China dan Vatikan melangsungkan pembicaraan dalam beberapa bulan terakhir yang kemungkinan akan memulihkan hubungan diplomatik antara kedua negara setelah terputus lebih dari 60 tahun.
Para analis mengatakan, perkembangan terbaru ini kemungkinan akan mengakibatkan terputusnya hubungan antara Vatikan dan Taiwan, dan memberi pukulan besar bagi pengakuan akan eksistensi Taipei di luar negeri.
Bulan lalu, ketua urusan agama pemerintah China mengatakan dalam sebuah pertemuan resmi Gereja Katolik di negara komunis itu bahwa ia berharap Vatikan akan berusaha memperbaiki hubungan dengan China. China dan Vatikan selama ini bertikai mengenai siapa yang seharusnya lebih berkuasa dalam menunjuk uskup.
Para analis mengatakan, pengakuan Vatikan akan Taiwan telah membantu pemerintah Asia itu dalam menunjukkan kepada negara-negara lain bahwa Taiwan menghargai kebebasan beragama, dan memiliki reputasi yang berbeda dengan yangdimiliki China.
Taiwan sejauh ini hanya memiliki hubungan diplomatik dengan negara-negara kecil yang umumnya miskin di Afrika, Amerika Latin dan Pasifik Selatan. Negara-negara itu memandang Taiwan karena bantuan pembangunan yang diberikannya.
China memandang Taiwan yang memerintah sendiri sebagai bagian dari wilayahnya ketimbang sebuah negara yang memiliki hak untuk menjalin hubungan luar negeri tersendiri.
Menurut Wu Chung-li, periset ilmu politik di Academia Sinica, sebuah universitas di Taipei, hubungan diplomatik dengan Vatikan memberi arti politik dan simbolik yang besar bagi Taiwan dalam usahanya mencari pengakuan sebagai negara yang berdaulat.
China memutus hubungan dengan Vatikan pada tahun tahun 1951, dua tahun setelah Komunis di negara itu memenangkan perang saudara China. Kemenangan itu membuat para Nasionalis terusir ke Taiwan di mana mereka kemudian membangun kembali pemerintahan mereka.
Menurut laporan-laporan berita dari Beijing, sejak itu, China menutup gereja-gereja dan memenjarakan para pendeta. Katolik diakui di gereja-gereja yang diawasi pemerintah, namun sepertiga dari 12 juta penganutnya menjalankan ibadah mereka di gereja-gereja yang tidak diakui pemerintah. (ab/uh)