Peningkatan Gizi Global (Scaling Up Nutrition) yang disingkat SUN, adalah gerakan yang dicanangkan PBB tiga tahun lalu. Gerakan ini melibatkan pemerintah, organisasi-organisasi swasta dan perorangan dalam upaya mengakhiri kelaparan dan kekurangan gizi global. Masalah itu dibicarakan baik dari segi moral maupun ekonomi di sela-sela Sidang Umum PBB pekan lalu di New York.
Berbicara dalam pertemuan SUN, Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon, mengatakan, pertumbuhan 200 juta anak di dunia tersendat akibat kekurangan gizi. Ia mengacu pada tinjauan ilmiah tahun 2008, yang menyimpulkan bahwa investasi dalam gizi adalah cara yang paling efektif dalam menjamin masyarakat miskin punya kesempatan terbaik dalam kehidupan ini.
“Gizi yang baik, tidak hanya dengan menambah makanan sehat, meskipun hal itu termasuk di antaranya. Tidak pula hanya menjamin adanya akses ke perawatan kesehatan, meskipun ini juga bagian dari itu, bukan pula dengan undang-undang ketenagakerjaan yang baik, maupun bisnis pertanian yang peka gizi, atau sanitasi yang efektif,” kata Ban.
Sekjen PBB itu mengatakan, SUN menunjukkan bahwa gizi yang baik dapat dicapai, jika semua unsur tersebut dijadikan bagian dari strategi yang mencakup penggunaan dana, undang-undang dan tindakan terpadu.
Ketua SUN dan Direktur Eksekutif UNICEF, Anthony Lake, mengatakan, kalau anak-anak yang kekurangan gizi memasuki angkatan kerja, kemampuan mereka untuk memperoleh penghasilan diperkirakan berkurang 22 persen.
“Hal itu akan membuat lebih sulit untuk membeli makanan bagi keluarga mereka, semakin rentan terhadap penyakit yang bisa dicegah, dan besar kemungkinan dapat mengabadikan siklus itu pada anak mereka,” paparnya.
Lake mengatakan, gizi minimal, air susu ibu, pemeliharaan kesehatan dan program gizi masyarakat dapat mencegah pertumbuhan yang tersendat. Berapa biayanya? Relatif murah, kata Lake, tidak lebih dari 20 dolar tiap anak pada usia seribu hari pertama.
Menteri Luar Negeri Bangladesh, Dipu Moni, yang membacakan sambutan Perdana Menteri negaranya mengatakan, sekitar sepertiga kaum ibu Bangladesh kekurangan gizi. Akibatnya, mereka kurang darah sehingga bisa membahayakan pada waktu bersalin.
“Maka kami menganjurkan penundaan perkawinan untuk memperbaiki dulu status gizi perempuan remaja dan menurunkan angka bayi yang lahir dengan berat badan kurang,” ujarnya.
Beberapa pembicara mengatakan bahwa upaya mengatasi kekurangan gizi ini, harus melibatkan kemitraan negara dan swasta. Menteri Keuangan Nigeria, Okonjo Iweala, menambahkan bahwa pemerintah juga harus menangani sektor kesehatan, gizi, sumber air dan sanitasi secara terpadu.
“Kami mendapati bahwa pertanian, kesehatan, gender, kementerian keuangan, semuanya harus dilibatkan, dan kami mencoba mengupayakan hal ini ke dalam suatu inisiatif yang kami sebut “menyelamatkan satu juta jiwa,” tambahnya.
Kepala WHO, Margaret Chan, menegaskan, ada aspek lain dalam gizi yang baik, yaitu mengurangi konsumsi makanan yang merusak. Ia mengatakan, yang merusak itu termasuk minyak jenuh, garam dan gula.
Berbicara dalam pertemuan SUN, Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon, mengatakan, pertumbuhan 200 juta anak di dunia tersendat akibat kekurangan gizi. Ia mengacu pada tinjauan ilmiah tahun 2008, yang menyimpulkan bahwa investasi dalam gizi adalah cara yang paling efektif dalam menjamin masyarakat miskin punya kesempatan terbaik dalam kehidupan ini.
“Gizi yang baik, tidak hanya dengan menambah makanan sehat, meskipun hal itu termasuk di antaranya. Tidak pula hanya menjamin adanya akses ke perawatan kesehatan, meskipun ini juga bagian dari itu, bukan pula dengan undang-undang ketenagakerjaan yang baik, maupun bisnis pertanian yang peka gizi, atau sanitasi yang efektif,” kata Ban.
Sekjen PBB itu mengatakan, SUN menunjukkan bahwa gizi yang baik dapat dicapai, jika semua unsur tersebut dijadikan bagian dari strategi yang mencakup penggunaan dana, undang-undang dan tindakan terpadu.
Ketua SUN dan Direktur Eksekutif UNICEF, Anthony Lake, mengatakan, kalau anak-anak yang kekurangan gizi memasuki angkatan kerja, kemampuan mereka untuk memperoleh penghasilan diperkirakan berkurang 22 persen.
“Hal itu akan membuat lebih sulit untuk membeli makanan bagi keluarga mereka, semakin rentan terhadap penyakit yang bisa dicegah, dan besar kemungkinan dapat mengabadikan siklus itu pada anak mereka,” paparnya.
Lake mengatakan, gizi minimal, air susu ibu, pemeliharaan kesehatan dan program gizi masyarakat dapat mencegah pertumbuhan yang tersendat. Berapa biayanya? Relatif murah, kata Lake, tidak lebih dari 20 dolar tiap anak pada usia seribu hari pertama.
Menteri Luar Negeri Bangladesh, Dipu Moni, yang membacakan sambutan Perdana Menteri negaranya mengatakan, sekitar sepertiga kaum ibu Bangladesh kekurangan gizi. Akibatnya, mereka kurang darah sehingga bisa membahayakan pada waktu bersalin.
“Maka kami menganjurkan penundaan perkawinan untuk memperbaiki dulu status gizi perempuan remaja dan menurunkan angka bayi yang lahir dengan berat badan kurang,” ujarnya.
Beberapa pembicara mengatakan bahwa upaya mengatasi kekurangan gizi ini, harus melibatkan kemitraan negara dan swasta. Menteri Keuangan Nigeria, Okonjo Iweala, menambahkan bahwa pemerintah juga harus menangani sektor kesehatan, gizi, sumber air dan sanitasi secara terpadu.
“Kami mendapati bahwa pertanian, kesehatan, gender, kementerian keuangan, semuanya harus dilibatkan, dan kami mencoba mengupayakan hal ini ke dalam suatu inisiatif yang kami sebut “menyelamatkan satu juta jiwa,” tambahnya.
Kepala WHO, Margaret Chan, menegaskan, ada aspek lain dalam gizi yang baik, yaitu mengurangi konsumsi makanan yang merusak. Ia mengatakan, yang merusak itu termasuk minyak jenuh, garam dan gula.