ujar Neil Kritz dari US Institute for Peace, karena taruhannya sangat besar.
“Bagi Presiden Obama, salah satu tantangan penting adalah pada titik apa solusi dua negara menjadi lebih sulit untuk dicapai? Ia tidak ingin menjadikan hal ini sebagai warisan yang ditinggalkannya,” ujar Klitz.
Presiden Obama terpilih kembali November lalu dengan memperoleh 69 persen suara warga Yahudi, meskipun pesaingnya Mitt Romney mempertanyakan komitmen Obama pada Israel.
“Presiden Obama, sebagaimana tampak dalam pemilu-pemilu sebelumnya, merupakan sahabat sejati warga Yahudi, dan para pemilih Amerika keturunan Yahudi telah menunjukkan hal itu padanya,” ujar Aaron Keyak, direktur National Jewish Democratic Council, sebuah kelompok yang diundang dalam diskusi bersama Presiden Obama baru-baru ini.
Eric Fusfield dari kelompok warga Yahudi global B’nai B'rith International menyebut lawatan Presiden Obama ke Timur Tengah sebagai sebuah kesempatan untuk melihat apa yang sesungguhnya sedang terjadi di kawasan itu.
“Benar-benar tidak ada pengganti bagi kontak langsung. Orang di tingkat akar rumput melihat dan merasakan apa yang sedang terjadi di Israel saat ini,” ujarnya.
Beberapa kelompok Arab-Amerika juga datang ke Gedung Putih, termasuk Komite Anti-Diskriminasi Arab-Amerika. Warren David, presiden komite itu mengatakan warga Amerika keturunan Arab mengatakan kepada Presiden Obama, mereka kecewa atas kelambanan kemajuan menuju terbentuknya negara Palestina.
“Saya sampaikan terus terang, saya harap Anda akan meninggalkan warisan, dan ini merupakan sesuatu yang akan Anda capai sebagai presiden. Saya ingin menyampaikan pada Anda bahwa awalnya saya sangat pesimis, tetapi saya mulai lebih optimis karena apa yang disampaikan Presiden dan para penasehatnya,” ujarnya.
David mengatakan warga Amerika keturunan Arab mengatakan kepada Presiden Obama bahwa mereka berharap akhirnya akan tercapai perdamaian antara Israel dan Palestina.
Ia tidak akan menyampaikan inisiatif perdamaian baru, tetapi akan menyampaikan sebuah pesan, ujar wakil juru bicara Gedung Putih Josh Earnest.
“Perdamaian antara Israel dan Palestina tetap menjadi prioritas Presiden Obama. Ini sesuatu yang sangat ia – dan juga Amerika – dukung jika perundingan siap dimulai kembali,” ujar Earnest.
Amerika mendukung Israel dan Palestina hidup berdampingan secara damai. Tetapi hubungan Presiden Obama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menjadi tegang, khususnya terkait pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan.
Presiden Obama akan memastikan kembali pada kedua pihak bahwa ia mendukung hak-hak dan keamanan mereka, ujar Neil Kritz dari US Institute for Peace, karena taruhannya sangat besar.
“Bagi Presiden Obama, salah satu tantangan penting adalah pada titik apa solusi dua negara menjadi lebih sulit untuk dicapai? Ia tidak ingin menjadikan hal ini sebagai warisan yang ditinggalkannya,” ujar Klitz.
Presiden Obama terpilih kembali November lalu dengan memperoleh 69 persen suara warga Yahudi, meskipun pesaingnya Mitt Romney mempertanyakan komitmen Obama pada Israel.
“Presiden Obama, sebagaimana tampak dalam pemilu-pemilu sebelumnya, merupakan sahabat sejati warga Yahudi, dan para pemilih Amerika keturunan Yahudi telah menunjukkan hal itu padanya,” ujar Aaron Keyak, direktur National Jewish Democratic Council, sebuah kelompok yang diundang dalam diskusi bersama Presiden Obama baru-baru ini.
Eric Fusfield dari kelompok warga Yahudi global B’nai B'rith International menyebut lawatan Presiden Obama ke Timur Tengah sebagai sebuah kesempatan untuk melihat apa yang sesungguhnya sedang terjadi di kawasan itu.
“Benar-benar tidak ada pengganti bagi kontak langsung. Orang di tingkat akar rumput melihat dan merasakan apa yang sedang terjadi di Israel saat ini,” ujarnya.
Beberapa kelompok Arab-Amerika juga datang ke Gedung Putih, termasuk Komite Anti-Diskriminasi Arab-Amerika. Warren David, presiden komite itu mengatakan warga Amerika keturunan Arab mengatakan kepada Presiden Obama, mereka kecewa atas kelambanan kemajuan menuju terbentuknya negara Palestina.
“Saya sampaikan terus terang, saya harap Anda akan meninggalkan warisan, dan ini merupakan sesuatu yang akan Anda capai sebagai presiden. Saya ingin menyampaikan pada Anda bahwa awalnya saya sangat pesimis, tetapi saya mulai lebih optimis karena apa yang disampaikan Presiden dan para penasehatnya,” ujarnya.
David mengatakan warga Amerika keturunan Arab mengatakan kepada Presiden Obama bahwa mereka berharap akhirnya akan tercapai perdamaian antara Israel dan Palestina.