Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dalam keterangan pers di kantornya menjelaskan Pemerintah akan menggelontorkan dana bantuan langsung tunai senilai Rp 25,6 triliun sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada 1 April mendatang.
Dana tersebut akan diberikan kepada 18,5 juta rumah tangga miskin atau sekitar 74 juta jiwa. Jumlah ini kata Agung setara dengan 30 persen masyarakat miskin terbawah.
Bantuan langsung tunai ini menurut Agung akan diberikan sebesar Rp 150 ribu per keluarga selama sembilan bulan. Dana akan disalurkan melalui jaringan kantor PT Pos di seluruh Indonesia.
Lebih lanjut Agung menjelaskan selain memberikan bantuan tunai, pemerintah juga akan memberikan bantuan beras untuk masyarakat miskin (raskin) ke 13. Selama ini bantuan raskin diberikan selama 12 bulan.
Jumlah penerima raskin juga dinaikkan dari 17,5 juta rumah tangga menjadi 18,5 juta rumah tangga miskin.
Menurut Agung, data yang digunakan untuk pemberian bantuan ini adalah dari Pendataan Program Perlindungan Sosial yang dilakukan Kementerian Sosial.
"Ada paket bantuan langsung sementara masyarakat namanya BLSM. Paketnya Rp 150 ribu per bulan selama 9 bulan. Diberikan dalam bentuk kupon dibayar 3 bulan sekali melalui kantor pos. Pendataan penyaluran raskin, tiap keluarga 15 kilogram per bulan selama setahun itu tiap keluarga sangat miskin. Rumah tangga miskin yang jumlahnya 17,5 juta tetapi karena sekarang menghadapi BBM ini diperluas menjadi 18,5 juta rumah tangga sasaran," jelas Agung Laksono.
Agung Laksono menambahkan bantuan kepada masyarakat kurang mampu sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi ini tidak akan menghilangkan bantuan yang sudah ada yang selama ini diberikan pemerintah seperti beasiswa untuk masyarakat miskin, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri dan Jaminan Kesehatan Masyarakat.
Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik dari Indonesia Coruption Watch (ICW), Ade Irawan menilai pemberian bantuan langsung tunai kepada masyarakat miskin pasca kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi sangat rawan korupsi.
Selain itu menurut Ade Irawan pemberian bantuan langsung tunai itu sangat tidak efektif karena banyak salah sasaran seperti yang terjadi beberapa waktu lalu ketika pemerintah memberikan bantuan yang sama kepada masyarakat kurang mampu pasca kenaikan BBM.
Ade Irawan mengatakan, "Proses penentuannya kan ditentukan oleh birokrasi desa dalam hal ini sehingga justru orang yang dekat dengan birokrasi desa yang akan mempunyai potensi mendapatkan dana-dana BLT ini dibanding kelompok miskin. Bagi negara yang mengklaim negara kesejahteraan saya kira yang mestinya didorong oleh pemerintah kan social insurance. Kebutuhan orang miskin, hak-hak orang miskin bukan cuma diberikan dalam tanda petik ketika ada kenaikan BBM."
Sementara itu, masyarakat jakarta yang ditemui VOA berharap pemerintah membatalkan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi.
Mereka menilai bantuan pemerintah yang merupakan kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi tidak mencukupi untuk membiayai kehidupan mereka seiring semakin melonjaknya harga-harga bahan pokok di pasaran pasca kenaikan harga BBM.
Seorang warga Jakarta, Tina mengatakan, "Lebih baik jangan dinaikin, bagaimanalah penyelesaiannya supaya masyarakat makmur. Masa iya tanah Indonesia yang begitu subur rakyatnya bisa kelaparan." Sementara, Aminah menimpali, "Lebih baik sih kasih modal untuk warung di rumah."
Wakil Ketua Komisi Keuangan DPR Harry Azhar Aziz mengatakan bantuan tunai untuk keluarga miskin rawan dimanfaatkan partai politik untuk meningkatkan citra. Untuk itu kata Aziz harus ada mekanisme yang jelas serta transparan dalam pengelolaan bantuan tersebut.