Palestina, Jumat (7/2) menolak tuduhan AS soal hasutan sehari setelah bentrokan dan serangan yang menewaskan tiga orang Palestina dan mencederai belasan orang Israel.
Palestina malah mengaitkan kekerasan itu dengan prakarsa Presiden Donald Trump mengenai Timur Tengah, yang lebih menguntungkan Israel dalam semua hal paling diperdebatkan dalam konflik dan akan memungkinkan Israel menduduki sebagian besar wilayah pendudukan di Tepi Barat.
“Mereka yang memperkenalkan rencana aneksasi dan apartheid serta legalisasi pendudukan dan permukiman adalah mereka yang memikul tanggungjawab penuh atas kian dalamnya siklus kekerasan dan ekstremisme,” kata pejabat senior Palestina, Saeb Erekat, dalam suatu pernyataan.
Ia menanggapi pernyataan yang disampaikan sehari sebelumnya oleh Jared Kushner, menantu Trump dan arsitek cetak biru perdamaian Timur Tengah, yang menyalahkan Presiden Palestina Mahmoud Abbas atas kekerasan terbaru ini.
“Jangan serukan hari-hari kemarahan dan mendorong rakyat untuk melakukan kekerasan apabila mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan,” kata Kushner, Kamis (7/2), setelah memberi pengarahan di hadapan Dewan Keamanan PBB mengenai rencana tersebut.
Ia mengatakan Abbas “terkejut dengan betapa bagusnya rencana itu untuk rakyat Palestina, tetapi ia mengunci dirinya sendiri ke suatu sikap” dengan menolaknya sebelum rencana itu dikeluarkan.
Erakat mengatakan Abbas dalam waktu dekat akan mengajukan rencananya sendiri ke Dewan Keamanan. Menurut Erakat, rencana itu berdasarkan pada hukum internasional dan berlandaskan pada solusi dua negara di sepanjang perbatasan pemisah tahun 1967.
Palestina ingin negara mereka yang merdeka di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza, wilayah-wilayah yang direbut Israel dalam perang tahun 1967. Mereka menganggap permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang dihuni sekitar 700 ribu orang, sebagai penghalang utama perdamaian. Sebagian besar masyarakat internasional menganggap permukiman itu ilegal.
Rencana Trump akan memungkinkan Israel menduduki semua permukimannya serta Lembah Yordan yang strategis. Rencana itu juga akan memberi Palestina otonomi terbatas di beberapa wilayah kecil dengan ibu kota di pinggiran Yerusalem, tetapi hanya jika Palestina memenuhi persyaratan yang hampir mustahil dipenuhi.
PM Israel Benjamin Netanyahu bersemangat menyambut rencana itu. Palestina menolak keras, tetapi Abbas tidak menyerukan kekerasan. [uh/lt]