Dengan harapan mewujudkan “fajar baru di Timur Tengah,” Presiden Amerika Donald Trump – didampingi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu – hari Selasa (28/1) mengungkap rencana perdamaiannya untuk kawasan itu.
“Visi saya adalah menghadirkan ‘win-win opportunity’ [kesempatan yang saling menguntungkan, red] bagi kedua pihak, solusi dua negara yang realistis untuk menghilangkan risiko adanya negara Palestina bagi keamanan Israel,” ujar Trump di Ruang Timur Gedung Putih.
Acara itu tidak dihadiri oleh satu pun perwakilan Palestina, yang menolak rencana perdamaian itu, bahkan sebelum melihat usulan setebal 80 halaman tersebut; dan Palestina tidak diikutkan dalam perundingan tentang rencana perdamaian itu.
Presiden Palestina Tolak Rencana Perdamaian Usulan Trump
"Yerusalem tidak untuk dijual. Semua hak kami tidak untuk dijual dan tidak bisa di tawar. Perjanjian yang Anda buat, yang merupakan konspirasi, tidak akan diterima,” ujar Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pidato yang ditujukan langsung kepada Presiden Trump, dari Ramallah di Tepi Barat.
Trump melihat penolakan awal seperti itu sebagai hambatan sementara, dan dalam pidatonya mengatakan telah mengirim surat kepada Abbas; mengatakan kepada pemimpin Palestina itu bahwa jika kelak ia memilih “jalan perdamaian, Amerika dan banyak negara lain, akan berada di sana dan membantunya dalam berbagai cara.”
Menerima rencana perdamaian itu akan mendorong 50 miliar dolar investasi dari luar negeri, satu juta lapangan pekerjaan bagi warga Palestina dalam sepuluh tahun, dan peningkatan pendapatan atau PDB Palestina hingga dua atau tiga kali lipat, demikian janji Trump.
“Sudah saatnya bagi dunia Muslim untuk memperbaiki kesalahan yang dibuatnya pada tahun 1948 ketika dunia muslim memilih untuk menyerang, bukan mengakui, negara Israel yang baru,” ujar Trump.
Mesir Kini Dukung Usul Trump
Mesir, salah satu negara yang ketika itu menyatakan perang terhadap Israel, kini tidak menolak visi Trump. Kantor berita “Middle East News Agency” melaporkan Mesir menyampaikan penghargaan atas upaya berkelanjutan Amerika untuk mewujudkan penyelesaian damai yang adil dan komprehensif untuk masalah Palestina.
“Yordania mendukung setiap upaya tulus guna mencapai perdamaian yang adil dan komprehensif yang akan diterima semua orang,” ujar Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi dalam sebuah pernyataan.
Duta Besar Bahrain, Oman dan Uni Emirat Arab ikut hadir di Gedung Putih ketika Trump mengumumkan rencana perdamaian Timur Tengah tersebut.
Sejumlah analis mengatakan sebuah pernyataan publik dari Arab Saudi yang menunjukkan dukungan negara itu pada rencana Trump akan memberi bobot lebih besar, karena kerajaan itu merupakan kekuatan Muslim Sunni yang dominan.
Trump mengusulkan kedaulatan terbatas bagi Palestina – dengan menggandakan luas wilayah yang saat ini dikuasai Palestina – dan Israel menganeksasi sekitar sepertiga dari wilayah Tepi Barat yang disengketakan.
Trump Tegaskan Yerusalem Tetap Jadi Ibu Kota Israel
Pemerintah Israel siap melangsungkan pemungutan suara hari Minggu (2/2) untuk menganeksasi Lembah Yordan yang strategis dan seluruh permukiman Israel di Tepi Barat.
Yerusalem akan tetap menjadi ibu kota Israel, dan bagian timur kota suci itu akan dipersiapkan sebagai ibu kota Palestina, di mana Amerika akan membuka kedutaan besarnya untuk Palestina, ujar Trump.
“Saya siap memanfaatkan momentum ini dan mengubah sejarah,” ujar Netanyahu kepada kerumunan pendukung yang diundang ke Gedung Putih. “Perjanjian abad ini merupakan peluang abad ini,” ujarnya kepada Trump.
Netanyahu mengatakan jika Palestina mematuhi ketentuan yang ditetapkan, “Israel siap merundingan perjanjian damai segera.” (em/ii)