Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Helmy Fauzi mendesak pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan warga Indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan, karena akses mereka terhadap pendidikan dan kesehatan masih minim.
”Pemerintah perlu melakukan pendekatan yang komperhensif untuk mengatasi berbagai persoalan di perbatasan, yang selama ini termarjinalisasi, misalnya akses pendidikan dan informasi. Termasuk bagaimana meningkatkan kualitas hidup penduduk setempat, bidang ekonomi, menyediakan sekolah-sekolah dan akses bagi fasilitas kesehatan,” ujarnya pada Rabu (22/8).
Helmy menambahakan, belum bangkitnya tatanan sosial ekonomi dan kesejahteraan warga di perbatasan dapat memicu timbulnya berbagai potensi kerawanan sosial dan masalah-masalah keamanan, yang dapat mengancam ketahanan nasional.
Kondisi kesejahteraan warga di Kalimantan, Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste, memang minim.
Gatot Sanak dari Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Perbatasan (LP2MP), yang berpusat di Kafamenanu, NTT, banyak warga yang bahkan memiliki rumah yang tidak layak huni.
“Kita di sini ada beberapa perkampungan yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, ada sekitar enam titik dengan pintu masuk ke Timor Leste. Rata-rata yang langsung tinggal di perbatasan, rumahnya tidak layak huni,” ujarnya.
Menurut Gatot, sebagian besar warga di beberapa wilayah yang menjadi dampingan lembaganya di perbatasan memiliki rumah tanpa sanitasi yang yang baik, kurang layak huni, kurang akses terhadap air bersih dan tanpa penerangan listrik.
Para sukarelawan dari LP2MP NTT juga tengah memperjuangkan kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat agar beberapa desa di wilayah perbatasan didatangkan lebih banyak guru, dibangun fasilitas pendidikan, termasuk sekolah untuk anak usia dini dan tenaga kesehatan tambahan.
Baru-baru ini, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan, pemerintah mempunyai tiga prioritas untuk memajukan wilayah perbatasan Indonesia, yaitu dalam sektor ekonomi, pendidikan dan kesehatan.
Pemerintah juga memperbesar alokasi dana pembangunan infrastruktur wilayah perbatasan, dari Rp 3,8 triliun pada 2012 menjadi sekitar Rp 5 triliiun pada 2013. Prioritas pembangunan wilayah perbatasan melibatkan 17 kementerian dan lembaga .
Pada 2013, pemerintah juga mulai mengerjakan pembangunan proyek jalan perbatasan paralel dan poros, terutama di wilayah Kalimantan Timur, Papua dan Nusa Tenggara Timur.
”Pemerintah perlu melakukan pendekatan yang komperhensif untuk mengatasi berbagai persoalan di perbatasan, yang selama ini termarjinalisasi, misalnya akses pendidikan dan informasi. Termasuk bagaimana meningkatkan kualitas hidup penduduk setempat, bidang ekonomi, menyediakan sekolah-sekolah dan akses bagi fasilitas kesehatan,” ujarnya pada Rabu (22/8).
Helmy menambahakan, belum bangkitnya tatanan sosial ekonomi dan kesejahteraan warga di perbatasan dapat memicu timbulnya berbagai potensi kerawanan sosial dan masalah-masalah keamanan, yang dapat mengancam ketahanan nasional.
Kondisi kesejahteraan warga di Kalimantan, Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste, memang minim.
Gatot Sanak dari Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Masyarakat Perbatasan (LP2MP), yang berpusat di Kafamenanu, NTT, banyak warga yang bahkan memiliki rumah yang tidak layak huni.
“Kita di sini ada beberapa perkampungan yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, ada sekitar enam titik dengan pintu masuk ke Timor Leste. Rata-rata yang langsung tinggal di perbatasan, rumahnya tidak layak huni,” ujarnya.
Menurut Gatot, sebagian besar warga di beberapa wilayah yang menjadi dampingan lembaganya di perbatasan memiliki rumah tanpa sanitasi yang yang baik, kurang layak huni, kurang akses terhadap air bersih dan tanpa penerangan listrik.
Para sukarelawan dari LP2MP NTT juga tengah memperjuangkan kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat agar beberapa desa di wilayah perbatasan didatangkan lebih banyak guru, dibangun fasilitas pendidikan, termasuk sekolah untuk anak usia dini dan tenaga kesehatan tambahan.
Baru-baru ini, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan, pemerintah mempunyai tiga prioritas untuk memajukan wilayah perbatasan Indonesia, yaitu dalam sektor ekonomi, pendidikan dan kesehatan.
Pemerintah juga memperbesar alokasi dana pembangunan infrastruktur wilayah perbatasan, dari Rp 3,8 triliun pada 2012 menjadi sekitar Rp 5 triliiun pada 2013. Prioritas pembangunan wilayah perbatasan melibatkan 17 kementerian dan lembaga .
Pada 2013, pemerintah juga mulai mengerjakan pembangunan proyek jalan perbatasan paralel dan poros, terutama di wilayah Kalimantan Timur, Papua dan Nusa Tenggara Timur.