Para pelayat berkumpul di Doha, Jumat (2/8), mengadakan doa bersama pada pemakaman pemimpin Hamas yang terbunuh, Ismail Haniyeh, saat Iran dan sekutu regionalnya bersumpah untuk membalas dendam terhadap Israel.
Para pria berlutut dan berdoa sementara para pemimpin senior kantor politik Hamas yang berpusat di Qatar memberikan penghormatan terakhir mereka kepada keluarga Haniyeh, di hadapan jenazah Haniyeh dan pengawalnya yang berada di dalam peti mati yang diselimuti bendera Palestina.
Dua orang yang dianggap sebagai calon penggantinya: Khalil Al-Hayya, pejabat senior Hamas dan kepala Jihad Islam Palestina, dan mantan kepala Hamas, Khaled Mashaal, pembantu dekat Haniyeh, berada di antara para pelayat.
Al-Hayya mengatakan kepada anggota keluarga bahwa Haniyeh "tidak lebih baik atau lebih disayangi" daripada anak-anak yang terbunuh di Gaza. Sekitar 39.480 warga Palestina telah tewas selama perang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, yang tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan.
"Kami yakin bahwa darahnya akan membawa kemenangan, martabat, dan pembebasan," katanya.
Pemakaman itu dilakukan sehari setelah Israel mengonfirmasi bahwa kepala sayap militer Hamas, Mohammed Deif, tewas dalam serangan udara 13 Juli di Gaza, dan beberapa hari setelah Israel mengumumkan tewasnya komandan Hizbullah Fouad Shukur dalam serangan di Lebanon.
Hamas belum berkomentar dan sebelumnya mengklaim Deif selamat dari serangan udara yang ditargetkan bulan lalu.
Israel belum mengklaim atau menyangkal peran mereka dalam pembunuhan Haniyeh, tetapi Hamas dan sekutunya menuding Israel yang bertanggung jawab. Kelompok itu mengatakan Haniyeh tewas dalam serangan rudal di wisma di Teheran, tempat dia menginap saat menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Rabu (31/7).
Dari Maroko hingga Iran, para demonstran turun ke jalan untuk menunjukkan dukungan bagi Haniyeh."Jadikan hari Jumat sebagai hari kemarahan untuk mengecam pembunuhan itu," kata Izzat al-Risheq dari Hamas dalam sebuah pernyataan.
Sehari sebelumnya, para pendukung berparade di Teheran saat peti jenazah Haniyeh dibawa melalui kota itu dengan kendaraan mewah, sementara ratusan pelayat berpakaian hitam memadati auditorium di Beirut untuk memberi penghormatan kepada komandan Hizbullah yang terbunuh itu.
"Kita telah memasuki fase baru yang berbeda dari periode sebelumnya," kata pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, kepada para pelayat, sambil bersumpah akan melakukan "balasan yang terencana dengan baik" terhadap Israel.
Pembunuhan Haniyeh dan Shukur merupakan kemenangan bagi Perdana Menteri Israel Netanyahu karena pasukan Israel terus beroperasi di Gaza, hampir 10 bulan setelah serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel memicu perang.
Di dalam negeri, hal itu dapat membantu memenangkan hati para skeptis terhadap strategi perangnya. Namun di tingkat internasional, pembunuhan itu membuat para mediator kalang-kabut untuk menyelamatkan kesepakatan gencatan senjata dan mencegah perang regional.
"Kami memiliki dasar untuk gencatan senjata. Ia (Netanyahu) harus melanjutkannya dan mereka harus melanjutkannya sekarang," kata Presiden AS Joe Biden, Kamis malam (1/8), saat berbicara di landasan pacu pangkalan udara di luar Washington.
Namun, Haniyeh telah menjadi salah satu negosiator utama Hamas selama diskusi gencatan senjata dan pembunuhannya dapat mengacaukan pembicaraan selama berbulan-bulan.
"Anda (Israel) tidak dapat mencapai perdamaian dengan membunuh para negosiator dan mengancam para diplomat," tulis Oncu Keceli, juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki, di platform media sosial X.
Sementara itu, serangan udara Israel di Gaza terus berlanjut. Kamis (1/8), serangan terhadap sebuah sekolah yang menampung warga Palestina yang mengungsi di distrik Shujaiya di Kota Gaza menewaskan sedikitnya 15 orang dan melukai lebih dari 40 lainnya, menurut Pertahanan Sipil Palestina, yang mengirim tim untuk mengevakuasi jenazah. Militer Israel menuduh bahwa pejuang Hamas menggunakan kompleks itu untuk merencanakan serangan terhadap Israel. [es/ft]
Forum