Para anggota parlemen Irak bertemu Selasa (1/7) untuk pertama kali sejak terpilih akhir April tetapi ketua parlemen sementara Mahdi al-Hafidh menutup sidang itu setelah sejumlah anggota tidak kembali setelah jeda.
Dia mengatakan sidang akan dilanjutkan dalam seminggu jika ada kemungkinan dicapai kesepakatan.
Perdana Menteri Nouri al-Maliki tadinya adalah yang paling kuat untuk mengklaim masa jabatan ketiganya setelah pemilu itu, tetapi sejak itu militan Islamis Sunni telah merebut sebagian Irak utara dan barat dan menjerumuskan negara itu ke dalam krisis.
Para pemimpin Barat telah mendesak para pejabat Irak untuk membentuk pemerintahan yang inklusif untuk menghadapi perpecahan antara golongan agama di antara penduduk Shiah, Sunni dan Kurdi.
Amerika Serikat belum menyerukan pengunduran diri Maliki, tetapi telah berkali-kali menekankan perlunya meninggalkan pemerintahan yang dituduh menyisihkan kaum minoritas Irak.
Sekretaris Pers Gedung Putih Josh Earnest mengatakan Senin bahwa Irak-lah yang mengambil keputusan mengenai para pemimpinnya dan Amerika berharap para anggota badan legislatif atau parlemen bertindak dengan cepat untuk mencapai persetujuan.
Irak telah beroperasi berdasarkan sistem di mana perdana menteri adalah seorang Syiah, presiden seorang Kurdi dan kepala parlemen Sunni.
Irak telah beroperasi berdasarkan sistem dimana perdana menteri adalah seorang Shiah, presiden seorang Kurdi dan pimpinan parlemen seorang Sunni.