Para pekerja bantuan yang bekerja dengan orang-orang yang mengungsi dari Sudan ke negara tetangga, Chad, memperingatkan tentang situasi kemanusiaan yang memburuk di wilayah Darfur, Sudan, di mana perang telah menciptakan kondisi mendekati kelaparan.
Tammam Aloudat, yang bekerja untuk organisasi Dokter Tanpa Tapal Batas (MSF) di Darfur Selatan, kembali dari misi di Niyala pekan lalu dan berbicara mengenai krisis kelaparan yang melanda kawasan itu.
“Ada anak-anak di pusat-pusat pemberian makanan terapeutik, di mana kami menerima anak-anak yang kekurangan gizi yang berusia di atas satu tahun, mereka tampak seperti berusia empat atau lima bulan,” kata Aloudat.
“Apa yang ingin saya bicarakan adalah kantong-kantong malnutrisi yang parah yang tidak dapat mereka tangani sendiri, dan banyak anak-anak yang begitu mereka mencapai tahap malnutrisi, mereka berhenti makan meskipun ada sejumlah makanan tersedia,” lanjutnya.
Aloudat mengatakan ia berharap pengumuman pihak berwenang pekan ini mengenai pembukaan kembali pos perbatasan Adre akan membuat lebih banyak lagi bantuan PBB yang dapat mencapai daerah-daerah yang paling parah terdampak, tetapi masih banyak kendala yang tersisa.
Ia mengatakan hujan belakangan ini telah membuat runtuhnya jembatan penting di Darfur Selatan, membuat sejumlah besar bantuan nyaris mustahil mencapai daerah itu.
Yang terbaru belakangan ini, para anggota kelompok paramiliter Sudan, Pasukan Dukungan Cepat (RSF) mengamuk di sebuah desa di bagian tengah wilayah itu. Mereka menjarah, membakar dan membunuh sedikitnya 85 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, kata pihak berwenang dan warga pada Sabtu (17/8). Serangan tersebut adalah kekejaman terbaru dalam konflik yang telah berlangsung selama 18 bulan di negara itu.
RSF mulai menyerang wilayah Galgani di Sennar, provinsi di bagian tengah Sudan, pada akhir Juli. Pekan lalu, para anggota RSF “secara membabi buta melepaskan tembakan ke arah warga desa yang tak bersenjata” setelah mereka melawan upaya penculikan dan penyerangan seksual terhadap perempuan dewasa dan anak-anak, kata Kementerian Luar Negeri Sudan dalam sebuah pernyataan.
Lebih dari 150 warga desa terluka, kata kementerian itu.
RSF telah berulang kali dituduh melakukan pembantaian, pemerkosaan dan pelanggaran berat lainnya di berbagai penjuru negara itu sejak perang dimulai pada April tahun lalu. Ketika itu, ketegangan yang meningkat antara militer Sudan dan RSF meledak menjadi pertempuran terbuka di ibu kota, Khartoum, dan tempat-tempat lainnya.
Kedua pihak saling melontarkan tuduhan menyerang warga sipil dan menghalangi bantuan sejak perang dimulai.
Sementara itu para diplomat dari AS, Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Uni Afrika dan PBB telah berusaha memulai kembali pembicaraan yang bertujuan untuk meredakan pertempuran.
Namun, militer Sudan telah memboikot acara itu dan RSF mengirimkan delegasi ke Jenewa tanpa ambil bagian dalam pertemuan. [uh/ka]
Forum