Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan peningkatan pengerahan bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Namun sekretaris jenderal PBB mengatakan cara Israel melakukan operasi militernya menciptakan "hambatan besar" terhadap distribusi bantuan di wilayah kantong yang terpukul.
Setelah berhari-hari berselisih untuk menghindari ancaman veto AS, Dewan Keamanan pada Jumat (22/12) mengeluarkan resolusi yang mendesak diterapkannya sejumlah langkah untuk memudahkan “akses kemanusiaan yang aman, tanpa hambatan, dan diperluas” ke Gaza dan “kondisi untuk penghentian pertempuran yang berkelanjutan.”
Resolusi tersebut lebih lunak dari rancangan sebelumnya yang menyerukan diakhirinya perang yang telah berlangsung selama 11 minggu. Resolusi tersebut juga mengurangi kontrol Israel atas pengiriman bantuan, sehingga membuka jalan bagi pemungutan suara di mana AS, sekutu utama Israel, abstain.
Washington berulang kali mendukung hak Israel untuk membela diri setelah serangan militan Hamas yang berkuasa di Gaza pada 7 Oktober, yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 240 orang kembali ke wilayah tersebut.
Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan mengatakan Dewan Keamanan seharusnya lebih fokus pada pembebasan para sandera dan berkonsentrasi pada “mekanisme bantuan” tidak diperlukan karena Israel mengizinkan “pengiriman bantuan dalam skala yang diperlukan.”
Hamas dan Otoritas Palestina yang bermarkas di Tepi Barat berbeda pendapat mengenai tindakan tersebut. Hamas mengatakan bahwa gerakan itu “tidak cukup” untuk memenuhi kebutuhan wilayah tersebut dan menentang seruan internasional untuk mengakhiri “agresi Israel.”
Kementerian Luar Negeri Palestina menyambut baik resolusi tersebut sebagai sebuah langkah yang akan membantu “mengakhiri agresi, memastikan datangnya bantuan dan melindungi rakyat Palestina.”
AS dan Israel, yang bertekad untuk memberantas Hamas, menentang gencatan senjata, dan berpendapat bahwa hal itu akan memungkinkan kelompok militan Islam untuk berkumpul kembali dan mempersenjatai kembali.
Namun, pemerintahan Presiden AS Joe Biden semakin kritis terhadap meningkatnya jumlah korban jiwa dan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk ketika Israel terus melancarkan serangan darat dan udara.
Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan cara Israel melakukan operasinya “menciptakan hambatan besar terhadap distribusi bantuan kemanusiaan” di Gaza, di mana PBB mengatakan bantuan yang tersedia hanya 10 persen dari yang dibutuhkan.
Israel mengatakan 5.405 truk bantuan – yang membawa makanan, air dan pasokan medis – telah memasuki Gaza sejak perang dimulai.
Laporan terbaru mengenai korban jiwa dari Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan serangan Israel menewaskan 20.057 warga Palestina dan 53.320 lainnya terluka. Serangan itu juga menghancurkan sebagian besar wilayah kantong tersebut dan membuat sebagian besar penduduk yang berjumlah 2,3 juta orang mengungsi.
Israel mengatakan 140 tentaranya tewas sejak melancarkan serangan darat pada 20 Oktober.
Serangan Udara Siang Malam
Serangan udara, pengeboman artileri, dan pertempuran dilaporkan terjadi di Gaza hingga Jumat (22/12) malam. Sementara itu harapan untuk kemajuan dalam pembicaraan di Mesir, yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata baru antara Israel dan Hamas yang sedang berselisih, semakin meredup.
Penduduk Al-Bureij, di tengah-tengah Gaza, diperintahkan oleh militer Israel untuk segera berpindah ke wilayah selatan. Instruksi tersebut menandakan pergeseran fokus serangan darat, yang sebelumnya telah merusak bagian utara kantong tersebut, dan sekarang diarahkan ke serangkaian serangan di bagian selatan.
Beberapa warga mengemasi gerobak keledai dan pergi. Namun belum ada tanda-tanda akan adanya sejumlah besar orang dari Al-Bureij yang bergabung dengan ratusan ribu orang yang melarikan diri dari daerah lain.
"Ke mana kami harus pergi? Tidak ada tempat yang aman," kata Ziad, seorang petugas medis dan ayah enam anak, kepada Reuters melalui telepon. “Mereka meminta orang-orang untuk pergi ke (kota Gaza tengah) Deir Al-Balah, di mana mereka melakukan pengeboman siang dan malam.”
Serangan udara Israel terhadap sebuah rumah di kamp pengungsi Nusseirat menewaskan tiga orang termasuk seorang jurnalis saluran TV Aqsa Hamas dan dua kerabatnya, kata pejabat kesehatan dan media Hamas.
Kematian reporter tersebut akan menambah jumlah jurnalis yang tewas dalam konflik Israel-Hamas menjadi sedikitnya 69 orang, menurut perhitungan Komite Perlindungan Jurnalis.
Di wilayah selatan, setidaknya empat warga sipil tewas dalam serangan udara terhadap sebuah mobil di Rafah, kata seorang pekerja penyelamat Palestina. Seorang anak laki-laki, wajahnya berlumuran darah, dan seorang anak perempuan, dibawa pergi, demikian tayangan video. Belum ada komentar langsung dari Israel.
“Serangan Israel yang membabi-buta terhadap Gaza telah mengubah bagian utara Jalur Gaza menjadi tumpukan puing,” kata badan amal medis MSF dalam sebuah unggahan di X. “Di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Gaza selatan, korban tewas dan terluka terus berdatangan hampir setiap hari. Tidak ada tempat yang aman."
Kantor berita resmi Palestina WAFA menyebutkan sedikitnya 18 warga Palestina tewas dan puluhan lainnya terluka dalam serangan udara terhadap sebuah rumah di Nuseirat, Gaza tengah, Jumat (22/12) malam.
Militer Israel menyatakan penyesalannya atas kematian warga sipil tetapi menyalahkan Hamas yang didukung Iran karena beroperasi di daerah padat penduduk atau menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia, sebuah tuduhan yang dibantah oleh kelompok tersebut. [ah/ft]
Forum