BANGKOK —
Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Obat-obatan Terlarang dan Kejahatan (UNODC) mengungkapkan keprihatinan bahwa kelompok-kelompok kejahatan terorganisir antar negara, termasuk diantaranya dari Iran, telah memperluas jaringan obat-obatan terlarangnya, dengan memanfaatkan integrasi ekonomi di kawasan Asia, yang memungkinkan lalu-lintas barang dan manusia secara lebih bebas.
Para pejabat UNODC mengatakan, khususnya penyitaan terhadap dua jenis metamfetamin terus meningkat hebat.
Wakil UNODC untuk kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, Jeremy Douglas menyebutkan, satu jenis pil yang dikenal dengan nama “ya ba” atau “obat gila” di Thailand dan “shabu” di lain negara, sebagai masalah khusus, karena secara total ada 227 juta juta tablet jenis itu disita tahun lalu di wilayah ini. Hal ini merupakan kenaikan 59 persen dari 142 juta tahun sebelumnya, dan naik lebih dari tujuh kali lipat dari 2008.
Banyak dari pil tersebut disita di China (102,2 juta), disusul Thailand (95,3 juta) dan Burma (18,2 juta), menurut laporan UNODC. Selain Thailand, penyitaan juga meningkat hebat di Brunei, Burma, Kamboja, Hong Kong, Indonesia dan Jepang.
Douglas mencatat, betapa mudahnya menjadi kecanduan “ya ba”, yang terutama populer di kalangan pekerja muda pria. Data UNODC mengungkapkan, pil amfetamin itu juga dikonsumsi besar-besaran di kawasan Asia Pasifik.
Lima tahun lalu, hanya terdapat sedikit pil amfetamin di kawasan itu. Tapi sejak itu, sebuah jaringan obat-obatan gelap telah menciptakan pasar multinasional yang laris bagi narkoba yang sangat mengakibatkan kecanduan itu.
Jeremy Douglas dari UNODC mengatakan, para penyalur amfetamin telah menciptakan pasar yang besar di Asia Tenggara.
Menurut para pejabat PBB, kelompok-kelompok kejahatan antar negara yang berpangkalan di Iran terlibat dalam jaringan ini. Operasi mereka sangat canggih, dengan membangun laboratorium obat-obatan terlarang di India dan Pakistan guna memasok para penyalur, terutama di Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Obat-obatan gelap itu menghasilkan milyaran dolar di kawasan ini. Para pakar mengatakan, uang itu dicuci melalui bank-bank dan pasar-pasar perumahan di Asia.
Korupsi dalam badan-badan penegakan hukum dan pengadilan juga mempercepat penyebaran amfetamin di seluruh Asia. Korupsi itu merembes ke perusahaan-perusahaan farmasi pemasok obat dan rumah-rumah sakit, dengan mengalihkan pengiriman bahan-bahan kimia dasar yang digunakan untuk membuat obat-obatan itu.
Para pejabat meramalkan, masalah itu akan lebih buruk mulai 2015 nanti, ketika masyarakat ekonomi ASEAN siap berintegrasi penuh, sehingga memudahkan lalu-lintas orang dan barang-barang ke seluruh negara dalam kawasan yang berpenduduk 600 juta orang itu.
Para pejabat UNODC mengatakan, khususnya penyitaan terhadap dua jenis metamfetamin terus meningkat hebat.
Wakil UNODC untuk kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, Jeremy Douglas menyebutkan, satu jenis pil yang dikenal dengan nama “ya ba” atau “obat gila” di Thailand dan “shabu” di lain negara, sebagai masalah khusus, karena secara total ada 227 juta juta tablet jenis itu disita tahun lalu di wilayah ini. Hal ini merupakan kenaikan 59 persen dari 142 juta tahun sebelumnya, dan naik lebih dari tujuh kali lipat dari 2008.
Banyak dari pil tersebut disita di China (102,2 juta), disusul Thailand (95,3 juta) dan Burma (18,2 juta), menurut laporan UNODC. Selain Thailand, penyitaan juga meningkat hebat di Brunei, Burma, Kamboja, Hong Kong, Indonesia dan Jepang.
Douglas mencatat, betapa mudahnya menjadi kecanduan “ya ba”, yang terutama populer di kalangan pekerja muda pria. Data UNODC mengungkapkan, pil amfetamin itu juga dikonsumsi besar-besaran di kawasan Asia Pasifik.
Lima tahun lalu, hanya terdapat sedikit pil amfetamin di kawasan itu. Tapi sejak itu, sebuah jaringan obat-obatan gelap telah menciptakan pasar multinasional yang laris bagi narkoba yang sangat mengakibatkan kecanduan itu.
Jeremy Douglas dari UNODC mengatakan, para penyalur amfetamin telah menciptakan pasar yang besar di Asia Tenggara.
Menurut para pejabat PBB, kelompok-kelompok kejahatan antar negara yang berpangkalan di Iran terlibat dalam jaringan ini. Operasi mereka sangat canggih, dengan membangun laboratorium obat-obatan terlarang di India dan Pakistan guna memasok para penyalur, terutama di Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Obat-obatan gelap itu menghasilkan milyaran dolar di kawasan ini. Para pakar mengatakan, uang itu dicuci melalui bank-bank dan pasar-pasar perumahan di Asia.
Korupsi dalam badan-badan penegakan hukum dan pengadilan juga mempercepat penyebaran amfetamin di seluruh Asia. Korupsi itu merembes ke perusahaan-perusahaan farmasi pemasok obat dan rumah-rumah sakit, dengan mengalihkan pengiriman bahan-bahan kimia dasar yang digunakan untuk membuat obat-obatan itu.
Para pejabat meramalkan, masalah itu akan lebih buruk mulai 2015 nanti, ketika masyarakat ekonomi ASEAN siap berintegrasi penuh, sehingga memudahkan lalu-lintas orang dan barang-barang ke seluruh negara dalam kawasan yang berpenduduk 600 juta orang itu.