Anton Apriantono, mantan menteri pertanian pada periode 2004-2009, dalam diskusi virtual mengenai lumbung pangan nasional yang digelar secara virtual, mengatakan jika pemerintah berkonsentrasi di pangan lokal, sebenarnya stok pangan dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan domestik.
Anton menambahkan persoalan timbul ketika masyarakat Indonesia membutuhkan produk pangan yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri, seperti gandum, kedelai, daging sapi, buah-buahan sub-tropis.
"Saya mengharapkan saat inilah yang paling tepat kembali ke pangan lokal. Kita masih bisa memanfaatkan lahan-lahan yang ada untuk ditanami tanaman-tanaman lokal yang bisa menjadi substitusi, walaupun mungkin tidak bisa seluruhnya, pangan-pangan yang sebelumnya kita impor," kata Anton.
Untuk itu, Anton menekankan pemerintah dan masyarakat tidak perlu khawatir terlalu berlebihan akan terjadinya krisis pangan asal mau kembali fokus ke pangan lokal dan mengurangi sedikit demi sedikit ketergantungan atas produk pangan impor.
Anton mencontohkan bagaimana Indonesia mengekspor ubi jalar ke Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan untuk menjadi bahan baku pembuat mie. Namun sebaliknya, Indonesia mengimpor terigu untuk dibuat mie. Mestinya, lanjut Anton, ubi jalar tidak diekspor dan dijadikan bahan baku pembuat mie sehingga tidak harus mengimpor terigu.
Pemerintah tengah menyiapkan lumbung pangan baru di Kalimantan Tengah untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. Anton mengatakan untuk membangun lumbung pangan nasional tidak sekedar mencetak sawah.
Dia menjelaskan ketika zaman Presiden Soeharto, program lumbung pangan nasional berhasil karena perluasan lahan pertanian dibarengi oleh transmigrasi dan pembangunan infrastruktur.
Agar program lumbung pangan nasional di era Presiden Joko Widodo berhasil, maka menurut Anton diperlukan intensifikasi sawah-sawah tadah hujan yang sudah ada dan pembangunan irigasi untuk kebutuhan air di sawah.
Kalimantan Tengah Dinilai Tak Tepat Jadi Lumbung Pangan Nasional
Menurut Profesor Dwi Andreas Santosa, pengajar Bioteknologi dan Keamanan Hayati di Institut Pertanian Bogor (IPB), untuk produksi padi atau beras ada tiga faktor utama yang menentukan, yakni ketersediaan lahan sawah, iklim, dan hama. Peningkatan produksi padi Indonesia dalam 19 tahun terakhir hanya 0,7 persen per tahun. Padahal pertumbuhan penduduk tiap tahun 1,3 hingga 1,4 persen. Dwi Andreas menambahkan di era Presiden Joko Widodo, produksi padi bahkan menurun 0,42 persen per tahun.
Berdasarkan data dari Badan Pertahanan Nasional (BPN), pada 2012 terdapat 8,4 juta hektar sawah di Indonesia. Tujuh tahun kemudian luas sawah berkurang menjadi 7,4 juta hektar.
Terkait program lumbung pangan nasional yang digagas Presiden Joko Widodo, Dwi Andreas mengkritik pemilihan lokasi di Kalimantan Tengah. Dia menyebutkan berdasarkan hasil pantauan drone dengan tingkat ketelitian delapan sentimeter, hanya 1,2 persen lahan yang ditanam padi dari luas 165 ribu hektar. Sebagian besar dari 15 ribu kepala keluarga yang menjadi peserta transmigrasi di sana sudah tidak lagi menggantungkan penghasilannya dari pertanian.
"Sehingga kalau cita-cita Kementerian Pertanian tahun ini (membuka) 30 ribu hektar sawah, itu bohong besar. Tidak akan pernah tercapai 30 ribu hektar bisa dimanfaatkan di tahun ini. Dan cita-cita 615 ribu hektar sawah sampai tahun 2024, itu juga tidak akan pernah tercapai. Yakinlah saya," ujar Dwi Andreas.
Dwi Andreas mengatakan karena banyak proyek pembukaan lahan sawah baru sebelumnya mengingkari kaidah-kaidah ilmiah, maka proyek satu juta lahan gambut di era Soeharto dan seratus ribu hektar di Ketapang (Kalimantan Barat) pada zaman Presiden SBY juga gagal.
Proyek serupa di Merauke, yakni Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFE), juga gagal. Demikian pula dengan proyek 1,2 juta hektar sawah yang dicanangkan Presiden Joko Widodo di awal periode pertama pemerintahannya.
Menko Perekonomian: Program Lumbung Pangan Nasional Dilakukan Terintegrasi
Dalam kesempatan yang sama Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan program lumbung pangan nasional merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, peternakan di suatu kawasan yang dikembangkan di beberapa wilayah di Kalimantan Tengah.
Lokasi lumbung pangan baru ini terletak di antara Sungai Bairto dan Sungai Kapuas dengan luas lahan potensial 165 ribu hektar. Proyek yang digarap Kementerian Pertahanan ini akan dimulai tahun depan.
Menurut data Badan Pusat Statistik, sektor pertanian tumbuh 16,24 persen di kuartal kedua tahun ini dan menyumbang 15,64 persen pada produk domestik bruto Indonesia. Angka ini naik dibanding kuartal pertama sebesar 12,84 persen.
Pada tahun 2018, dengan sawah seluas 11,38 juta hektar, Indonesia menghasilkan 59,2 juta ton beras. Sementara pada tahun 2019, dengan 10,67 juta hektar sawah, menghasilkan 54,6 juta ton beras. Tahun ini Indonesia diperkirakan membutuhkan 60 juta ton beras. [fw/em]