Satu kelompok pakar vaksin internasional telah mengemukakan tentangan terhadap pemberian suntikan penguat (booster) vaksin COVID-19 bagi masyarakat umum, suatu pendapat yang menentang ditingkatkannya upaya di AS dan negara-negara yang berjuang mengatasi lonjakan kasus baru.
Dalam esai yang diterbitkan Senin (14/9) di jurnal medis The Lancet, para pakar menyatakan berbagai studi belakangan ini menunjukkan vaksin yang digunakan sekarang ini di seluruh dunia terus memberikan perlindungan yang kuat terhadap virus corona meskipun ada varian delta yang lebih mudah menular.
Kecenderungan untuk memberikan booster vaksin COVID-19 dimulai setelah munculnya kajian dari Israel yang menunjukkan efektivitas vaksin dua dosis Pfizer menurun secara signifikan di kalangan lansia yang divaksinasi pada awal tahun ini. Data tersebut mendorong Israel untuk mulai memberikan suntikan booster untuk orang-orang berusia 50 tahun ke atas.
Para penulis menyatakan memodifikasi vaksin agar sesuai dengan varian tertentu COVID-19 merupakan pendekatan yang lebih baik daripada memberikan dosis tambahan dari vaksin awal.
Para penulis esai itu mencakup dua ilmuwan terkemuka di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Ana-Maria Henao-Restrepo dan Soumya Swaminathan, serta Dr. Marian Gruber dan Dr. Philip Krause, dua pejabat penting di kantor pengevaluasi vaksin di Badan Pengawas Makanan dan Obat AS (FDA) yang akan meninggalkan posisi mereka itu sebelum akhir tahun ini. The New York Times baru-baru ini melaporkan bahwa Gruber dan Krause kecewa atas pengumuman pemerintahan Biden baru-baru ini bahwa suntikan penguat akan ditawarkan untuk sebagian orang Amerika mulai bulan depan, sebelum FDA memiliki waktu untuk mengevaluasi data dengan selayaknya.
FDA hampir mencapai keputusan mengenai apakah akan merekomendasikan vaksin COVID-19 untuk anak-anak usia 12 tahun ke bawah dan suntikan penguat vaksin sekarang yang telah disetujui untuk diberikan kepada orang dewasa Amerika.
FDA dan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika (CDC) bulan lalu sama-sama merekomendasikan suntikan ketiga Pfizer atau Moderna bagi sebagian orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus baru-baru ini memohon negara-negara kaya agar tidak memberikan suntikan booster vaksin COVID-19 sepanjang sisa tahun ini untuk memastikan bahwa negara-negara berpenghasilan rendah dan rendah-menengah memiliki akses lebih besar lagi ke vaksin. Tedros sebelumnya telah meminta negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah-tinggi agar tidak memberikan booster itu hingga September.
PM Inggris Boris Johnson siap mengumumkan pada Rabu (15/9) bahwa pemerintahnya akan memberikan booster vaksin COVID-19 untuk warga berusia 50 tahun ke atas untuk menghadapi bulan-bulan musim dingin mendatang.
Sementara itu Presiden Rusia Vladimir Putin sedang melakukan isolasi mandiri setelah beberapa anggota rombongan lawatannya dites positif COVID-19, kata pernyataan yang dikeluarkan Kremlin.
Presiden Putin dites negatif COVID-19, tetapi telah memutuskan untuk tidak berkunjung ke Tajikistan untuk konferensi keamanan mendatang, kata pernyataan itu. Ia hari Senin bertemu Presiden Suriah Bashar al-Assad dan mengadakan acara publik terpisah dengan beberapa anggota tim Paralimpiade Rusia.
Putin telah mendapat vaksinasi lengkap COVID-19 dengan vaksin dua dosis produksi dalam negerinya, Sputnik V. [uh/ab]