Tautan-tautan Akses

Pasca Jatuhnya Assad, Kelompok-kelompok Minoritas Suriah Ingin Suara Mereka Didengar


Anggota Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi berjalan di bandara internasional Qamishli, setelah pemberontak Suriah mengumumkan bahwa mereka telah menggulingkan Bashar al-Assad, di Qamishli, Suriah, 9 Desember 2024. (Orhan Qereman/REUTERS)
Anggota Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi berjalan di bandara internasional Qamishli, setelah pemberontak Suriah mengumumkan bahwa mereka telah menggulingkan Bashar al-Assad, di Qamishli, Suriah, 9 Desember 2024. (Orhan Qereman/REUTERS)

Kelompok-kelompok agama dan etnis minoritas di Suriah, yang telah lama tertindas di bawah kepemimpinan Presiden Bashar al-Assad, mengatakan bahwa mereka berharap untuk diikutsertakan dalam pengambilan keputusan politik mengenai masa depan negara yang dilanda perang tersebut.

Bassam Said Ishak adalah presiden Dewan Nasional Suriah. Berbasis di timur laut Suriah, dewan tersebut mengatakan bahwa mereka bertujuan membela hak-hak umat Kristen dan semua kelompok minoritas lainnya di pemerintahan pasca-Assad dengan harapan membangun Suriah baru yang demokratis, sekuler, dan pluralistik di mana semua warga negara memiliki hak yang sama.

“Saya ingin melihat perundingan nyata di Suriah mengenai konstitusi baru karena pemberontak mengatakan mereka ingin memulai perundingan tersebut. Yang saya maksud dengan negosiasi nyata adalah tidak ada seorang pun yang dikecualikan. Jadi, negosiasi inklusif. Semua kelompok yang mempunyai pendapat mengenai masa depan Suriah dan mempunyai kekhawatiran, visi, dan harapan masing-masing untuk duduk dan menyuarakan apa yang ada di hati dan pikiran mereka tanpa intervensi dari kekuatan luar untuk memutuskan siapa yang boleh hadir atau tidak hadir dalam perundingan ini,” sebutnya.

Sementara itu, pemimpin spiritual komunitas Druze di Suriah, yang terbesar di Timur Tengah, dan tinggal wilayah Sweida di barat daya negara itu, mengeluarkan pernyataan yang mendesak semua warga Suriah untuk tetap waspada, dengan mengatakan “perjalanan ke depan masih panjang dan pertempuran belum berakhir. ”

Dia mengatakan kelompoknya menyerukan “semua orang untuk melindungi properti publik dan pribadi sebagai kewajiban nasional dan moral, mencegah tindakan vandalisme dan memblokir segala upaya untuk melemahkan keamanan dan stabilitas di Sweida.”

Pasca Jatuhnya Assad, Kelompok-kelompok Minoritas Suriah Ingin Suara Mereka Didengar
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:05:05 0:00

Mazloum Abdi, komandan Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah kelompok bersenjata pimpinan Kurdi yang didukung AS dan beranggotakan para pejuang Kristen yang berperan penting dalam menumpas militan ISIS, mengungkapkan harapan akan adanya kepemimpinan baru.

“Perubahan ini memberikan peluang untuk membangun Suriah baru berdasarkan demokrasi dan keadilan yang menjamin hak-hak seluruh warga Suriah,” katanya dalam sebuah pernyataan tertulis.

Serangan pemberontak yang dimulai pada 27 November, dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham, atau HTS, yang dipimpin oleh Abu Mohammed al-Golani, mengakhiri kekuasaan lima dekade pemerintahan Assad yang ditandai dengan penindasan dengan kekerasan untuk membungkam perbedaan pendapat.

Amerika Serikat dan negara-negara lain menetapkan HTS sebagai kelompok teroris karena mereka pernah menjadi bagian dari al-Qaida, namun kelompok Islam tersebut kemudian memisahkan diri dan tampaknya telah melunakkan pendiriannya. Sejak pengambilalihan Aleppo dan wilayah lainnya, mereka mengumumkan bahwa mereka akan melindungi populasi minoritas Suriah. Namun, hal tersebut mungkin tidak akan dilakukan kelompok-kelompok pemberontak lainnya.

Nadine Maenza, presiden Sekretariat Kebebasan Beragama Internasional yang berbasis di Washington, mengatakan kepada VOA bahwa dia menerima laporan saksi mata mengenai kekejaman yang dilakukan terhadap belasan kelompok agama dan etnis minoritas Suriah dalam beberapa hari terakhir di wilayah Shebha di luar Aleppo.

Dia menyampaikan kekhawatirannya dalam sebuah laporan kepada Kongres Amerika Serikat. “Kekhawatiran kami adalah keselamatan semua agama dan etnis minoritas. Mengingat rekam jejak HTS dan milisi dukungan Turki yang memiliki sejarah pelanggaran agama berat terhadap kelompok-kelompok tersebut. Kekejaman masih terus terjadi terhadap warga Kurdi, Yazidi, Kristen, dan kelompok agama minoritas lainnya, namun secara khusus kita melihat kekejaman ini dilakukan oleh milisi Islam yang didukung Turki,” jelasnya.

Julien Barnes-Dacey, direktur program Timur Tengah Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, mengatakan kepada VOA bahwa “kekhawatiran sudah muncul mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya (di Suriah), ketakutan mengenai pandangan-pandangan Islamis dari HTS dan prospek kekacauan baru, kekerasan dan fragmentasi di tengah transisi yang kemungkinan diperebutkan.”

“Ada juga kekhawatiran bahwa konflik antara Turki dan Kurdi Suriah dapat memberikan ruang baru bagi ISIS untuk melakukan eksploitasi,” kata Barnes-Dacey, dalam keterangan tertulisnya.

Namun dia menambahkan bahwa “harapan terbesar seharusnya terletak pada rakyat Suriah sendiri. “Mereka, lebih daripada pihak luar mana pun, menginginkan transisi yang stabil, karena merekalah yang benar-benar terdampak konflik,” tulisnya.

Kekuatan brutal Presiden Suriah Assad terhadap demonstrasi prodemokrasi pada tahun 2011 memicu perang saudara selama 13 tahun yang mengakibatkan 500.000 warga Suriah tewas dan pengungsian setengah dari 23 juta populasi Suriah sebelum perang. [ab/uh]

Forum

XS
SM
MD
LG