Para aktivis yang memprotes keuntungan perusahaan, pelanggaran terhadap lingkungan, kondisi kerja yang buruk, dan perang Israel-Hamas, berunjuk rasa di pusat Kota San Francisco Minggu (12/11). Mereka bersatu menolak pertemuan puncak perdagangan global yang akan dihadiri oleh Presiden Joe Biden dan para pemimpin dari 20 lebih negara.
Serangkaian aksi protes diperkirakan akan terjadi sepanjang konferensi para pemimpin Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik pada minggu ini, yang akan dihadiri lebih dari 20.000 orang, termasuk ratusan wartawan internasional. Koalisi TIDAK untuk APEC, yang terdiri atas lebih dari 100 kelompok akar rumput, mengatakan kesepakatan perdagangan yang terjadi pada pertemuan puncak seperti APEC mengeksploitasi pekerja dan keluarga mereka.
Kecil kemungkinan para pemimpin dunia akan melihat sekilas protes tersebut mengingat zona keamanan ketat yang hanya bisa diakses oleh peserta di aula konferensi Moscone Center dan lokasi pertemuan puncak lainnya. Namun Suzanne Ali, salah seorang penyelenggara Gerakan Pemuda Palestina, mengatakan pemerintah AS perlu dimintai pertanggungjawaban karena memasok senjata ke Israel dalam perang melawan Hamas.
“Meskipun mereka tidak bisa melihat kami, saat kami melakukan pergerakan dan berunjuk rasa bersama, mereka akan tahu bahwa kami ada di luar sana,” katanya.
San Francisco memiliki tradisi panjang melakukan protes yang keras dan penuh semangat, begitu pula perundingan perdagangan. Pada tahun 1999, puluhan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan di Seattle selama konferensi Organisasi Perdagangan Dunia. Para pengunjuk rasa berhasil menunda dimulainya konferensi dan menarik perhatian global ketika polisi yang kewalahan menembakkan gas air mata dan peluru plastik serta menangkap ratusan orang.
Chili mengundurkan diri sebagai tuan rumah APEC pada tahun 2019 karena protes massal. Tahun lalu, ketika Thailand menjadi tuan rumah KTT di Bangkok, pengunjuk rasa pro-demokrasi mempertanyakan legitimasi perdana menteri Thailand. Polisi menembaki massa dengan peluru karet yang melukai beberapa pengunjuk rasa dan seorang jurnalis Reuters.
Kepala Departemen Kepolisian San Francisco Bill Scott mengatakan ia memperkirakan akan terjadi beberapa protes dalam sehari, meskipun tidak pasti berapa banyak yang akan terjadi. Ia juga memperingatkan jangan sampai terjadi perilaku kriminal.
“Masyarakat dipersilakan untuk menggunakan hak konstitusional mereka di San Francisco, namun kami tidak akan menoleransi orang yang melakukan tindakan kekerasan, atau perusakan properti, atau kejahatan lainnya,” kata Scott. “Kami akan melakukan penangkapan bila diperlukan.”
APEC, sebuah forum ekonomi regional, didirikan pada tahun 1989 dan beranggotakan 21 negara anggota, termasuk dua negara adidaya ekonomi terbesar di dunia – China dan Amerika Serikat – serta Meksiko, Brazil, dan Filipina. Pertemuan puncak yang menyertai pertemuan para CEO perusahaan besar tersebut juga dijadwalkan pada minggu ini, dan direncanakan akan diprotes oleh para pengecam pada hari Rabu (15/11).
Puncak dari KTT ini adalah pertemuan yang sangat dinantikan antara Presiden Biden dan Presiden China Xi Jinping, yang jarang – atau bahkan sama sekali tidak pernah bertemu dengan pengunjuk rasa di dalam negeri.
China menerapkan pengamanan ketat menjelang terjadinya peristiwa apa pun di dalam perbatasannya untuk memastikan tidak terjadi protes. Pemerintah juga meningkatkan pemeriksaan perbatasan di batas kota dan di titik-titik transit seperti stasiun kereta api dan bandara. Aktivis hak asasi manusia yang berbasis di China sering kali menerima kunjungan atau panggilan telepon dari polisi menjelang acara penting sebagai pengingat untuk tidak berdemonstrasi.
Rory McVeigh, profesor sosiologi dan direktur Pusat Studi Gerakan Sosial di Universitas Notre Dame, mengatakan politisi menggunakan protes untuk mengukur opini publik dan bahwa perhatian media ikut membantu.
“Mungkin banyak protes tidak membawa banyak perubahan, tapi kadang-kadang terjadi, dan kadang-kadang bisa membuat perbedaan besar,” katanya.
Komunitas Persatuan Amerika Vietnam di California Utara berencana untuk memprotes Xi dan Presiden Vietnam Vo Van Thuong. Koalisi Internasional untuk Hak Asasi Manusia di Filipina akan melakukan unjuk rasa untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat Filipina dan memprotes kehadiran Presiden Bongbong Marcos, putra diktator Ferdinand Marcos.
Para pengunjuk rasa kecewa karena San Francisco, dengan sejarahnya yang kaya dalam membela kelas pekerja, akan menjadi tuan rumah bagi para CEO perusahaan dan pemimpin negara-negara yang menurut mereka menimbulkan kerugian besar.
“Konyol sekali, mulai dari wali kota, gubernur, hingga presiden, mereka ingin mengatakan bahwa mengajak semua orang yang mengambil keuntungan dari krisis yang saling bersinggungan di zaman kita merupakan ide yang bagus,” kata Nik Evasco, seorang aktivis iklim. “Sungguh memuakkan.” [my/lt]
Forum