Bertolak belakang dengan pernyataan sejumlah pakar dari dalam dan luar Departemen Kepolisian Minneapolis sebelumnya tentang penggunaan kekerasan terhadap George Floyd, seorang pakar yang dihadirkan tim pengacara mantan polisi Derek Chauvin mengatakan tindakan memiting Floyd dapat dibenarkan.
Berbicara di sidang pengadilan, Selasa (13/4), mantan polisi Santa Rosa, California, Barry Brodd mengatakan polisi tidak perlu menunggu hingga terjadinya suatu hal buruk. Brodd menambahkan mereka hanya perlu memiliki rasa khawatir yang wajar bahwa ada ancaman dan kemudian mengambil tindakan sesuai dengan situasi itu.
“Sangat mudah untuk duduk dan menilai perilaku seorang perwira polisi. Ini lebih merupakan tantangan untuk – sekali lagi – menempatkan diri Anda pada posisi polisi yang berupaya mengevaluasi situasi lewat apa yang mereka rasakan, ketakutan yang mereka rasakan, dan kemudian membuat keputusan,” ujar Brodd.
Brodd juga mengatakan ia tidak percaya bahwa Derek Chauvin dan beberapa polisi lain menggunakan kekuatan yang mematikan, ketika mereka memiting George Floyd, memborgol tangannya di belakang punggung dan kemudian Chauvin menekan lututnya di leher atau bagian leher Floyd selama 9,5 menit – sebagaimana yang disampaikan tim penuntut.
Brodd menyamakan hal itu dengan situasi di mana polisi menggunakan taser pada seseorang yang berkelahi dengan polisi, lalu tersangka jatuh, terbentur di bagian kepala dan meninggal.
“Ini bukan insiden kekuatan yang mematikan. Ini adalah kematian yang tidak disengaja,” ujarnya.
Taser adalah senjata kejut listrik tidak mematikan yang bertujuan untuk melumpuhkan target sehingga memungkinan target untuk didekati dan diatasi secara aman.
Kekerasan Berlebihan
Sejumlah pejabat tinggi polisi Minneapolis, termasuk kepala polisi kota itu, telah menyampaikan kesaksian bahwa Chauvin menggunakan kekerasan yang berlebihan dan melanggar pelatihan yang diberikan.
Beberapa pakar medis yang dipanggil oleh jaksa penuntut umum mengatakan bahwa Floyd meninggal akibat kekurangan oksigen karena cara penahanannya.
Namun, Brodd mengatakan “saya merasa interaksi Chauvin dan Floyd telah mengikuti pelatihan dan praktik dalam kepolisian saat ini; dan secara obyektif masuk akal.”
Dalam pemeriksaan silang oleh jaksa penuntut umum Steve Schleicher, Brodd setuju bahwa penggunaan kekerasan harus selalu masuk akal dan bahwa petugas harus menghentikan atau mengurangi kekuatan itu hingga menjadi wajar.
“Karena hal ini yang menjadi standar kan... batas kewajaran kan?,” tanya Schleicher. “Ya,” jawab Brodd. Dan mengatakan Floyd masih meronta ketika ia dibaringkan di tanah.
Soal apa yang masuk akal itu menjadi penting. Polisi diijinkan memiliki ruang gerak tertentu untuk menggunakan kekuatan yang mematikan ketika seseorang menempatkan aparat atau orang lain dalam bahaya. Pakar hukum mengatakan pertanyaan kunci bagi juri adalah apakah tindakan Chauvin itu masuk akal dalam keadaan khusus itu.
Sidang Berlangsung Maraton
Derek Chauvin, seorang polisi kulit putih berusia 45 tahun, sedang diadili dengan tuduhan pembunuhan dan pembunuhan tidak berencana atas kematian George Floyd pada 25 Mei 2020. Floyd, pria kulit hitam, ditahan karena dugaan mengedarkan uang palsu pecahan 20 dolar di sebuah toko eceran.
Kuasa hukum Chauvin, Eric Nelson, mengatakan kliennya yang sudah mengabdi selama 19 tahun itu hanya melakukan sebagaimana pelatihan yang diterimanya.
Nelson juga mengatakan Floyd meninggal karena penggunaan narkoba secara ilegal dan masalah kesehatan lain yang menyertai, termasuk tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Fentanyl dan methamphetamine ditemukan dalam sistem tubuh Floyd. [em/lt]