Australia mengumumkan, Selasa (11/8) target pengurangan emisi gas rumah kaca, tetapi para pakar lingkungan hidup dan yang lainnya dengan cepat mengkritik target tersebut sangat tidak memadai.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengatakan negaranya, sebagai bagian dari kesepakatan yang akan diserahkan kepada perundingan iklim global di Paris bulan Desember, akan berusaha mengurangi emisi sekitar 26 sampai 28 persen dari tingkatan satu dekade lalu pada tahun 2030.
"Kita harus mengurangi emisi kami, tapi kita harus mengurangi emisi kami dengan cara yang konsisten dengan pertumbuhan yang kuat. Terutama dengan melanjutkan pertumbuhan lapangan kerja yang kuat, " ujar Abbott. "Dan, hal yang tidak ingin kita lakukan adalah memperkokoh lingkungan hidup dan pada saat yang sama merusak perekonomian kita."
Banyak yang Skeptis
Sebagian besar kalangan skeptis Australia akan dapat mencapai tujuan sederhana yang diusulkannya.
"Mereka skeptis karena faktanya saat ini pemerintah Abbott telah secara konsisten mengecewakan mengenai agenda ini dalam hal memerangi energi bersih di dalam negeri, serta menghapus mekanisme yang benar-benar dapat menegakkan langkah-langkah yang mereka lakukan," kata Assaad Razzouk, kepala eksekutif kelompok Sindikasi Sumber Daya yang Berkelanjutan yang berbasis di Singapura.
Australia memiliki sumber daya batubara yang murah dan telah dengan antusias mempromosikan ekspor bahan bakar karbon, terutama ke China dan India.
"Kita tahu bahwa batubara harus dihapus sejak lama. Kita tahu bahwa apa yang mereka lakukan sangat berdampak pada kesehatan global dan juga mematikan, " kata Razzouk, yang juga ketua Asosiasi Investasi Berkelanjutan di Asia, kepada VOA.
Pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan sumber terbesar emisi karbondioksida buatan manusia.
Tertinggal
Partai-partai oposisi di Australia berpendapat rencana Abbot akan menempatkan negara mereka di belakang negara-negara lain dalam bereaksi terhadap ancaman perubahan iklim, menurut lembaga penyiaran Australian Broadcasting Corporation.
"Pemerintah tidak bisa berpura-pura bahwa target ini membantu kita berkontribusi dalam membatasi pemanasan kurang dari 2°C. Tingkat polusi maksimal yang dapat dihasilkan Australia pada 2050 dalam memenuhi batasan 2°C adalah sekitar 8-9 miliar ton," ujar John Connor, CEO dari The Climate Institute di Sydney. "Target yang diusulkan akan membawa Australia ke batasan tersebut dalam waktu hanya 14 tahun, pada 2029."
"Jika negara-negara lain mengambil pendekatan yang sama seperti apa yang diumumkan oleh pemerintah hari ini, dunia akan menghangat suhunya 3-4°C," kata Connor, dalam keterangannya kepada pers.
Pulau-pulau yang menghilang
Menlu Australia, hari Selasa, juga mengatakan kekecewaannya atas pengumuman Abbott terkait Kepulauan Marshall.
Tony de Brum, Menteri Luar Negeri Kepulauan Marshall melalui Twitter, berkomentar bahwa bila seluruh dunia mengikuti kepemimpinan Australia, “the Great Barrier Reef akan menghilang. Demikian juga negara saya."
Negara-negara di kepulauan Pasifik, seperti Kepulauan Marshall, di mana warga tinggal di daratan yang berketinggian hanya beberapa meter di atas permukaan laut, sudah mengalami erosi dari naiknya permukaan laut yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Sebagian besar ilmuwan berkeyakinan pemanasan global disebabkan oleh "efek rumah kaca" yang dihasilkan oleh manusia, di mana radiasi dari atmosfir bumi menjadikan temperatur di permukaan bumi meningkat.