Keprihatinan publik terhadap aksi kekerasan dan pembunuhan pemimpin redaksi (pemred) media daring lokal di Pematang Siantar, Sumatera Utara, terjawab sudah. Mara Salem Harahap alias Marsal pemred media daring lokal "Lasser News Today" yang ditemukan tewas di dalam mobilnya dengan luka tembak pada bagian paha, karena pemberitaan yang berkelindan dengan pemerasan yang dilakukannya.
Kapolda Sumut, Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak, mengatakan dua orang berinisial Y dan S telah menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Marsal itu.
Dua orang tersangka itu yakni Y berstatus sebagai manajer di sebuah tempat hiburan malam yaitu Ferrari Bar and Resto di Pematang Siantar. Sedangkan, S merupakan pemilik Ferrari Bar and Resto. Pembunuhan itu terjadi pada Jumat (18/6) sekitar pukul 23.30 WIB di Huta 7 Pasar 3, Nagori Karang Anyer, Kabupaten Simalungun, Sumut.
"Dari hasil penyelidikan serta alat bukti yang kami memperoleh peran masing-masing tersangka yaitu orang yang melakukan dan menyuruh," kata Panca di Kabupaten Simalungun, Kamis (24/6).
Panca menuturkan, pembunuhan itu dilatarbelakangi dendam dan sakit hati dari salah seorang tersangka yakni S terhadap korban.
"Motif yang bisa kami ungkap dalam penyelidikan ini adalah timbulnya rasa sakit hati dari S terhadap korban yang selalu memberitakan maraknya peredaran narkotika di tempat hiburan malam miliknya," tuturnya.
Selain memberitakan tempat usaha tersangka S sebagai lokasi peredaran narkoba, kata Panca, korban juga meminta jatah pil ekstasi sebanyak dua butir per hari.
"Namun, korban juga meminta jatah Rp 12 juta per bulan dengan permintaan tiap hari 2 butir (ekstasi)," ungkapnya.
Pemberitaan dan permintaan dari korban ternyata menimbulkan membuat resah tersangka S. Atas hal tersebut, S pun tidak bisa menjalankan usahanya. Lalu, tersangka S meminta bantuan kepada Y untuk memberikan perhitungan terhadap Marsal.
Kemudian, dua tersangka itu bertemu dengan salah seorang laki-laki yang diduga oknum anggota TNI berinisial A. Pertemuan itu diduga untuk membahas perlakuan korban terhadap tersangka S.
"Di mana S menyampaikan kepada Y dan A kalau seperti ini orangnya cocoknya ditembak," ungkap Panca.
Selanjutnya, tersangka S mengirim uang Rp 15 juta kepada A dengan tujuan membeli senjata api yang akan digunakan untuk menembak korban.
"Ini sudah kami buktikan dan minta keterangan dari saksi. Maka direncanakan tindakan untuk memberikan pelajaran di mana proses ini diawali dari pertemuan antara Y dan A di sebuah hotel di wilayah Pematang Siantar untuk menindaklanjuti permintaan S," ucap Panca.
Lalu pada hari kejadian penembakan itu Jumat (18/6) sekitar pukul 14.30 WIB, tersangka Y dijemput oleh A dan selanjutnya memantau pergerakan korban yang diketahui sedang berada di sebuah warung tuak. Pada pukul 22.30 WIB, Y dan A pergi ke sebuah hotel untuk meminjam sepeda motor dan langsung menuju rumah korban di Kabupaten Simalungun.
Setibanya di rumah korban, Y dan A tidak melihat mobil milik Marsal. Kedua orang itu pun lantas menuju Kota Pematang Siantar. Namun, saat di jalan Y dan A berpapasan dengan mobil korban. Sehingga Y dan A berbalik arah untuk mengejar korban selanjutnya melewati mobil Marsal. Tak berselang jauh di depan, Y dan A langsung berbalik arah.
Saat sedang berpapasan di jalan rusak A langsung menembak korban dengan senjata api. Kedua orang itu kemudian melarikan diri usai melakukan aksinya.
Polisi Belum Jelaskan Status Oknum Anggota TNI
Kendati telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus pembunuhan dan penembakan terhadap Marsal. Namun, polisi belum menjelaskan status A yang diduga merupakan oknum anggota TNI. Status A yang merupakan eksekutor penembakan itu masih belum jelas hingga saat ini apakah telah menjadi tersangka atau tidak.
“Tadi sudah saya jelaskan ada oknum (TNI). Makanya Panglima Kodam hadir di sini. Siapa yang bersalah pasti akan ditindak tegas,” ujar Panca.
Sementara, terkait dengan status senjata api yang digunakan untuk membunuh Marsal. Polisi telah mengecek asal senjata api tersebut.
“Terkait senjata kami sudah cek. Itu senjata pabrikan nomor register jelas buatan Amerika. Senjata pabrikan yang masuk bukan milik dari kesatuan. Bisa saja masuk dari penggelapan, yang jelas sudah diacek tidak terdaftar di kesatuan,” ungkap Panca.
Dalam kasus ini polisi menjerat dua tersangka S dan Y dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHPidana. Polisi juga turut mengamankan sejumlah barang bukti yakni satu unit mobil milik korban, parang, kuitansi, sepatu, kemeja, ikat pinggang, satu unit senjata airsoft gun, satu pucuk senjata api jenis pistol, satu buah magasin, enam butir peluru, dan satu sepeda motor yang digunakan oleh pelaku untuk melakukan penembakan terhadap Marsal.
Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Eka Azwin Lubis, berharap kasus ini menjadi kekerasan terakhir terhadap jurnalis di Indonesia.
"Semua pihak harus menghargai kerja-kerja jurnalistik yang sudah dilindungi undang-undang. Selain itu, kami juga berharap kepolisian dalam hal ini Polda Sumut agar turut mengampanyekan perlindungan terhadap para jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Semoga apa yang menimpa Marsal menjadi pelajaran bagi semua pihak agar tetap menghargai kerja-kerja jurnalistik ke depan," katanya kepada VOA. [aa/em]