Kebocoran air radioaktif di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima yang hancur di Jepang telah meningkatkan kekhawatiran apakah upaya menstabilkan PLTN itu justru menciptakan bencana baru.
Pekan ini pengawas nuklir Jepang mengklasifikasikan kebocoran air dari tangki-tangki penampungan itu sebagai "insiden serius."
Para pekerja PLTN Fukushima yang bermasalah telah membangun ratusan tangki untuk menampung ribuan ton air radioaktif di pabrik itu. Tapi pekan ini para pengawas menemukan bahwa 300 ton air itu telah bocor, menambah kekhawatiran tangki-tangki penampungan air lainnya.
Kepala Badan Otoritas Peraturan Nuklir Jepang Shunichi Tanaka membandingkan situasi tangki-tangki air itu dengan rumah hantu di taman-taman hiburan, dimana hal-hal yang menyeramkan dapat terjadi dengan sangat cepat.
“Kita harus melihat bagaimana mengurangi risiko dan bagaimana mencegahnya menjadi kecelakaan fatal atau serius,” ujarnya.
Awal pekan ini, operator PLTN itu, Tokyo Electric Power Company (TEPCO), mengumumkan bahwa 300 ton air bocor dari sebuah tangki yang sangat terkontaminasi, dimana jika seseorang berdiri di dekatnya akan mendapat 100 millisieverts dosis radiasi dalam satu jam, lima kali di atas batas tahunan bagi pekerja nuklir.
TEPCO mengatakan penyebab kebocoran itu belum diketahui.
Juru bicara Greenpeace Jepang Hisayo Takada mengatakan kekhawatiran jangka panjang terbesar adalah kemungkinan pencemaran air tanah. Kira-kira 400 ton air tanah mengalir dibawah PLTN itu setiap hari. Ia mengatakan sejauh ini, strategi penanggulangan bahan-bahan beradiasi di Fukushima bersifat sementara dan tidak dapat mencegah radiasi itu menyebar.
“Solusi TEPCO sejauh ini, kemungkinan kini tidak berhasil lagi atau tidak mungkin dimulai lagi. Jadi, pertama hentikan arus kebocoran, kedua tanggulangi kebocoran itu untuk tidak masuk ke laut, ketiga hentikan arus air tanah, temukan cara untuk menghentikan arus air tanah,” ujarnya.
William Saito, anggota komite penyelidikan nasional Fukushima, mengatakan tantangan untuk mengolah air yang terkontaminasi dalam jumlah besar itu belum pernah terjadi sebelumnya. Namun ia mengatakan mereka harus lebih transparan dalam upaya pembersihan.
Insiden ini menandai peringatan pertama dalam Skala Peristiwa Nuklir Internasional sejak bencana gempa bumi dan tsunami yang menyebabkan tiga reaktor rusak pada 2011, pada tingkat maksimum ketujuh, yang merupakan tingkat terburuk sejak bencana Chernobyl pada 1986. (VOA/Gabrielle Paluch)
Pekan ini pengawas nuklir Jepang mengklasifikasikan kebocoran air dari tangki-tangki penampungan itu sebagai "insiden serius."
Para pekerja PLTN Fukushima yang bermasalah telah membangun ratusan tangki untuk menampung ribuan ton air radioaktif di pabrik itu. Tapi pekan ini para pengawas menemukan bahwa 300 ton air itu telah bocor, menambah kekhawatiran tangki-tangki penampungan air lainnya.
Kepala Badan Otoritas Peraturan Nuklir Jepang Shunichi Tanaka membandingkan situasi tangki-tangki air itu dengan rumah hantu di taman-taman hiburan, dimana hal-hal yang menyeramkan dapat terjadi dengan sangat cepat.
“Kita harus melihat bagaimana mengurangi risiko dan bagaimana mencegahnya menjadi kecelakaan fatal atau serius,” ujarnya.
Awal pekan ini, operator PLTN itu, Tokyo Electric Power Company (TEPCO), mengumumkan bahwa 300 ton air bocor dari sebuah tangki yang sangat terkontaminasi, dimana jika seseorang berdiri di dekatnya akan mendapat 100 millisieverts dosis radiasi dalam satu jam, lima kali di atas batas tahunan bagi pekerja nuklir.
TEPCO mengatakan penyebab kebocoran itu belum diketahui.
Juru bicara Greenpeace Jepang Hisayo Takada mengatakan kekhawatiran jangka panjang terbesar adalah kemungkinan pencemaran air tanah. Kira-kira 400 ton air tanah mengalir dibawah PLTN itu setiap hari. Ia mengatakan sejauh ini, strategi penanggulangan bahan-bahan beradiasi di Fukushima bersifat sementara dan tidak dapat mencegah radiasi itu menyebar.
“Solusi TEPCO sejauh ini, kemungkinan kini tidak berhasil lagi atau tidak mungkin dimulai lagi. Jadi, pertama hentikan arus kebocoran, kedua tanggulangi kebocoran itu untuk tidak masuk ke laut, ketiga hentikan arus air tanah, temukan cara untuk menghentikan arus air tanah,” ujarnya.
William Saito, anggota komite penyelidikan nasional Fukushima, mengatakan tantangan untuk mengolah air yang terkontaminasi dalam jumlah besar itu belum pernah terjadi sebelumnya. Namun ia mengatakan mereka harus lebih transparan dalam upaya pembersihan.
Insiden ini menandai peringatan pertama dalam Skala Peristiwa Nuklir Internasional sejak bencana gempa bumi dan tsunami yang menyebabkan tiga reaktor rusak pada 2011, pada tingkat maksimum ketujuh, yang merupakan tingkat terburuk sejak bencana Chernobyl pada 1986. (VOA/Gabrielle Paluch)