Dalam rapat kerja virtual dengan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Senin (11/5), Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi menjelaskan Kementerian Agama menetapkan 20 Mei sebagai batas terakhir bagi pemerintah untuk menunggu keputusan Arab Saudi soal jadi atau tidaknya penyelenggaraan ibadah haji tahun ini.
Menurutnya, pemerintah masih menunggu kepastian jadi tidaknya ritual rukun Islam kelima itu digelar.
"Kami mengusulkan batas waktu terakhir menunggu kepastian penyelenggaraan haji dari pemerintah Arab saudi adalah pada 20 Mei 2020, sebelum Arab Saudi berlibur musim panas sampai dengan minggu kedua bulan Juni 2020,” ungkap Zainut.
Batas waktu ini ditetapkan sebagai dasar untuk menilai apakah Indonesia siap mengirimkan calon jemaah haji ke Arab Saudi.
Meski belum ada kepastian dari Arab Saudi, pemerintah sudah melakukan beragam persiapan untuk keberangkatan sekitar 211 ribu calon jemaah haji. Untuk akomodasi, Kementerian Agama sudah mendapatkan 156 hotel dengan kapasitas 209.886 orang yang telah mencapai kesepakatan harga. Kapasitas tersebut sudah mencukupi untuk akomodasi seluruh jemaah haji.
Sedangkan untuk akomodasi di Madinah, saat ini baru mencapai 28 hotel dengan kapasitas 26.520 orang. Penyiapan akomodasi di Madinah belum bisa dilanjutkan karena tim dari kementerian Agama belum memperleh jadwal penerbangan untuk ke Madinah.
Untuk konsumsi, tim sudah menyelesaikan proses negosiasi harga terhadap 71 perusahaan katering yang telah lolos verifikasi dokumen dan lapangan. Sampai saat ini perusahaan katering yang telah mencapai kesepakatan harga, ada dua perusahaan di Jeddah, 39 di Makkah, dan 13 di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, serta 17 perusahaan katering di Madinah.
Zainut Tauhid mengatakan semua proses terkait penyediaan layanan bagi akomodasi, konsumsi, dan transportasi calon jemaah haji Indonesia selama di Arab Saudi dihentikan karena pandemi Covid-19. Penandatanganan kontrak dan pembayaran uang muka baru akan dilakukan setelah ada kepastian haji tahun ini jadi diselenggarakan.
Dua Skenario Haji di Tengah Pandemi Corona
Zainut Tauhid mengatakan ada dua skenario terkait haji di tengah pandemi virus corona Covid-19. Skenario pertama, haji dilaksanakan dengan pengurangan kuota menjadi 50 persen untuk memberikan ketersediaan ruang terkait menjaga jarak. Calon jemaah haji yang tidak dapat berangkat, bisa menarik setoran lunasnya dan akan menjadi priotas diberangkatkan pada musim haji tahun depan. Seleksi jemaah yang bisa berangkat dapat berdasarkan nomor urut porsi atau berdasarkan usia dan minimnya risiko terpapar Covid-19.
Skenario kedua jika haji dibatalkan, jemaah yang telah melunasi setoran biaya haji diprioritaskan untuk berangkat tahun depan tanpa perlu menjalani pemeriksaan kesehatan lagi atau setoran dikembalikan kepada jemaah dan tahun depan bisa melunasi lagi menyesuaikan biaya haji ditetapkan saat itu.
Dirjen Urusan Haji Yakin Jika Haji dengan Pembatasan, Indonesia Tidak Akan Dikecualikan
Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar mengatakan sampai sekarang belum ada dana keluar untuk membayar layanan untuk jemaah haji selama berada di Arab Saudi. Dia menambahkan yang perlu dinegosiasikan ulang adalah dengan maskapai Saudi Arabian Airlines.
Nizar meyakini kalau pun haji jadi dilaksanakan dengan pembatasan, tidak mungkin Indonesia dikecualikan. Dia bahkan menyebutkan Kementerian Kesehatan menegaskan pemerintah siap memberangkatkan 221 ribu calon jemaah haji sesuai kuota diberikan Arab Saudi kepada Indonesia.
"Saya sebenarnya meminta kalau memang ini sudah nggak bisa ditangani, ya sudah kita minta batal aja haji. Ternyata Kementerian Kesehatan nggak mau. Karena analisisnya itu di awal Juni (wabah Covid-19 di Indonesia) akan mengalami penurunan,” ujar Nizar.
Nizar menjelaskan Kementerian Kesehatan sudah menyiapkan protokol kesehatan terkait keberangkatan 221 ribu calon jemaah haji Indonesia ke Arab Saudi. Protokol kesehatan itu meliputi perlunya dilakukan tes PCR untuk memastikan 221 ribu calon jemaah haji tidak terinfeksi Covid-19 sebelum berangkat.
Kalau ada calon jemaah haji terjangkit Covid-19 ketika sudah tiba di embarkasi maka perlu diisolasi. Kementerian Kesehatn juga sudah menyiapkan prosedur perawatan jika ada jemaah haji Indonesia terkena Covid-19 ketika berada di Arab Saudi. Kementerian Kesehatan juga telah menetapkan protokol kalau ada jemaah haji Indonesia meninggal karena Covid-19 di Arab Saudi.
Menurut Nizar, Indonesia pada 1946-1948 pernah tidak mengirimkan calon jemaah haji ke Arab Saudi. Kondisinya waktu itu tidak memungkinkan arena sedang ada agresi militer Belanda.
Komisi VIII DPR Minta Kembalikan Setoran Dana Jika Haji Batal
Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto menegaskan kalau ibadah haji dibatalkan, maka Komisi VIII meminta setoran dana haji reguler sudah dilunasi dikembalikan kepada calon jemaah haji.
"Sekali lagi kami tegaskan dalam rapat kerja kali ini, tidak ada satu rupiah pun uang jemaah haji dipakai untuk (menangani) Covid-19 atau kegiatan-kegiatan yang lain. Kami pastikan aman, terkendali," kata Yandri.
Dia menambahkan calon jemaah haji yang sudah menarik setoran dana yang sudah dilunasi akan tetap menjadi prioritas untuk pelaksanaan haji tahun depan. Sedangkan setoran dana haji khusus bisa dikembalikan dengan cara ditransfer ke rekening calon jemaah haji khusus.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menekankan skenario disiapkan pemerintah Indonesia hanya alternatif karena semua bergantung pada keputusan dari Arab Saudi. Dia meminta pemerintah melalui Kementerian Agama menjelaskan kepada masyarakat kalau memang haji tahun dibatalkan.
Penjelasan ini, menurutnya sangat penting untuk menenangkan masyarakat yang gundah menunggu kepastian jadi atau tidaknya ritual rukun Islam kelima tersebut diselenggarakan. Juga untuk menghindari kaum muslim terprovokasi sejumlah pihak.
"Bahwa di dalam sejarah beberapa kali terjadi, pelaksanaan ibadah haji tidak dilaksanakan. Sejarah ini perlu disampaikan ke masyarakat, bahwa bukan kali ini (haji dibatalkan). Saya belum pernah mendengar itu muncul dari Kementerian Agama sehingga masyarakat kita bisa menenangkan batinnya, psikologi keagamaannya."
Marwan sepakat supaya umat Islam di Indonesia terutama calon jemaah haji tidak terus berharap maka pemerintah mesti memutuskan batas waktu kita menunggu keputusan dari pemerintah Arab Saudi sehingga masyarakat tidak bertanya-tanya dan was-was lagi. [fw/em]