Ibu-ibu yang anak laki-lakinya terbunuh atau terluka akibat kekerasan senjata api bersaksi di Gedung Kongres. Mereka menyerukan undang-undang pengendalian senjata api yang lebih ketat.
Zeneta Everhart, yang putranya Zaire terluka dalam penembakan massal di Buffalo, New York, mengkritisi anggota Kongres yang tidak berbuat lebih banyak untuk membatasi akses pada senjata api gaya militer.
"Anggota DPR yang membiarkan berlanjutnya penembakan massal dengan tidak mengesahkan undang-undang yang lebih tegas guna mengekang senjata api, seharusnya tidak dipilih lagi," kata Everhart di depan sidang Komite DPR yang berfokus pada dampak kekerasan senjata api dan urgensi undang-undang pengendalian senjata api.
Walaupun kehilangan anak laki-lakinya dalam kekerasan senjata api, Lucretia Hughes tidak ingin kehilangan akses ke senjata api. Ia percaya bahwa pendidikan yang lebih baik akan mengatasi kekerasan senjata api. "Saya bangga menjadi anggota Proyek DC, perempuan untuk hak senjata," kata Hughes.
Sidang itu digelar sementara DPR yang dikuasai fraksi Demokrat diperkirakan akan menyetujui undang-undang yang akan menaikkan batas usia untuk membeli senapan semi-otomatis dan melarang penjualan magasin amunisi dengan kapasitas lebih dari 10 peluru.
Peluang RUU itu menjadi undang-undang sangat tipis karena Senat mengupayakan negosiasi yang berfokus pada peningkatan program kesehatan jiwa, meningkatkan keamanan sekolah, dan meningkatkan pemeriksaan latar belakang bakal pembeli senjata api.
Mayoritas orang dewasa di Amerika berpendapat, penembakan massal akan lebih jarang terjadi jika senjata api lebih sulit didapat, dan bahwa dibanding dua tahun lalu sekolah serta tempat umum lainnya kini menjadi kurang aman.[ka/em]