Pejabat-pejabat intelijen AS terus berupaya melindungi pemilu presiden November 2024 dari campur tangan asing yang jahat. Namun para analis mengatakan upaya untuk mengganggu pemilu dengan menggunakan misinformasi dan disinformasi sudah terjadi.
Sean Minor adalah analis senior ancaman intelijen di perusahaan intelijen swasta Recorded Future.
“Untuk benar-benar mencoba meningkatkan perpecahan, untuk melemahkan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga demokrasi AS. Dan ini bisa berupa unggahan di media sosial yang benar-benar mempertanyakan apakah demokrasi bisa berjalan dengan baik. Misalnya jika aktor asing merasa kandidat tertentu tidak memberi manfaat terhadap peran geopolitiknya, kami melihat ada aktivitas yang pada dasarnya melemahkan kandidat tersebut,” ujarnya.
Ketua Komisi Intelijen di Senat, Senator Partai Demokrat Mark Warner, dalam sidang kongres baru-baru ini memperingatkan teknologi yang berkembang dapat membantu pelaku kejahatan menyebarkan kebohongan dengan lebih mudah dan cepat.
“Kita menghadapi kemajuan baru dalam kecerdasan buatan. AI menghadirkan alat dalam skala besar dan cepat untuk mengganggu, memberikan informasi yang menyesatkan, memberikan informasi yang salah. Saya rasa sangat penting bagi kita untuk bekerja lebih baik secara bipartisan dalam mendidik masyarakat Amerika bahwa masalah ini belum selesai,” kata Warner.
Para pemilih di AS yang diwawancarai oleh VOA mengatakan mereka sadar akan ancaman ini namun mengakui tantangan yang dihadapi individu dalam membedakan kebenaran dari kebohongan, khususnya di media sosial.
Caylon Weathers, seorang pemilih yang berasal dari Tennessee namun menetap di Virginia mengatakan, “Mereka dapat menggunakan perangkat lunak AI untuk benar-benar, mengacaukan atau mengubah apa yang sebenarnya dikatakan orang tersebut.”
Pemilih lainnya Sheila DeBonis mengatakan, “Ini sangat sulit karena seringkali pendengar bukanlah orang yang kita sebut sebagai pemikir kritis, dan mereka hanya mempercayai apa yang mereka dengar di platform tertentu.”
Pendapat di kalangan pemilih mengenai cara mengatasi tantangan ini berbeda-beda.
Pemilih dan warga Washington Joe Judge mengatakan, “Saya kira perlu ada pihak independen yang terlibat yang dapat memverifikasi informasi ini, karena jika tidak, kita tidak punya pilihan selain mempercayai orang-orang atau platform-platform ini untuk memberi kita informasi yang akurat.”
Pemilih lainnya Cole Thomas mengatakan, “Saya tidak yakin ada yang bisa dilakukan untuk mengatasi ini tanpa melakukan sensor besar-besaran terhadap internet dan hal-hal semacamnya. Jadi saya kira, setiap individu juga harus menjadi pemilih yang cerdas.”
Ada upaya yang sedang dilakukan untuk memberdayakan pemilih untuk melawan misinformasi dan disinformasi.
Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur AS dalam sebuah pernyataan kepada VOA mengatakan bahwa mereka merancang laman “Rumor vs. Kenyataan” di mana informasi yang dapat dipercaya mengenai pemilu AS dapat ditemukan.
Organisasi nirlaba News Literacy Project atau Proyek Literasi Berita juga memiliki beberapa sumber daya yang tersedia untuk membantu pemilih membedakan fakta dari fiksi.
Peter Adams adalah wakil presiden senior bidang penelitian dan desain News Literacy Project. Melalui Skype ia mengatakan, “Taktik nomor satu dari para pelaku propaganda dan aktor jahat lainnya di dunia maya yang menyebarkan kebohongan dan informasi menyesatkan adalah dengan menggugah emosi orang. Jadi jika kita melihat sesuatu yang menurut kita keterlaluan, yang seharusnya membuat kita takut, ada baiknya kita berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri beberapa pertanyaan apakah ada bukti nyata bahwa klaim tersebut benar.”
Direktur FBI Christopher Wray adalah salah satu pejabat tingkat tinggi yang telah berbicara kepada Kongres mengenai masalah ini. Dia mengatakan masyarakat yang lebih cerdas, dipadukan dengan upaya antarlembaga dan sektor swasta, akan sangat penting untuk memerangi misinformasi dan disinformasi yang bertujuan mengganggu pemilihan umum bulan November. [my/ka]
Forum