Seiring dengan membaiknya situasi dan kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengizinkan penyelenggaraan kegiatan dengan skala besar.
“Mempertimbangkan perlunya kita mewadahi aktivitas masyarakat agar tetap produktif, namun juga aman dari COVID-19, pemerintah kini dapat memberikan izin untuk mengadakan perhelatan dan pertemuan berskala besar yang melibatkan banyak orang, asalkan mematuhi pedoman penyelenggaraan yang telah ditetapkan,” ujar Menkominfo Johnny G. Plate dalam siaran persnya, di Jakarta, Selasa (28/9).
Johhny menjelaskan kebijakan tersebut dilakukan untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional, khususnya di sektor pariwisata yang cukup terpukul akibat pandemi COVID-19 ini. Upaya pemulihan sektor pariwisata, katanya, diharapkan bisa menjadi mesin penggerak kegiatan ekonomi dan memberikan dampak turunan yang positif pada sektor lain.
Adapun kegiatan berskala besar yang dimaksud adalahkonferensi, pameran dagang, acara olahraga, festival konser, pesta maupun acara pernikahan besar. Johhny mencontohkan Kompetisi sepak bola Liga 1 dan Liga 2, serta Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua pada tahun ini menjadi contoh kegiatan berskala besar yang sedang dijalankan.
Johhny pun menggarisbawahi, izin penyelenggaraan pertemuan atau kegiatan besar dapat diberikan selama kasus COVID-19
terkendali. Selain itu, penyelenggaraannya juga harus didukung dengan persiapan yang matang serta komitmen penyelenggara dalam mengutamakan kesehatan dan keselamatan setiap orang yang terlibat.
Menurut Johnny, terdapat enam faktor risiko penularan yang harus dihindari ketika sebuah kegiatan besar diselenggarakan dalam masa pandemi COVID-19, yakni kondisi kasus COVID-19 di daerah tempat kegiatan berlangsung; potensi penularan selama kegiatan di tempat umum akibat jarak antar partisipan dan buruknya sirkulasi udara; durasi kegiatan yang lama, risiko penularan semakin tinggi; tata kelola kegiatan dalam ruangan dengan sirkulasi udara buruk, berpeluang memperbesar penularan; jumlah partisipan yang banyak membuat potensi penularan semakin besar; serta pelaku partisipan yang belum divaksinasi secara penuh dan tidak menjalankan protokol kesehatan secara disiplin, dapat meningkatkan peluang penularan.
Maka dari itu, untuk menekan peluang timbulnya penularan tersebut, pemerintah menetapkan pedoman penyelenggaraan kegiatan besar yaitu pemberian edukasi kesehatan bagi seluruh partisipan sebelum acara besar berlangsung, menyusun pedoman pelaksanaan dengan rencana kontijensi, memastikan fasilitas, sarana dan prasarana pendukung protokol kesehatan tersedia dengan lengkap.
Kemudian, pada saat acara dilakukan, penyelenggara harus melakukan beberapa hal penting di antaranya memastikan skrining kesehatan sebelum kegiatan berlangsung, memastikan alat kesehatan pendukung cukup dan mudah terakses saat kegiatan, memastikan setiap partisipan mematuhi protokol kesehatan termasuk di luar wilayah kegiatan, segera merujuk kasus positif yang terdeteksi selama kegiatan untuk isolasi/perawatan. Lalu, setelah acara selesai berlangsung pihak penyelenggara harus memastikan tidak ada kasus positif yang lolos untuk kembali ke daerah asal.
Johnny menjelaskan untuk mendukung kesuksesan dan keamanan penyelenggaraan kegiatan besar, pemerintah meminta seluruh pihak, baik pemerintah daerah, penyelenggara, maupun masyarakat untuk mematuhi pedoman penyelenggaraan kegiatan besar yang ditetapkan.
Sementara itu, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito kembali menegaskan izin penyelenggaraan kegiatan berskala besar akan dilakukan di wilayah yang situasi pandeminya cukup terkendali. Selain itu, ia berharap pihak yang melangsungkan acara tersebut membentuk satgas yang berdedikasi khusus untuk mengawasi kepatuhan protokol kesehatan selama kegiatan berlangsung. Berbagai pelonggaran yang mulai dilakukan oleh pemerintah, kata Wiku, semata-mata agar masyarakat dapat tetap produktif melakukan berbagai kegiatan, namun tetap aman dari COVID-19.
“Pembukaan aktivitas sosial masyarakat secara bertahap bukanlah hal yang patut ditakutkan secara berlebihan, asalkan seluruh elemen berkomitmen menjaga dan menjalankan prokes secara kolektif. Sudah saatnya kita bergerak maju memulihkan produktivitas masyarakat setelah cukup baik mengendalikan kasus,” ungkap Wiku.
Jangan Sampai Terjadi Efek Yoyo
Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan rencana pelonggaran dengan mengizinkan acara berskala besar belum bisa dilakukan di semua wilayah di Indonesia. Menurutnya, pelonggaran tersebut bisa dilakukan di daerah yang memiliki fondasi kuat seperti strategi 3T (testing, tracing, treatment) serta cakupan vaksinasi COVID-19 dosis lengkap yang sudah lebih dari 60 persen.
“Keputusan pelonggaran ini harus betul-betul dilakukan selektif, bertahap dan juga diukur secara berkala karena tidak semua memiliki fondasi yang kuat. Walaupun data angka absolut seperti test positivity rate atau reproduksi efektif itu menunjukkan perbaikan, tetapi tidak semua daerah memiliki fondasi yang kuat terhadap timbulnya atau dihasilkannya angka absolut itu. Apa fondasi kuat itu? 3T, 5M serta vaksinasi,” ungkapnya kepada VOA.
Menurutnya, pemerintah harus belajar dari pengalaman negara lain dalam menangani pandemi COVID-19. Ia mencontohkan Singapura yang cakupan vaksinasi dosis penuhnya sudah mencapai 82 persen, dan strategi 3T sangat kuat masih bisa menemukan banyak kasus di tengah masyarakat. Ia pun mengingatkan, berbagai perbaikan situasi pandemi di Indonesia tidak bisa dengan segera dilakukan berbagai pelonggaran.
“Tidak serta merta kita harus segera terburu-buru untuk melakukan pelanggaran. Karena apa? Supaya tidak terjadi efek yoyo. Efek yoyo ini ya nanti balik lagi, ini yang rugi kita sendiri,” jelasnya.
Dicky pun kembali mencontohkan negara Norwegia yang menunda penurunan level 2 menjadi level 1 selama kurang lebih enam bulan, padahal jika dilihat dari indikator epidemiologi sudah memungkinkan untuk negara tersebut turun ke level yang lebih longgar. Namun, penundaan tersebut dilakukan untuk betul-betul memastikan bahwa situasi pandemi di negara tersebut sudah cukup terkendali.
“Ini sebagai contoh bahwa kita harus matang dan berhati-hati, terukur. Untuk konteks Indonesia tidak musti sampai enam bulan. Satu bulan itu relatif cukup memadai dari satu level ke level berikutnya untuk memastikan fondasi kuat. Fondasi yang kita jadikan pijakan ketika masuk ke level 1 atau level lebih baik dengan adanya pelonggaran skala besar baik itu konser dan apapun itu sudah kuat dengan 3T yang kuat. Lalu masyarakat juga sudah paham dengan prokes, dan menjadi satu kebiasaan baru yang dilakukan secara disiplin oleh semua pihak,” pungkasnya. [gi/lt]