Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah akan mengucurkan dana bantuan bagi karyawan swasta non PNS dan non BUMN yang bergaji di bawah Rp5.000.000 per bulan.
Dana yang dikucurkan untuk program bantuan subsidi tenaga kerja ini totalnya mencapai Rp33,1 triliun. Dijelaskan Budi, nantinya para pekerja tersebut akan mendapatkan Rp600.000 per bulan selama empat bulan. Bantuan ini akan langsung ditransfer ke rekening para pekerja secara dua tahap, yaitu pada kuartal ketiga dan keempat 2020.
BLT tersebut akan disalurkan kepada kurang lebih 13,8 juta pekerja yang dirumahkan ataupun gajinya dipotong dan masih terdaftar aktif membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan.
“Bantuan ini akan diberikan langsung ke rekening tenaga kerja. Yang terdaftar di BPJS TK. Cash langsung ke rekening tenaga kerja yang terdaftar di BPJS TK. Karena orang-orang ini adalah orang-orang yang belum di-PHK masih terbukti terdaftar di BPJS TK, masih membayar iurannya, dengan pendapatan ekuivalen di bawah Rp 5.000.000, sebagian besar di antara mereka berpendapatan antara Rp 2.000.000- Rp3.000.000 per bulan,” ungkap Budi dalam telekonferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/8).
Dengan bantuan ini, menurut Budi, diharapkan daya beli masyarakat menjadi lebih baik sehingga pertumbuhan perekonomian Indonesia bisa terjaga. Dalam kesempatan ini, Budi menegaskan, bantuan tersebut tidak akan menimbulkan kesenjangan sosial di tengah masyarakat.
Alasannya, kata Budi, pemerintah telah memberikan program bantuan terlebih dahulu kepada rakyat miskin. Sekitar 127 warga miskin sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui berbagai program, seperti keluarga harapan (PKH), kartu sembako, BLT, BLT Desa dan sebagainya. Untuk pegawai yang di-PHK pun pemerintah menggelontorkan bantuan lewat program kartu pra kerja.
“Nah, ada satu segmen yang kami melihat perlu diberikan bantuan. Ini adalah tenaga kerja formal yang masih secara resmi tercatat bekerja di perusahaan, masih secara resmi membayar iuran BPJS TK, tetapi karena kondisi perusahaan sudah kurang baik, sebagian dari mereka dirumahkan dan sebagian dari mereka dipotong gajinya. Karena orang-orang ini tidak termasuk kelompok yang di-PHK dan orang-orang ini tidak termasuk orang yang miskin, missed kita. Kita masih melihat oh, orang orang ini masih belum dibantu,” jelasnya.
Apakah BLT Ini Cukup Efektif?
Pengamat ekonomi Salamun Daeng mengatakan sebenarnya pemerintah terlambat memberikan bantuan berupa uang tunai tersebut. Pemerintah, pada awalnya memberikan bantuan berupa sembako. Menurutnya, tentu sembako itu tidak bisa meningkatkan daya beli masyarakat, karena masyarakat cenderung menunggu bantuan dari pemerintah.
“Begitu sudah (perekonomian) melemah, baru berpikir untuk kasih bantuan ke pekerja golongan bawah. Yang bergaji di bawah Rp5.000.000. Tapi berapa kontribusi pemerintah untuk pekerja itu? apakah sebesar gaji mereka? Atau cuma bantuan sosial yang seperti diberikan kepada kelompok masyarakat miskin,” ungkapnya kepada VOA.
Menurutnya, bantuan sebesar Rp600.000 tersebut mungkin akan sedikit membantu meningkatkan daya beli pegawai-pegawai tersebut. Namun, dalam keadaan yang sangat sulit seperti sekarang ini ia khawatir jumlah tersebut tidak akan memadai.
“Kalau untuk Rp600.000 ya kecil. Anggaplah UMP Jakarta, atau UMP berbagai daerah. Paling tidak (bantuannya) setara UMP. Kalau Rp600.000 ada sih pengaruhnya untuk menopang sedikit konsumsi, tapi orang pasti akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Untuk kelas pekerja golongan mereka yang terbiasa menerima gaji antara Rp3-5 juta,” jelasnya.
Lebih jauh, ia mengatakan bahwa satu-satunya yang bisa diandalkan untuk mendongkrak perekonomian adalah meningkatkan konsumsi domestik. Maka dari itu, Salamun mengimbau kepada pemerintah untuk terus mendorong pembelanjaan, terutama yang berpengaruh langsung ke masyarakat banyak.
Sudah Berapa Stimulus Penanganan Covid-19 yang Terserap?
Dalam kesempatan ini Budi juga melaporkan perkembangan penyerapan stimulus Covid-19. Untuk Program Keluarga Harapan (PKH). Ia mengungkapkan, dari pagu anggaran Rp37,4 triliun, sudah disalurkan sebanyak Rp27 triliun atau 72 persen. Budi optimis, bantuan yang menyasar kepada 40 juta rakyat miskin tersebut akan tersalurkan seluruhnya pada akhir tahun ini.
Kedua, program kartu sembako. Dari Rp43,6 triliun yang disiapkan untuk 80 juta rakyat miskin penyerapannya baru mencapai 60 persen atau sekitar Rp26 triliun. Ia melihat sejauh ini belum ada kendala dalam penyalurannya, sehingga dipastikan pada akhir tahun ini semua bantuan akan tersalurkan.
Ketiga, program bansos tunai dan non tunai yang khusus didesain untuk daerah yang terkena COVID-19 yaitu Jabodetabek dan non Jabodetabek. Dari Rp39,2 triliun yang disiapkan, baru terserap Rp19 triliun atau 49 persen. Bantuan ini menyasar 40 juta warga di daerah-daerah tersebut.
Keempat, adalah BLT Desa yang realisasi penyerapannya masih rendah. Budi mengatakan, dari pagu anggaran yang disiapkan yaitu Rp31,8 triliun, baru terserap Rp9 triliun atau di bawah 27 persen.
Selanjutnya adalah program bantuan untuk UMKM. Dari anggaran Rp35 triliun, baru terserap sekitar Rp1,3 triliun atau 3,71 persen.
“Masih sangat jauh dari target 35 persen. Setelah kami amati, bicara dengan Kemenkop Kemenkeu dan Himbara pegadaian dan PNM yang menjalankan program, kami melihat dengan Rp 1,3 triliun sudah menjangkau 13 juta UMKM dan mensubsidi pinjaman sebesar Rp 304 triliun. Jadi sudah sangat besar yang sudah disalurkan oleh teman-teman Himbara, PNM, dan pegadaian,” imbuhnya. [gi/ab]