Tautan-tautan Akses

PBB Kecam Peningkatan Penggunaan Eksekusi di Iran


Sekjen PBB Antonio Guterres mengutuk peningkatan eksekusi dan hukuman mati oleh pemerintah Iran (foto: dok).
Sekjen PBB Antonio Guterres mengutuk peningkatan eksekusi dan hukuman mati oleh pemerintah Iran (foto: dok).

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk peningkatan eksekusi dan hukuman mati oleh pemerintah Iran – termasuk di antara anak-anak. Tindakan demikian dikatakan telah melanggar hukum internasional. Guterres telah menyerahkan laporan tentang situasi hak asasi manusia di Iran ke Dewan HAM PBB.

Sekretaris Jenderal PBB Antonia Guterres menyesalkan meningkatnya penggunaan eksekusi dan hukuman mati oleh Teheran, dengan mengatakan berbagai eksekusi didasarkan pada tuduhan yang tidak termasuk “kejahatan paling serius” dan tidak sesuai dengan standar pengadilan yang adil.

Wakil Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Nada Al-Nashif, yang memaparkan laporan tersebut, mengatakan sedikitnya 570 orang telah dieksekusi dalam dua tahun terakhir, sebagian besar atas tuduhan terkait narkoba. Mereka yang dieksekusi, katanya, termasuk sedikitnya 14 wanita dan lebih dari 100 orang dari kelompok-kelompok minoritas.

Wakil Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Nada Al-Nashif
Wakil Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Nada Al-Nashif

Al-Nashif mengecam eksekusi sedikitnya dua pelaku anak antara Agustus 2021 dan Maret 2022, yang melanggar hukum internasional. Dia mengatakan lebih dari 85 pelaku anak masih berada dalam daftar hukuman mati.

“Pola perampasan kehidupan secara sewenang-wenang akibat kekuatan berlebihan yang digunakan oleh pihak berwenang terhadap kurir perbatasan, pengunjuk rasa damai, dan mereka yang ditahan, berlanjut dengan impunitas. Skala kematian dalam tahanan, baik sebagai akibat kekerasan maupun perlakuan buruk oleh pejabat maupun karena kurangnya akses tepat waktu ke perawatan medis menjadi perhatian serius,” ujarnya.

Laporan tersebut menuduh pemerintah Iran megawasi ketat penduduknya melalui langkah-langkah yang semakin represif. Dilaporkan, pemerintah mempertahankan kontrol total melalui undang-undang yang keras, penggunaan kekerasan, dan pelanggaran luas hak asasi manusia.

Al-Nashif mengutip serangkaian tindakan legislatif dengan konsekuensi merugikan bagi hak-hak reproduksi masyarakat dan akses tanpa sensor ke Internet. Namun, undang-undang tersebut menurutnya gagal mengkriminalisasi kekerasan terhadap perempuan dan merusak hak-hak minoritas, khususnya minoritas agama Baha'i.

“Ruang sipil dan demokrasi terus dibatasi dengan pembela hak asasi manusia dan aktivis masyarakat sipil yang beroperasi dalam lingkungan koersif di mana pelanggaran dilakukan dengan impunitas. Pada bulan April dan Mei 2022, sedikitnya 55 orang, guru, pengacara, pembela hak-hak buruh, seniman, dan akademisi ditangkap ketika berunjuk rasa,” tambahnya.

Wakil tetap Iran di Jenewa, Mehdi Ali Abadi mengecam laporan itu sebagai alat politik yang mengerikan dan memalukan yang digunakan oleh Amerika Serikat dan Kanada untuk melawan negaranya. Dia mengatakan laporan itu bias dan didasarkan pada tuduhan palsu. Dia mengatakan Iran berkomitmen penuh untuk perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia dan menghormati kewajiban internasionalnya. [lt/jm]

XS
SM
MD
LG