Sewaktu China pertama kali memberlakukan lockdown di kota-kota besar untuk membendung penyebaran COVID-19, rantai pasokan makanan terganggu, menyebabkan kelangkaan pangan, tanaman membusuk dan kekhawatiran mengenai kerawanan pangan di negara berpenduduk terbanyak di dunia itu. Pertanian modern menawarkan salah satu solusinya.
Belajar dari perebakan pandemi COVID-19 yang menimbulkan gangguan pada masalah ketersediaan pangan, para pembuat kebijakan China mengambil sejumlah langkah untuk mencegah hal serupa pada masa mendatang. Mereka meminta pemerintah daerah untuk membangun persediaan bahan makanan pokok yang penting, juga bermitra dengan pada distributor makanan dan developer untuk membangun jejaring rumah kaca yang dapat memproduksi secara terus menerus berbagai sayuran populer persis di sebelah pusat-pusat permukiman besar.
Di Chongming Island, di luar kota Shanghai, kota berpenduduk paling padat di China, para pekerja dapat memanen dan mengemas sayuran segar di rumah kaca semacam itu, yang dioperasikan oleh perusahaan Belanda FoodVentures. Perusahaan itu memanen perdana sayuran mereka pada bulan Mei lalu.
Pendiri dan Direktur FoodVentures, Dirk Aleven, mengemukakan, "Sehat sudah merupakan perlindungan pertama terhadap virus apapun, jadi orang-orang menjadi lebih peduli tentang apa yang mereka makan dan mengapa mereka menyantapnya. Kedua, transportasi. Kami ingin menyingkirkan transportasi dan kami juga ingin menyingkirkan rantai logistik yang panjang, karena kami tidak tahu apakah ini akan selalu berjalan. Dan inilah yang kami lihat selama pandemi ini," jelasnya.
"Jadi melokalisasinya sebanyak mungkin merupakan satu-satunya jawaban. Melakukannya di rumah kaca merupakan satu-satunya cara untuk melakukannya, karena pada dasarnya, kita ingin memproduksinya persis di sebelah kota, di dalam lingkungan tertutup, memastikan bahwa kita secara berkesinambungan dapat memasok kebutuhan itu di kota,” imbuh Dirk Aleven.
Fasilitas semacam itu adalah satu dari puluhan fasilitas serupa yang bermunculan di pinggiran kota-kota besar China, yang memanfaatkan teknologi tinggi untuk mengelola sistem irigasi, suhu dan pencahayaan untuk membudidayakan sayuran yang mudah dijangkau oleh konsumen yang besar dan makmur.
Direktur Teknik Shanghai Youyou Agriculture Technology Co. Ltd. Yang Shaojun mengemukakan, "Kelompok-kelompok konsumen kami adalah orang-orang yang relatif memiliki permintaan tinggi terkait kualitas dan kesehatan. Kami dapat menyesuaikan produk-produk sayuran hijau seperti itu untuk mereka.”
Pandemi juga memicu kekhawatiran mengenai keamanan pasar-pasar grosir, karena virus corona pada awalnya dideteksi di Pasar Ikan Grosir Huanan di Wuhan, pusat perebakan virus itu di China. Ibu kota, Beijing, juga mencatat adanya penularan dari sebuah pasar grosir daging, sayur dan buah-buahan besar.
Keamanan makanan merupakan salah satu alasan yang disebut banyak konsumen muda China yang lebih memilih sayuran yang ditanam dan dikemas di lingkungan terkontrol, meskipun produknya dijual dengan harga tinggi, biasanya dijual langsung ke supermarket maupun di platform e-commerce.
Song Xiaoyu, warga Shanghai yang berusia 21 tahun, mengatakan, "Saya lebih memilih sayuran yang diproduksi di rumah kaca. Meskipun harganya lebih mahal, kalau ada tuntutan yang tinggi untuk hidup Anda, Anda masih dapat memilihnya. Lagi pula, banyak sayuran yang tercemar oleh berbagai kontaminasi sekarang, kan?.” [uh/ab]