Paus Fransiskus hari Selasa (28/11) bertemu dengan pemimpin sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi, sehari setelah panglima militer negara itu mengatakan kepadanya bahwa “tidak ada diskriminasi agama” di Myanmar.
PBB dan Amerika telah menuduh militer Myanmar melakukan “pembersihan etnis” dalam kekerasan terhadap Muslim Rohingya, dan Aung San Suu Kyi, penerima hadiah Nobel Perdamaian telah menghadapi kecaman atas tanggapannya terhadap krisis itu.
Paus Fransiskus bertemu dengan panglima militer, Jenderal Besar Min Aung Hlaing, pada hari Senin (27/11) ketika ia memulai lawatannya ke negara di Asia tenggara itu untuk membahas kekerasan di negara bagian Rakhine yang menyebabkan lebih dari 620.000 orang Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.
“Sama sekali tidak ada diskriminasi agama di Myanmar,” kata Jenderal Min dalam tulisan yang diunggah di Facebook oleh kantornya. “Demikian juga militer kita melakukan yang terbaik bagi perdamaian dan stabilitas negara.”
Ribuan umat Katholik Myanmar yang berjumlah hampir 700.000 melakukan perjalanan untuk menyambut Sri Paus ketika ia mendarat di Yangon, dan lebih dari 150.000 orang telah terdaftar untuk menghadiri misa yang akan diadakannya pada hari Rabu, menurut juru bicara Gereja Katolik Myanmar Mariano Soe Naing.
Pemimpin Gereja Katolik Roma itu telah menyebut Muslim Rohingya di negara mayoritas Buddha tersebut sebagai “saudara” ketika berbicara menentang kekerasan di negara bagian Rakhine yang bermasalah. [lt]