Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mencabut izin untuk tiga dari 15 perusahaan sawit penerima SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) yang dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah Riau. Kelima belas perusahaan sawit di Provinsi Riau ini sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembakaran hutan dan lahan.
Dalam rapat dengan Panitia Kerja Kebakaran Hutan dan Lahan yang dibentuk oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat di gedung parlemen, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjelaskan selain ketiga perusahaan itu, ada juga perusahaan penerima SP3 lainnya yang terkena sanksi administrasif.
"Tiga sudah dicabut (izinnya), yaitu Hutani Sola Lestari, Siak Raya Timber, dan Dexter. Pertanyaannya lagi, apakah betul bahwa salah satu alasan adalah karena ada indikasi ketidakjelasan lokasi dan sebagainya dalam kebakaran? Dalam catatan saya ternyata ada yang kita kenakan sanksi juga, seperti Hutani Sola Lestari kan kena sanksi cabut; kemudian Sumatera Riang Lestari kena sanksi pembekuan dan Rimba Lazuardi kena sanksi paksaan," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Siti Nurbaya menjelaskan setelah izin ketiga perusahaan perkebunan itu dicabut maka lahan mereka diambil alih kembali oleh negara. Siti Nurbaya menambahkan sanksi pembekuan berlaku 120 hari dan sanksi paksaan artinya perusahaan bersangkutan mesti memenuhi syarat-syarat yang belum lengkap, seperti personel dan peralatan pemadam kebakaran.
Ketua Panitia Kerja Kebakaran Hutan dan Lahan Benny Kabur Harman mengakui yang membuat anggota dewan emosional karena 15 perusahaan perkebunan sawit yang tadinya menjadi tersangka tiba-tiba mendapat SP3.
Benny Harman berharap pemerintah mampu melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap para pelaku pembakar hutan dan lahan.
"Kok, gampang sekali (dapat SP3) begitu. Tidak pernah ada SP3 yang gratis, pasti ada kompensasinya. Kompensasi tidak harus duit, macam-macamlah," kata Benny Harman. [fw/lt]