Presiden Joko Widodo mematok target pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran, Belanja dan Pendapatan Negara (RAPBN) tahun 2023 sebesar 5,3%, di tengah dinamika global yang masih tidak menentu.
Hal tersebut disampaikan oleh Jokowi dalam Pidato Penyampaian Keterangan Pemerintah Atas RUU APBN Tahun Anggaran 2023 Beserta Nota Keuangan, di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Selasa (16/8).
“Pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan sebesar 5,3%. Kita akan berupaya maksimal dalam menjaga keberlanjutan penguatan ekonomi nasional. Ekspansi produksi yang konsisten akan terus didorong untuk membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Berbagai sumber pertumbuhan baru harus segera diwujudkan,” kata Jokowi.
Optimisme yang disampaikan oleh Jokowi ini bukanlah tanpa alasan. Pasalnya, tahun 2022 Indonesia mendapatkan apresiasi sebagai salah satu negara yang berhasil mengatasi pandemi COVID-19, dan dapat memulihkan ekonominya dengan cepat. Hal ini terbukti dengan tren pertumbuhan ekonomi yang positif di mana pada triwulan pertama tumbuh 5,01 %, dan triwulan kedua tumbuh 5,44%.
Guna mencapai target tersebut, kata Jokowi, pelaksanaan berbagai agenda reformasi struktural harus terus dipercepat untuk melakukan transformasi perekonomian. Upaya ini termasuk meningkatkan investasi dan daya saing produk manufaktur nasional di pasar global.
Jokowi melanjutkan, inflasi pada tahun depan akan dijaga dikisaran 3,3%, di mana nantinya kebijakan dalam anggaran negara tetap diarahkan untuk mengantisipasi tekanan inflasi dari luar (eksternal), terutama di sektor energi dan pangan.
Nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp14.750 per dollar Amerika Serikat, sementara rata-rata suku bunga Surat Utang Negara 10 tahun diprediksi berada pada level 7,85%.
Masih menurit Jokowi, belanja negara dalam RAPBN 2023 direncanakan sebesar Rp3.041,7 triliun, yang meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.230,0 triliun, serta transfer ke daerah sebesar Rp811,7 triliun.
Anggaran kesehatan pada tahun depan akan berada di level Rp169,8 triliun atau 5,6% dari belanja negara. Anggaran kesehatan ini, akan diarahkan untuk melanjutkan penanganan pandemi COVID-19, reformasi sistem kesehatan, percepatan penurunan stunting, serta kesinambungan program Jaminana Kesehatan Nasional (JKN).
“Anggaran perlindungan sosial dialokasikan sebesar Rp479,1 triliun untuk membantu masyarakat miskin dan rentan memenuhi kebutuhan dasarnya, dan dalam jangka panjang diharapkan akan mampu memotong rantai kemiskinan,” jelasnya.
Sejalan dengan hal tersebut, ujar Jokowi, pemerintah akan melakukan reformasi program perlindungan sosial yang nantinya akan diarahkan pada perbaikan basis data penerima melalui pembangunan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), penyempurnaan perlindungan sosial sepanjang hayat dan adaptif, subsidi tepat sasaran dan berbasis target penerima manfaat, serta percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Pemerintah pada tahun depan juga telah menyediakan anggaran pendidikan sebesar Rp608, 3 triliun. Anggaran tersebut katanya akan ditekankan kepada lima hal, yakni peningkatan akses pendidikan pada seluruh jenjang pendidikan; peningkatan kualitas sarana prasarana penunjang kegiatan pendidikan, terutama di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T); penguatan link and match dengan pasar kerja; pemerataan kualitas pendidikan; serta penguatan kualitas layanan PAUD (pendidikan anak usia dini)
Untuk pembangunan infrastuktur, pemerintah telah mengganggarkan dana sebesar Rp392,0 triliiun yang akan difokuskan untuk mendukung penguatan penyediaan pelayanan dasar; peningkatan produktivitas melalui infrastruktur konektivitas dan mobilitas; penyediaan infrastruktur energi dan pangan yang terjangkau, andal, dan memperhatikan aspek lingkungan; serta pemerataan infrastruktur dan akses TIK.
Pendapatan negara, katanya, direncanakan sebesar Rp2.443,6 triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.016,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp426,3 triliun.
“Dengan mencermati kebutuhan belanja negara dan optimalisasi pendapatan negara, maka defisit anggaran tahun 2023 direncanakan sebesar 2,85% terhadap PDB atau Rp598,2 triliun. Defisit anggaran tahun 2023 merupakan tahun pertama kita kembali ke defisit maksimal 3% terhadap PDB,” jelasnya.
Jokowi cukup yakin, dengan pengelolaan fiskal yang kuat, dibarengi dengan efektivitas dalam mendorong transformasi ekonomi serta perbaikan kesejahteraan rakyat, tingkat pengangguran terbuka pada tahun depan dapat ditekan 5,3-6%. Selain itu, angka kemiskinan diprediksi akan berada pada lebel 7,5-8,5%.
“Desain APBN 2023 harus senantiasa ”waspada, antisipatif, dan responsif” terhadap berbagai kemungkinan skenario yang bergerak sangat dinamis dan berpotensi menimbulkan gejolak. Desain belanja dan pendapatan serta pembiayaan harus fleksibel, menyediakan ruang fiskal yang memadai agar mempunyai daya redam yang efektif untuk mengantisipasi ketidakpastian. APBN 2023 adalah APBN yang suportif dan terukur dalam menghadapi berbagai kemungkinan,” tegasnya.
Target Masih Cukup Realistis
Ekonom INDEF Eko Listyanto mengungkapkan target pertumbuhan ekonomi yang dipatok oleh pemerintah pada tahun depan cukup moderat. Hal ini, kata Eko, sebagai dampak dari koreksi ke bawah pertumbuhan ekonomi global yang diramalkan sejumlah lembaga internasional. Selain itu, situasi geo politik belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir.
“Kalau angka ini menurut saya masih bisa dicapai. Dan itu nanti benar-benar pertumbuhannya itu bertumpu pada ekonomi domestik dan investasi yang disebut Pak Jokowi berkali-kali. Itu sebetulnya dia mau geser, karena tahun ini adalah tahun yang penuh dengan hasil dari ekspor dan windfall profit komoditas. Ketika ekspor sudah mulai turun, harus ada penggantinya. Dan Pak Jokowi berharap penggantinya itu adalah investasi,” ungkap Eko kepada VOA.
Meski begitu, kata Eko, pemerintah juga harus berhati-hati, pasalnya seiring dengan pelemahan perekonomian global, maka otomatis investasi pun akan menurun. Menurutnya, pemerintah perlu mempertahankan konsumsi masyarakat dan harus terus mendorong belanja pemerintah, walaupun ia yakin belanja pemerintah tidak akan sebesar pada tahun ini karena dibatasi oleh target defisit APBN yang harus di bawah tiga persen.
“Tantangannya juga berat kalau kita ingin mendorong investasi di tengah kelesuan ekonomi. Pada akhirnya investasi hasilnya juga output industri yang dijual, ketika permintaan global lagi turun biasanya juga investasi ikut turun. Itu tidak mudahnya kalau kita mau dorong investasi di dalam situasi yang seperti ini," katanya.
"Mungkin potensinya (investasi) di aspek mineral yang harganya masih bagus. Tapi yang sifatnya menciptakan lapangan kerja yang banyak itu belum akan datang, kerena itu basisnya adalah investasi di sektor industri, yang dimana itu nanti harapannya ketika ekonomi mulai membaik,” pungkas Eko. [gi/ab]
Forum