Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan China merupakan mitra dagang yang penting bagi Indonesia. Namun para pengusaha perlu mengantisipasi dampak yang akan timbul dari penyebaran virus corona baru di China. Salah satunya yaitu mencari alternatif negara lain untuk tujuan negara ekspor dan impor bagi sejumlah komoditas yang memiliki ketergantungan dengan China.
"Diperlukan alternatif pasar tujuan ekspor untuk beberapa produk Indonesia yang sangat bergantung permintaan China. Antara lain nikel ore, konsentrasi aluminium, chemical wood pulp, di mana masing-masing produk tersebut lebih dari 90 persen diekspor ke China," jelas Agus Suparmanto di Jakarta, Jumat (6/3/2020).
Sementara untuk barang-barang impor yang memiliki ketergantungan dengan China yaitu laptop, bawang putih, buah pir dan personal komputer; Agus berharap produksi yang bahan bakunya dari China tidak terganggu jika pasokan nantinya terganggu karena terdampak virus corona.
Agus menambahkan Kementerian Perdagangan juga terus berkoordinasi dengan KBRI di Beijing untuk memantau lebih jauh dampak perdagangan Indonesia-China. Termasuk meminta perwakilan kebijakan dan kinerja perdagangan China.
"Kementerian Perdagangan juga akan memastikan tidak ada larangan impor dari China, selain larangan sementara impor hewan hidup. Ini sudah kami terbitkan aturannya," tambahnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2020, total nilai perdagangan Indonesia dan China mencapai USD 72,82 miliar pada tahun 2019. Neraca perdagangan Indonesia dengan China mengalami defisit sebesar USD 17 miliar pada tahun 2019, terdiri dari defisit non migas sebesar USD 18,7 miliar, dan surplus migas sebesar USD 1,7 miliar.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal menilai, wabah virus corona di China dapat semakin melemahkan potensi pertumbuhan ekonomi nasional yang tahun ini diperkirakan 4,9 persen. Salah satu penyebabnya adalah turunnya impor China dari Indonesia seiring berhentinya sejumlah produsen di Wuhan.
Karena itu menurutnya perlu stimulus kebijakan fiskal di dalam negeri baik fiskal dan nonfiskal untuk mendorong konsumsi dan produksi dalam negeri. Pemerintah juga perlu menjaga daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat dengan tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat memicu kenaikan biaya hidup.
"Di luar konsumsi rumah tangga dan ivestasi, belanja pemerintah juga sekarang sangat seret kalau kita melihat drop-nya penerimaan negara baik pajak maupun nonpajak. Dan terakhir adalah perdagangan," tutur Mohammad Faisal.
Faisal juga menyarankan pemerintah melalui BUMN untuk membeli produk-produk dalam negeri untuk menguatkan ekonomi nasional.
Sementara, Ketua Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Faisol Riza menilai persiapan pemerintah dalam menghadapi dampak ekonomi wabah corona masih kurang. Menurutnya, pemerintah perlu berkoordinasi dengan pelaku usaha untuk mendapat masukan tentang keluhan dan kebutuhan pengusaha. DPR akan memanggil kementerian terkait jika nantinya tidak ada langkah yang jelas pemerintah dalam mengantisipasi dampak ekonomi.
"Kurang, kita ingin masih lebih detail. Saya kira agendanya harus lebih jelas. Kita akan pantau terus, kalau tidak ada agenda akan kita panggil lagi," jelas Faisol.
Di sisi lain, kata Faisol, berhentinya sejumlah produsen di China dapat menjadi peluang bagi pengusaha Indonesia untuk menggantikan produksi negara tirai bambu tersebut. Kata dia, sejumlah komoditas yang layak dikembangkan antara lain tekstil dan elektronik. [sm/em]