Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan, Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS menyebut, hingga Minggu (9/1), sudah ada 318 kasus yang terdeteksi melalui tes Whole Genome Sequencing. Namun, pihaknya menilai jumlah itu masih sangat kecil jika dibandingkan jumlah kasus di negara-negara lain, seperti kawasan Afrika, Inggris, atau Amerika Serikat.
“Dari 318 kasus itu, kita mendeteksi sudah ada 23 kasus yang penularan lokal. Sudah mulai menyebar lokal. Ini memang mengkhawatirkan karena jurnal-jurnal menyebut, kecepatan penularan omicron ini di atas lima kali lipat dari pada variandDelta,” ujar Maxi.
Maxi menyebut, seluruh kasus omicron ditangani di rumah sakit untuk memantau bagaimana gejala, dampak dan pengobatannya.
“Hampir semua masuk rumah sakit itu gejalanya ringan, yang ringan itu 95 persen, selebihnya sedang. Belum ada gejala berat. Ini juga membuat kita agak tidak perlu khawatir,” ujar Maxi dalam diskusi terkait penanganan Omicron, yang diselenggarakan Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama), Minggu (9/1).
Dari 318 kasus yang ada, hanya lima atau enam orang saja yang belum menerima vaksin. Artinya, omicron mampu menembus semua vaksin yang dipakai di Indonesia. Pasien varian omicron, katanya, menerima hampir seluruh merk vaksin yang dipakai di Indonesia.
“Jadi, sudah divaksin belum pasti melindungi. Varian omicron ini sudah jelas bisa menembus,” tambahnya.
Menilik asal penularannya, menurut Maxi, dari 318 kasus paling banyak datang dari Turki. Warga Indonesia diketahui banyak melakukan perjalanan wisata ke sana karena tanpa kewajiban karantina dan harga tiket yang murah. Setelah Turki, sumber masuknya omicron juga berasal dari Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Inggris, Amerika Serikat dan Eropa secara umum.
“Baik melalui pekerja migran maupun WNI yang melakukan perjalanan, maupun dari warga negara asing,” ujar Maxi lagi.
Strategi pemerintah sejauh ini masih berpegang pada aturan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Upaya penanganan dilakukan dengan memperkuat penerapan protokol kesehatan, memperkuat tracing dan memperbanyak testing. Aplikasi Pedulilindungi sangat berperan dalam upaya ini.
Selain itu, pemerintah juga mempercepat vaksinasi dan mempersiapkan rumah sakit dengan baik, agar tidak mengalami kendala serupa ketika varian Delta menyerang Indonesia beberapa waktu lalu.
Menjadi Flu Musiman
Melihat ringannya dampak omicron, pakar virus, dr. Mohamad Saifudin Hakim, M.Sc, Ph.D setuju dengan dugaan para ahli bahwa COVID-19 akan menjadi semacam flu musiman di masa mendatang. Namun, virolog dari Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada ini mengingatkan banyak faktor mempengaruhi kemungkinan tersebut.
“Ini akan menjadi seasonal influenza virus. Cuma masalahnya, kalau seasonal influenza virus itu juga tetap mengalami mutasi, yang akan menimbulkan wabah tahunan. Karena virus itu, selama dia masih bisa ketemu host-nya, maka dia akan mengalami mutasi,” kata Hakim.
Di negara-negara empat musim, lanjut Hakim, wabah flu musiman ini sudah lama ada. Setiap tahun banyak negara memberikan vaksin menjelang musim dingin kepada warganya. Vaksin itu terus mengalami perbaruan, sesuai dengan mutasi virus flu itu sendiri. Gambaran semacam itu, diberikan Hakim untuk memberi bayangan tentang situasi endemi setelah pandemi dinyatakan selesai.
“Cuma, masalahnya adalah ketika nanti muncul genetic drift. Muncul varian baru yang bisa escape dari vaksin,” tambah Hakim.
Mutasi virus, lanjut Hakim, selalu memunculkan hasil yang beragam, sehingga muncul banyak varian. Dalam bahasa sederhana, di lingkungan virus sendiri berlaku hukum rimba. Varian mana yang lebih kuat akan mampu mendominasi, dan menekan perkembangan varian lain. Delta dan Omicron adalah contoh dari varian virus yang lebih kuat dari varian SARS-Cov 2 lainnya, sehingga sempat mendominasi.
Dalam proses mutasi itu, virus akan memperbaiki kemampuan beradaptasi. Mereka yang paling bisa beradaptasi adalah virus yang paling mudah bertransmisi. Hakim mengingatkan selalu ada peluang mutasi virus itu menjadi lebih lemah, atau justru menjadi lebih mematikan.
“Dia bisa bermutasi, sehingga bisa menghindar dari respons imun. Kalau ada virus SARS-COV 2 nanti evolusinya kesana, maka mutasi berikutnya mutasi yang sifatnya lethal, malah akan merugikan. Itu hukum alamnya virus, seperti itu,” kata Hakim.
Peralihan ke Endemi
Ketua Pokja Genetik FK-KMK UGM, dr. Gunadi, Ph.D, Sp.BA setuju dengan penilaian bahwa delta maupun omicron menjadi varian paling kuat pada periodenya. Dalam kasus terakhir, di banyak negara Eropa hasil tes Whole Genome Sequencing membuktikan omicron berada dalam persentase di atas 90 persen. Dengan kata lain, omicron adalah varian dominan virus SARS-Cov 2 saat ini.
Melihat gejala yang ditimbulkan omicron lebih ringan, Gunadi sepakat dengan pendapat sejumlah ahli, versi lebih ringan ini akan membawa dunia ke akhir pandemi.
“Mungkin, omicron ini dengan sifat yang paling transmissible, kemudian menunjukkan gejala less severe, ini juga ada yang memprediksi akan menjadi suatu endemi atau mungkin akan hilang pandeminya,” kata Gunadi.
Gunadi menekankan bahwa semua masih kemungkina karena kondisi ke depan tergantung pada mutasi virus itu sendiri.
Jika memang omicron menjadi varian terakhir, yang meski jauh lebih mudah menular tetapi juga lebih ringan dampaknya, maka seperti paparan Hakim di atas, Gunadi juga sependapat jika COVID-19 akan menjadi wabah flu musiman. Tantangan ke depan adalah membuat vaksin untuk menekan dampaknya.
“Kita akan mempersiapkan booster vaksin, tapi tidak masalah karena dengan teknologi RNA, bisa diciptakan vaksin dalam waktu relatif singkat,” tambahnya.
Untuk menggambarkan dampak omicron yang ringan, Gunadi menyebut di Yogyakarta ada banyak keluarga yang sakit flu bersama-sama. Namun mereka memutuskan untuk tidak memeriksakan diri, karena memahami bahwa kemungkinan besar gejala serupa flu itu akibat dari omicron.
Meski masih sekadar hipotesis, tetapi kondisi semacam ini harus menjadi perhatian. Pemerintah tidak mungkin melakukan penelusuran kasus, jika penularan omicron disikapi dengan perawatan mandiri internal keluarga semacam itu. [ns/ah]