Seorang Pastor yang dipercaya oleh Paus Fransiskus, menulis sebuah artikel hari Kamis (13/7) di sebuah majalah yang disetujui Vatikan, mengecam cara beberapa tokoh Evangelis AS dan pendukung Katolik Roma mencampuradukkan agama dan politik di Amerika, dengan mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan justru mempromosikan perpecahan dan kebencian.
Pastor Antonio Spadaro, seorang editor jurnal Jesuit yang berpengaruh, La Civilta Cattolica, mengatakan bahwa pengaruh politik para "fundamentalis evangelis" dan beberapa umat Katolik telah mengilhami sebuah "ekumenisme konflik" yang memburuk-burukkan lawan politik mereka dan mempromosikan sejenis "negara teokratis."
Spadaro juga mengecam dukungan kelompok religius konservatif terhadap Presiden Donald Trump, menuduh para aktivis konservatif tersebut mempromosikan visi "xenofobia (ketakutan terhadap orang asing) dan Islamofobia" yang menginginkan pembangunan tembok dan deportasi. Presiden Trump telah berusaha untuk memberlakukan larangan masuk Amerika terhadap para imigran dari enam negara berpenduduk mayoritas Muslim dan berjanji untuk membangun tembok di sepanjang perbatasan AS-Meksiko.
Artikel tersebut yang berjudul: "Fundamentalisme Evangelis dan Integralisme Katolik: Ekumenisme yang Mengejutkan," ditulis bersama oleh seorang Pastor Presbyterian, Marcelo Figueroa, yang merupakan editor surat kabar Vatikan edisi Argentina, L'Osservatore Romano, negara asal Paus Fransiskus.
Artikel pada jurnal La Civilta Cattolica diperiksa dan disetujui oleh Sekretariat Negara Vatikan. Di bawah Paus Fransiskus, yang adalah seorang Yesuit (Jesuit), jurnal tersebut telah menjadi semacam corong tidak resmi Vatikan.
Aliansi politik antara umat Katolik dan Protestan Amerika yang menjadi inti artikel Spadaro muncul pada akhir abad ke-20. Bias anti-Katolik pernah membelah anggota kedua tradisi tersebut, baik secara agama maupun politik. Namun pada tahun 1980an dan 90an, beberapa pemimpin agama konservatif membangun sebuah afiliasi mengenai isu-isu seperti aborsi dan pernikahan, yang berpuncak pada sebuah deklarasi 1994 yang ditulis oleh Pendeta Richard John Neuhaus, seorang Lutheran yang masuk agama Katolik, dan Chuck Colson, salah seorang tokoh yang terlibat "skandal Watergate" dan seorang pemimpin Evangelis.
Spadaro mengatakan bahwa afiliasi ini telah "secara bertahap diradikalisasi," membagi dunia menjadi hanya yang baik dan yang jahat dan memberikan pembenaran teologis untuk jenis "geopolitik apokaliptik" yang dianjurkan oleh tokoh-tokoh seperti penasihat utama Gedung Putih Steve Bannon, yang beragama Katolik.
Spadaro secara khusus mengkritik organisasi media Katolik Amerika ChurchMilitant.com. Spadaro mengatakan bahwa media kanan tersebut membingkai pemilihan presiden sebagai "perang spiritual" dan naiknya Donald Trump ke kursi kepresidenan sebagai "pemilihan (takdir) ilahi."
Namun, Michael Voris, salah seorang pendiri ChurchMilitant.com, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa dia terkejut dengan artikel Vatikan tersebut.
"Inilah orang yang menuduh kami mencoba menggunakan gereja untuk mendorong sebuah agenda politik, yang sama sekali tidak masuk akal," kata Voris, sementara "mereka (sendiri) menggunakan agenda kiri untuk mengejar tujuan kiri."
Beberapa tokoh politik konservatif telah menuduh Paus Fransiskus mempromosikan sosialisme atau Marxisme, sebuah karakterisasi yang telah disanggah oleh Paus. Paus Fransiskus sering mengecam ketidakadilan sistem kapitalisme dan ekonomi global, dan telah mendesak pemerintah untuk mendistribusikan kembali kekayaan kepada orang miskin.
Dalam artikel tersebut, Spadaro juga menulis bahwa "erosi terhadap kebebasan beragama jelas merupakan ancaman serius." Namun, dia secara tegas memperingatkan agar tidak melakukan pembelaan terhadap kebebasan beragama dengan terminologi "fundamentalis". [pp]