Tautan-tautan Akses

PBB: Keputusan Taliban Larang Anak Perempuan Belajar di Sekolah Kedokteran akan Perburuk Krisis Kemanusiaan


Mahasiswi Afghanistan yang mengambil jurusan kesehatan berjalan di salah satu area di Kabul, pada 3 Desember 2024. (Foto: AFP/Wakil Kohsar)
Mahasiswi Afghanistan yang mengambil jurusan kesehatan berjalan di salah satu area di Kabul, pada 3 Desember 2024. (Foto: AFP/Wakil Kohsar)

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (12/12) memperingatkan bahwa keputusan Taliban untuk melarang para pelajar perempuan mengikuti pelatihan medis diperkirakan akan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah mengerikan di Afghanistan, yang terburuk kedua di dunia setelah Sudan. Hal tersebut disampaikan Wakil Sekjen PBB Untuk Urusan Kemanusiaan dan Bantuan Darurat Tom Fletcher dalam pertemuan triwulan Dewan Keamanan PBB.

Lebih jauh Fletcher mengatakan pembatasan yang diberlakukan Taliban bagi pelajar perempuan untuk menempuh pelatihan dan pendidikan medis berpotensi menimbulkan “kerusakan serius dan permanen” pada layanan kesehatan bagi perempuan dan anak perempuan Afghanistan.

Awal bulan ini, otoritas kesehatan Taliban memerintahkan institusi medis publik dan swasta di seluruh negeri untuk menghentikan pendaftaran pelajar perempuan dan penyelesaian ujian akhir semester mereka. Namun tetap memberikan waktu 10 hari bagi institusi medis untuk mengizinkan para siswi mengikuti ujian semester.

“Ini adalah sektor terakhir yang tersisa di mana perempuan Afghanistan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, setelah larangan melanjutkan pendidikan tinggi bagi anak perempuan,” ujar Fletcher. “Ini akan mencegah lebih dari 36.000 bidan dan 2.800 perawat memasuki dunia kerja dalam beberapa tahun ke depan, dan tingkat kematian antenatal, neonatal dan maternal dapat meningkat secara dramatis,” katanya.

Fletcher mencatat bahwa sepertiga perempuan di Afghanistan telah melahirkan tanpa bantuan medis profesional, dan setiap dua jam seorang perempuan meninggal akibat komplikasi ibu hamil yang sebenarnya dapat dicegah

Larangan terhadap pendidikan kedokteran bagi perempuan adalah yang terbaru dari serangkaian aturan yang diberlakukan oleh para pemimpin radikal Taliban di Afghanistan sejak mereka kembali berkuasa pada Agustus 2021.

Sebelumnya mereka melarang pendidikan sekolah menengah bagi anak perempuan dan melarang perempuan Afghanistan untuk bekerja, kecuali mereka yang berada di bidang kesehatan. dan beberapa sektor lainnya.

Pembatasan ini merupakan bagian dari apa yang dikenal sebagai undang-undang “Mempromosikan Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan”, atau undang-undang PVPV, yang telah diumumkan oleh Taliban sejalan dengan interpretasi hukum Islam yang ketat.

Seorang perawat memeriksa seorang balita di bangsal malnutrisi di Rumah Sakit Anak-anak Indira Gandhi di Kabul, Afghanistan, pada 24 Februari 2022. (Foto: AP/Hussein Malla)
Seorang perawat memeriksa seorang balita di bangsal malnutrisi di Rumah Sakit Anak-anak Indira Gandhi di Kabul, Afghanistan, pada 24 Februari 2022. (Foto: AP/Hussein Malla)

Dalam pidato virtual pada pertemuan Dewan Keamanan pada Kamis (12/12), Kepala Misi Bantuan PBB di Afghanistan, Roza Otunbayeva, mengatakan ia sangat mendesak Taliban untuk mempertimbangkan kembali larangan mereka terhadap pendidikan kedokteran bagi perempuan.

“Pemerintah de facto Afghanistan terus menerus mewujudkan visi mereka mengenai sistem Islam dengan pembatasan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap perempuan dan anak perempuan. Saat ini hampir 1.200 hari anak perempuan tidak memiliki akses terhadap pendidikan formal setelah kelas enam, dan perempuan menghadapi penghapusan progresif dari hampir semua lapisan masyarakat,” katanya.

Dalam pertemuan yang sama Duta Besar AS Untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengutuk Taliban yang membatasi pendidikan, pekerjaan, dan kesejahteraan perempuan dan anak perempuan secara keseluruhan.

Dia mengecam pembatasan pendidikan medis perempuan sebagai hal yang “sakit dan tidak berperasaan”, dan menyebutnya sebagai “hukuman mati” bagi perempuan Afghanistan yang membutuhkan perawatan medis yang berpotensi menyelamatkan nyawa.

“Bagaimana kebutuhan perawatan kesehatan perempuan akan terpenuhi saat tidak ada dokter, perawat, dokter gigi, dan bidan perempuan yang berkualitas di masa depan, sementara dokter laki-laki tidak diizinkan untuk merawat perempuan,” kata Thomas-Greenfield.

“Ini bukan budaya, dan ini bukan agama. Ini tidak dapat dipahami. Ini sakit. Ini tidak berperasaan. Itu berarti orang-orang ini – Taliban – menghukum ibu yang melahirkan mereka, saudara perempuan mereka, istri mereka, anak perempuan mereka sendiri, untuk mati di depan mata mereka jika jatuh sakit,” katanya.

Utusan AS tersebut menekankan bahwa setiap keterlibatan dengan Taliban harus dikaitkan dengan dialog yang lebih luas tentang hak asasi manusia dan peta jalan politik yang sejalan dengan resolusi PBB. [em/ns]

Forum

XS
SM
MD
LG