Langkah ini adalah salah satu dari sejumlah kebijakan yang dijalankan Pakistan untuk membendung kekerasan ekstremis setelah militan Taliban membantai 150 orang, sebagian besar anak-anak, dalam serangan terhadap sebuah sekolah bulan lalu.
RUU untuk pengadilan militer yang diusulkan itu telah disetujui oleh semua anggota yang hadir di majelis rendah parlemen Pakistan. Ketua parlemen Ayaz Sadiq mengumumkan hasilnya .
"Ke 247 anggota memberikan suara mereka untuk mendukung dan tidak ada satu anggotapun menolak. Oleh karenanya RUU tersebut disahkan oleh Majelis dengan suara tidak kurang dari dua pertiga dari jumlah anggota DPR," kata Sadiq.
RUU ini kemudian juga mendapat dua pertiga suara mayoritas di Senat. RUU ini diharapkan akan ditandatangani untuk menjadi undang-undang oleh presiden minggu ini. Pengadilan militer ini akan bertugas untuk masa dua tahun. Anggota partai-partai Islam abstain, menuduh RUU itu dirancang untuk menarget kelompok-kelompok agama dengan dalih melawan ekstremis.
Sebagian pengecam menyatakan khawatir, pemerintah akan menggunakan pengadilan militer itu untuk menekan lawan-lawan politiknya. Tapi Perdana Menteri Nawaz Sharif berusaha meredakan kekhawatiran tersebut dalam pernyataannya pada senat Pakistan .
Nawaz Sharif mengatakan, "Hanya teroris garis keras yang terlibat dalam pembunuhan anak-anak, perempuan, laki-laki, aparat keamanan dan pejabat pemerintah yang akan diadili di pengadilan militer."
Perdana menteri Pakistan itu mengatakan pasukan ekstremis dan teroris menjadi ancaman bagi Pakistan dan langkah-langkah “yang luar biasa " diperlukan untuk membasmi ancaman ini.
RUU itu diajukan tiga minggu setelah beberapa penyerang bunuh diri mengebom sebuah sekolah yang dikelola militer di Peshawar , menewaskan 134 anak-dan 16 stafnya . Taliban Pakistan mengaku bertanggung jawab . Dalam pesan video hari Senin , pemimpin Taliban Pakistan yang buron, Mullah Fazlullah , berjanji akan menyerang lebih banyak lagi anak-anak.
Para pembela HAM menentang pengadilan militer dan menekankan perlunya memperkuat pengadilan sipil yang sudah ada dan meningkatkan metode-metode penyelidikan polisi untuk membawa teroris ke pengadilan . Meski demikian pengecam keras militer Pakistan, seperti Senator Afrasiab Khattak, memilih pengadilan yang dijalankan oleh militer .
"Kita sedang berperang melawan teroris, dan situasi negara benar-benar memerlukan pengadilan cepat yang akan memutuskan nasib para teroris dalam waktu singkat. Itulah sebabnya mengapa kami telah mendukung langkah ini, karena dalam situasi ini, inilah satu-satunya cara yang efisien untuk mengadili teroris," ungkapnya.
Para pendukung pengadilan militer mengatakan serangan-serangan maut terhadap hakim dan jaksa sipil, polisi dan kelemahan dalam UU yang ada menyebabkan sedikitnya hukuman yang dijatuhkan dalam kasus-kasus terkait kegiatan teroris dalam beberapa tahun belakangan ini.