Capaian target penemuan kasus pneumonia balita di Indonesia ikut terdampak pandemi COVID-19. Dokter Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan dari target 60 persen di tahun 2020, capaian temuan sebesar 34,81 persen. Setiap tahun diperkirakan terdapat 900 ribu kasus pneumonia di Indonesia.
“Di 2020 mungkin karena COVID-19 banyak juga masyarakat yang tidak mengakses layanan, laporan tentang pneumonia pada balita di 2020 itu hanya 309 ribu, hanya 33 persennya dilaporkan atau 34 persen,” ungkap Siti Nadia Tarmizi dalam Media Gathering bertema Ayo Imunisasi STOP Pneumonia yang diselenggarakan oleh Save the Children Indonesia, Kamis (15/7).
“Jadi ini yang menjadi PR (pekerjaan rumah -red) kita bagaimana mengenali pneumonia, mendiagnosis pneumonia karena kita tahu dia adalah penyebab kematian pada anak,” lanjut Siti.
Pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru-paru yang disebabkan oleh kuman, materi atau jamur. Kantong udara pada paru-paru yang seharusnya berisi udara menjadi berisi cairan atau nanah. Penderita mengalami batuk berdahak, demam, kesulitan bernafas yang menyebabkan tubuh kekurangan oksigen sehingga berujung pada kematian.
Di dunia, pneumonia adalah penyebab utama kematian anak usia dibawah lima tahun. Pada tahun 2015 satu dari enam orang anak di dunia meninggal akibat penyakit itu.
Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, penyebab kematian bayi terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Sedangkan kematian anak balita terbanyak adalah diare (25,2%) dan pneumonia (15,5%).
Menghindari Faktor Risiko
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita mengatakan anak dapat dilindungi dari pneumonia dengan memberikan imunisasi dan menghindari faktor risiko berupa malnutrisi, kekurangan vitamin A, berat badan lahir rendah, udara dingin, serta terpapar asap rokok.
“Telah tersedia vaksin untuk mencegah pneumonia PCV 13 yang juga mencegah radang otak, radang telinga dan bakteremia (radang di darah),” kata Cissy B Kartasasmita.
Dia juga menekankan pentingnya pemberian ASI Ekslusif, kualitas udara yang baik, ketersediaan air bersih dan sarana sanitasi yang baik dan pemberian nutrisi makanan untuk anak usia enam hingga dua tahun.
Kampanye STOP Pneumonia
Chief of Communication and Campaign Save the Children Indonesia, Ricky Suhendar mengemukakan melalui kampanye “Ayo Vaksinasi, STOP Pneumonia” pihaknya berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya pneumonia.
“Dan tentunya kampanye STOP Pneumonia ini mengacu kepada perlindungan, pencegahan dan pengobatan, yang penting adanya ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI, kemudian imunisasi, gizi seimbang, cuci tangan pakai sabun dan tentunya rumah bebas asap,” kata Ricky Suhendar.
Pneumonia sebagai penyakit peradangan akut pada paru-paru sangat mengkhawatirkan, apalagi di tengah pandemi COVID-19. Kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi kesehatan serius dan tidak jarang menyebabkan kematian.
Tak hanya anak-anak, penyakit ini juga kerap diderita oleh lansia dan sering terlambat disadari karena gejala awalnya yang sulit dibedakan dengan penyakit pernapasan lain yang ringan seperti pilek dan selesma (common cold). Akibatnya, banyak anak-anak yang mengidap pneumonia tidak mendapatkan perawatan yang seharusnya dan berdampak fatal pada kesehatan mereka.
Kampanye “Ayo Imuniasasi STOP Pneumonia” oleh Save the Children Indonesia mengajak pemangku kepentingan dan orang tua untuk menjadikan Hari Anak Nasional 2021 dan pencanangan vaksin Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) oleh Kemenkes di 2021 sebagai upaya bersama dalam mencegah kematian anak akibat pneumonia. [yl/em]