Presiden Joko Widodo meresmikan program pembagian 300 ribu paket obat dan vitamin secara gratis kepada para pasien COVID-19 yang berstatus orang tanpa gejala (OTG) atau yang mengalami gejala ringan yang sedang menjalani isolasi mandiri (isoman).
Untuk tahap pertama, katanya paket tersebut akan didistribusikan ke wilayah Jawa dan Bali, kemudian tahap selanjutkan akan dikirimkan ke luar Jawa dan Bali.
Ia menjelaskan, ada tiga jenis paket yang akan dibagikan, masing-masing untuk jangka waktu tujuh hari. Paket satu, katanya berisi vitamin untuk masyarakat dengan hasil tes usap (swab) polymerase chain reaction (PCR) positif tanpa gejala. Paket kedua, berisi vitamin dan obat untuk warga dengan hasil tes usap PCR positif yang disertai keluhan panas dan kehilangan penciuman. Kemudian paket tiga berisi vitamin dan obat untuk warga dengan hasil tes swab PCR positif disertai keluhan panas dan batuk kering.
Jokowi menekankan untuk paket kedua dan ketiga membutuhkan konsultasi dan resep dari dokter. Selain itu, dia menegaskan bahwa paket obat untuk pasien isoman tidak diperjualbelikan.
Pasokannya sendiri disiapkan oleh Kementerian BUMN dan diproduksi oleh badan usaha milik negara (BUMN) farmasi. Pendistribusian paket obat ini akan dilakukan oleh Panglima TNI, yang akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah hingga pemerintah desa, dengan melibatkan Puskesmas, Babinsa, serta pengurus RT/RW.
“Saya minta agar dilakukan pengawasan yang ketat di lapangan agar program ini betul-betul bisa maksimal mengurangi risiko karena COVID-19 dan membantu pengobatan warga yang menderita COVID-19, dan saya minta agar program ini tidak menganggu ketersediaan obat esensial terapi COVID-19 di apotek maupun di rumah sakit,” ungkap Jokowi dalam Acara Peluncuran Obat Isoman Gratis Untuk Rakyat, di Istana merdeka, Jakarta, Kamis (15/7).
Pasokan Obat Isoman
Dalam kesempatan yang sama, Menteri BUMN Erick Thohir memastikan ketersediaan paket obat tersebut dengan terus memproduksi obat-obat yang sesuai dengan standar Kementerian Kesehatan dan juga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Meski begitu, Erick menggarisbawahi bahwa ketersediaan obat-obatan ini bukan hanya tanggung jawab Kementeriannya saja, tetapi juga pihak swasta yang memproduksi obat yang sama.
Erick memastikan paket-paket obat untuk para pasien isoman tersedia dengan harga terjangkau.
“Kami sendiri sudah memproduksi empat macam obat yakni oseltamivir, pavirafir, remdisivir dengan kuantitas yang sangat besar,” papar Erick.
Sementara itu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menjelaskan dalam pendistribusian paket obat isoman itu, para Bintara Pembina Desa (Babinsa) akan didampingi oleh petugas Puskesmas dan bidan-bidan desa di masing-masing wilayah.
Selain itu, imbuhnya, jajaran kesehatan Komando Daerah Militer (Kodam), Komando Distrik Militer (Kodim) dan Komando Rayon Militer (Koramil) juga akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, dinas Kesehatan, dan jajaran kepolisian setempat agar pembagian paket obat ini bisa tepat sasaran.
“Sesuai prosedur karena kita melaksanakan isolasi mandiri adalah berbasis desa, maka puskesmas atau bidan desa akan melakukan triase, membagi apakah mereka memang OTG, ODG ringan, sedang atau berat sehingga data tersebut sudah dimiliki oleh bidan desa atau puskesmas,” papar Panglima TNI.
Panglima menjelaskan pihak kesehatan Kodam, Kodim dan Koramil akan mengawasi pelaksanaan program dan stok paket-paket obat ini akan disimpan di Kodim.
Warga yang ingin mendapat obat-obatan, imbuh Panglima, diminta menghubungi bidan desa. Apabila petugas Kesehatan sudah memperoleh data penerima obat, Babinsa akan paket obat tersebut kepada yang bersangkutan didampingi oleh petugas Puskesmas atau bidan desa. Hal ini akan membantu pengawasan dan pendataan obat-obatan.
Pengawasan Dokter
Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menyambut baik pembagian paket obat dan vitamin gratis ini. Namun ia menekankan harus ada pengawasan dari dokter apabila ada obat-obat khusus di dalam paket-paket obat tersebut, karena kondisi setiap orang yang berbeda-beda.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa sebenarnya 80 persen dari kasus infeksi COVID-19 ini akan sembuh jika ditemukan dan ditangani dengan cepat sehingga risiko kematian bisa ditekan. Namun ia menyarankan bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus, meskipun hanya OTG dan gejala ringan, untuk ditempatkan di isolasi terpusat agar bisa ditangani dengan maksimal.
“Karena kalau dari penilaian risiko awal itu masuk kategori berisiko seperti lansia, ada gangguan komunikasi seperti difabel, gangguan mobilitas, kumorbid, itu yang harus benar-benar diawasi atau kalau bisa dibawa ke isolasi terpusat jangan isoman,” pungkasnya. [gi/ft]