Para pemimpin di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan hak-hak perempuan di seluruh dunia kini berada di bawah ancaman, dan ancaman tersebut terutama terjadi di negara-negara yang terkena dampak konflik.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Direktur Eksekutif UN Women Sima Sami Bahous berjanji untuk melakukan lebih banyak hal di seluruh badan dunia itu, tetapi keduanya meminta negara-negara anggotanya untuk juga berkomitmen meningkatkan partisipasi dan perlindungan perempuan di negara asal mereka.
“Partisipasi dan perlindungan perempuan jelas saling terkait. Kami tidak dapat memilih yang satu tanpa yang lain, dan kami tidak dapat mengharapkan perempuan ikut serta membangun perdamaian jika hidup mereka terus menerus berada di bawah ancaman,” ujar Bahous.
Ia menambahkan sebuah laporan PBB mendapati bahwa negara-negara di seluruh dunia terus menanamkan lebih banyak investasi pada pertahanan dan keamanan, dan mengesampingkan layanan sosial.
“Negara-negara berkembang adalah negara yang setara, dan negara yang setara adalah negara yang lebih damai. Tetapi orang tidak dapat berkembang tanpa investasi pada kebutuhan dasar mereka, seperti kesehatan dan perlindungan sosial,” ujar Bahous.
Lebih jauh Bahous menunjukkan bagaimana “negara-negara yang terkena dampak konflik menghabiskan dua hingga tiga kali lebih banyak sumber daya yang mereka miliki untuk bidang pertahanan dibanding meningkatkan layanan kesehatan. Hal sebaliknya terjadi di sebagian negara besar yang stabil.”
Guterres mengatakan sudah waktunya untuk “memutar waktu ke depan demi peningkatan hak-hak perempuan dan memberikan kesempatan pada separuh umat manusia itu untuk membangun perdamaian yang kita semua impikan.”
Guterres dan Bahous menegaskan perempuan perlu mengambil bagian dari proses pengambilan keputusan untuk memastikan perdamaian dan kesetaraan di seluruh dunia, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan lewat perwakilan perempuan yang menduduki jabatan publik. [em/lt]