Pemerintah menambah dana ketahanan pangan dari satu triliun rupiah menjadi tiga triliun rupiah. Demikian menurut siaran pers yang disampaikan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. Dua dari tiga triliun dana tersebut akan digunakan untuk proses diversifikasi pangan, sementara satu triliun akan dipakai untuk pengadaan beras.
Menurut Witoro dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, berubah-ubahnya anggaran untuk pangan menunjukan pemerintah tidak pernah siap untuk mengatasi masalah pangan.
“(Pemerintah) memang tidak punya strategi yang kuat untuk menghadapi berbagai krisis pangan baik nasional maupun internasional, selalu dadakan,” ujar Witoro.
Menurutnya pemberian subsidi ini kurang tepat sasaran. “Subsidi satu triliun, dua triliun dan tiga triliun diberikan bukan kepada mereka yang rawan pangan khususnya para petani, produsen pangan skala kecil. (Tapi) lebih untuk kepentingan impor, terus mendorong industri-industri besar,” jelas Witoro.
Witoro juga berpendapat, keadaan ironis hanya terjadi di Indonesia di mana petani yang berperan sebagai produsen justru harus mendapat jatah beras untuk masyarakat miskin (Raskin), karena mereka tak mampu membeli dengan harga di pasar. Kondisi seperti ini, menurutnya, terjadi karena ketidakmampuan pemerintah untuk mengalokasikan hasil kerja petani melalui kebijakan yang lebih baik.
Menurutnya pemerintah seharusnya memahami bahwa petani, peternak dan nelayan adalah kelompok yang tidak butuh subsidi dalam bentuk pangan, melainkan akses mendapat kemudahan berbagai kebutuhan pendukung profesi mereka, seperti subsidi pupuk, benih dan pakan ternak.
“(Yang dibutuhkan) bukan alat produksinya, tetapi akses terhadap sumber-sumber produksinya yang diperbaiki termasuk lahan, tetapi selama ini petani menerima raskin, itu kan membuat mereka tidak berdaya,” kata Witoro.
Sebelumnya Menteri Pertanian, Suswono menyatakan pemerintah selalu mendukung petani. Bahkan Menteri Suswono menambahkan, Indonesia masih jauh dari kondisi rawan pangan.
“Mungkin nanti kita akan berusaha meningkatkan daya beli masyarakat, karena bahan pangan itu sesungguhnya ada,” jelas Menteri Pertanian.
Sementara itu menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas beras bisa secara signifikan mempengaruhi tercapai atau tidaknya target inflasi. Menurut Kepala BPS, Rusman Heriawan, komoditas beras harus dijaga agar tetap stabil baik harga maupun persediannya agar petani juga tidak dirugikan.
“Inflasi kita itu banyak diwarnai oleh harga beras, bobot beras didalam perhitungan inflasi itu adalah yang tertinggi, artinya inflasi diwarnai oleh fluktuasi dari harga baras,” ungkap Rusman.
Akhir-akhir ini pemerintah sering melakukan rapat koordinasi tentang pangan. Pemerintah berulang kali menyampaikan bahwa perubahan cuaca secara ekstrim harus diantisipasi dengan berbagai cara, agar persediaan pangan tetap terjamin.
Bahkan dalam waktu dekat pemerintah akan meluncurkan program “Sehari Tanpa Nasi” untuk memuluskan program diversifikasi pangan. Program ini bertujuan agar masyarakat Indonesia terbiasa dengan aneka makanan pokok selain beras.