Tautan-tautan Akses

Para Pakar Militer: Pertempuran di Ukraina Tampak Seperti Perang di Masa Depan


Prajurit Ukraina dari Brigade Artileri Terpisah ke-55 berjalan di posisi dekat garis depan kota Marinka, di tengah serangan Rusia ke Ukraina, di wilayah Donetsk, Ukraina 26 Desember 2023. (Foto: REUTERS/Viacheslav Ratynskyi)
Prajurit Ukraina dari Brigade Artileri Terpisah ke-55 berjalan di posisi dekat garis depan kota Marinka, di tengah serangan Rusia ke Ukraina, di wilayah Donetsk, Ukraina 26 Desember 2023. (Foto: REUTERS/Viacheslav Ratynskyi)

Ukraina dan Rusia menggunakan drone atau pesawat tak berawak di medan perang di Ukraina. Menurut pakar militer AS, pasukan drone berukuran kecil bisa menjadi fitur rutin peperangan modern. Namun perkembangan global sistem senjata otonom yang mematikan itu menimbulkan beberapa kekhawatiran.

Pada Agustus, Pentagon mengumumkan program drone baru yang dijuluki “Replicator” untuk menyaingi militer China. Departemen Pertahanan mengatakan program tersebut, yang bergantung pada pengerahan drone kecil dalam jumlah besar, merupakan “perubahan besar” dalam keamanan nasional AS.

“Drone kecil pada dasarnya berarti menjadikan amunisi yang bisa dipandu dan jitu diakses semua pihak, di mana siapa pun di dunia yang memiliki beberapa ribu dolar, bisa membuat senjata sangat kuat dan tepat sasaran, yang sebelumnya hanya bisa diakses oleh negara-negara kuat. Jadi, saya kira kita akan terus menyaksikannya di medan perang," ujar Kolonel Mark Jacobsen dari Air War College.

Mark Jacobsen, seorang kolonel Amerika dan asisten profesor studi strategi dan keamanan di Air War College Angkatan Udara Amerika, kepada VOA mengatakan bahwa perang di Ukraina dalam hal penggunaan drone udara, belum pernah terjadi sebelumnya . Ia mengatakan Ukraina menggunakan antara 5 hingga 10 ribu drone per bulan, dan melatih rata-rata 10 ribu operator drone per tahun.

Seorang tentara Ukraina duduk di dalam tank senjata antipesawat Gepard Jerman yang digunakan untuk menargetkan drone yang diluncurkan Rusia di pinggiran Kyiv, pada 30 November 2023. (Foto: AFP)
Seorang tentara Ukraina duduk di dalam tank senjata antipesawat Gepard Jerman yang digunakan untuk menargetkan drone yang diluncurkan Rusia di pinggiran Kyiv, pada 30 November 2023. (Foto: AFP)

Beberapa drone yang digunakan di medan perang Ukraina memiliki kemampuan mandiri (otonom), dan dilengkapi dengan amunisi yang dilengkapi Kecerdasan Buatan yang bisa mengidentifikasi, melacak, dan menyerang target tanpa campur tangan manusia. Jacobsen mengatakan bahwa kemandirian tersebut menimbulkan beberapa kekhawatiran etika tentang mesin yang mengambil keputusan untuk membunuh.

“Karena situsi EW (Electronic Warfare) yang kompleks, sangat sulit untuk mengelola tautan datanya. Ada desakan yang semakin besar terhadap otonomi, atau drone yang bisa terbang sendiri dan mampu mengambil keputusan sendiri. Hal ini menimbulkan masalah etika," ujarnya.

James Rogers, Direktur Eksekutif Brooks Tech Policy Institute di Cornell University, mengatakan drone sudah membuat keputusan seperti itu.

“… Sistem senjata ini, setelah targetnya teridentifikasi berdasarkan algoritme yang ditetapkan sebelumnya, dapat membuat pilihan, apakah manusia akan hidup atau mati, tanpa ada manusia yang mengendalikannya. Jadi, penting untuk merencanakan masa depan,tetapi penting juga kita sadari masa depan seperti itu sudah ada di hadapan kita saat ini," kata dia.

Menurut Pentagon, meskipun drone saat ini mempunyai kemampuan tersebut, militer AS akan selalu mempraktikkan apa yang disebutnya “tingkat pertimbangan manusia yang tepat” sebelum menggunakan kekuatan apa pun. Namun mereka mengatakan kita tidak bisa mengandalkan pasukan perang lainnya akan memberlakukan hal yang sama. [my/jm]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG