Kejaksaan Agung mengatakan Kamis (23/4) mereka berharap dapat segera mengumumkan tanggal pelaksanaan hukuman mati terhadap sekelompok terpidana narkoba setelah pengadilan tertinggi menolak upaya peninjuan kembali (PK) terakhir bagi semua narapidana, kecuali satu di antara mereka.
Lebih dari 10 terpidana yang akan menghadap pasukan penembak adalah warga negara asing, dan kasus ini telah membuat tegang hubungan antara pemerintah dengan Australia, Perancis dan Brazil.
"Kami berharap keputusan Mahkamah Agung dalam kasus terakhir akan dicapai secepat mungkin sehingga kami dapat menentukan tanggal (eksekusi) segera," ujar Tony Spontana, juru bicara bagi kantor Kejaksaan Agung. Satu lagi banding yang masih diproses adalah dari seorang WNI.
Mahkamah Agung baru-baru ini menolak PK dari terpidana asal Perancis, Serge Areski Atlaoui, dan Martin Anderson alias Belo dari Ghana. Para terpidana narkoba lainnya yang akan dieksekusi dan telah tuntas proses PK-nya berasal dari Australia, Brazil, Nigeria dan Filipina.
Wapres Filipina Jejomar Binay bertemu dengan Wapres Jusuf Kalla di sela-sela Konferensi Asia Afrika (KAA) di Jakarta pekan ini untuk meminta pengampunan bagi terpidana dari Filipina.
"Ini adalah permintaan atas dasar pertimbangan kemanusiaan," ujar Binay kepada reporter, Kamis.
Tapi ketika ditanya apakah hubungan diplomatik antara kedua negara akan retak bila eksekusi tetap berlangsung, ia mengatakan, "Saya meragukan itu."
Presiden Perancis Francois Hollande memperingatkan Indonesia, Rabu, bahwa eksekusi akan merusak hubungan kedua negara, menurut berbagai laporan media.
Pemerintah Australia telah berulang kali meminta pengampunan bagi warga negaranya, Andrew Chan dan Myuran Sukumara, tapi Presiden Joko Widodo tidak bergeming.
Dalam tahun ini, sudah ada enam terpidana kasus narkoba di tanah air yang dihukum mati.