Berbicara dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Jakarta, Senin (8/5), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kekhawatiran akan dampak ketidakpastian ekonomi global pada kinerja ekonomi Indonesia itu terutama didasari oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi global tahun ini yang hanya berkisar 2,8 persen.
Ketidakpastian yang menyelimuti sebagian negara maju juga menjadi salah satu faktor.
Ia mencontohkan Amerika Serikat sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia yang sedang dihadapkan pada inflasi yang tinggi, dan permasalahan perbankan sebagai dampak dari kebijakan tingginya suku bunga acuan. Selain itu di kawasan Eropa, perang Rusia dan Ukraina masih cukup berdampak buruk terhadap kinerja perekonomiannya, dan perekonomian China saat ini yang dilanda permasalahan geopolitik.
“Ini yang kemudian harus kita lihat sebagai environment yang harus kita waspadai bagi KSSK. Potensi rambatannya tadi pertama, ke dalam kinerja perekonomian kita, karena ekspor, impor, harga komoditas, capital flow, itu semuanya akan sangat dipengaruhi oleh suasana global. Kemudian rambatan kepada stabilitas sistem keuangan menjadi topik yang memang menjadi kerja atau tugas dan tanggung jawab KSSK. Maka, kami akan melihat kepada seluruh aspek stabilitas sistem keuangan,” ungkap Sri.
Kinerja Ekonomi Indonesia Cukup Positif
Sejauh ini kinerja perekonomian yang diraih Indonesia cukup positif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan-I tahun 2023 tumbuh sebesar 5,03 persen secara tahun-ke-tahun.
Angka tersebut, ujar Sri, sangat baik di saat beberapa negara justru mengalami perlambatan ekonomi dan inflasi tinggi yang belum mereda. Ia menuturkan, kuatnya perekonomian tanah air, sejauh ini karena ditopang oleh pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi, membaiknya konsumsi swasta dan pemerintah, serta meningkatya investasi nonbangunan.
Oleh karena itu meskipun situasi global masih diliputi ketidakpastian, pemerintah cukup optimis ekonomi nasional akan tumbuh di atas lima persen.
“Ke depan pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap kuat. Prakiraan ini didukung oleh konsumsi swasta yang diperkirakan akan makin baik seiring dengan meningkatnya mobilitas, membaiknya keyakinan konsumen, dan juga menguatnya daya beli, sebagai dampak dari penurunan inflasi yang terjadi di Indonesia. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan Indonesia untuk tahun 2023 ini diperkirakan akan bias ke atas dalam kisaran 4,5-5,3 persen,” jelasnya.
Pengamat: Kinerja Ekonomi Positif, Tapi Mulai Melambat
Ekonom CELIOS Bhima Yudhistira menilai meskipun kinerja ekonomi pada triwulan-I tahun ini positif, namun tidak bisa dipungkiri bahwa mulai terjadi perlambatan. Ia menjelaskan, hal tersebut terlihat dari kinerja ekspor yang mulai menunjukkan adanya perlambatan, dan pertumbuhan investasi langsung yang hanya tumbuh di bawah empat persen.
Selain itu, berbagai mitra dagang utama Indonesia, seperti China, sedang mengalami kelesuan ekonomi sehingga harapan agar negara tersebut dapat mengimpor banyak bahan baku dari Indonesia ternyata tidak cukup signifikan.
Sedangkan dari sisi domestik, sektor konsumsi rumah tangga yang selama ini diandalkan guna mendongkrak perekonomian tanah air, tumbuh rendah di kisaran 5 persen. Kalangan menengah atas, ujar Bhima, masih cukup khawatir terkait situasi global sehingga tidak banyak membelanjakan uang mereka. Sementara itu, masih ada tiga juta pekerja yang berasal dari kalangan menengah bawah yang masih terdampak pandemi, dan angka pengangguran yang masih bertengger di level delapan juta orang.
“Jadi ini ada gejala apa? Ini menunjukkan bahwa ke depan ini situasi masih tidak menentu, dan sisi positif perbaikan ekonomi itu sekarang hanya dari WHO cabut status darurat COVID tetapi faktor lainnya, tekanan ekonomi ke bawahnya justru semakin meningkat, dan kita perlu waspada,” ungkap Bhima.
Maka dari itu, menurutnya pemerintah harus menyiapkan jaring pengaman untuk bersiap diri apabila ada tekanan baik dari eksternal maupun internal. Ia melihat, pemerintah saat ini cenderung lambat dalam merespon berbagai kejadian yang bisa berdampak signifikan terhadap perekonomian tanah air. Menurutnya banyak kebijakan yang bagus, akan tetapi tidak diimplementasikan oleh pemerintah.
“Devisa hasil ekspor harus direvisi aturannya, sudah ditunggu-tunggu tetapi belum juga ada wajib devisa disimpan di dalam negeri, itu bisa bantu likuiditas di dalam negeri lebih baik. Kedua, perlindungan sosial bagaimana? Mulai dari bantuan subsidi upah kenapa tidak dilanjutkan? Atau bagaimana membuat skema bantuan yang baru sehingga masyarakat yang terdampak pandemi dengan tekanan ekonomi seperti inflasi bisa ada daya beli yang terjaga,” jelasnya.
“Harus ada paket kebijakan diluncurkan, dan bukan dengan UU Cipta Kerja, beda masalahnya. Ini yang ditunggu harus ada paket kebijakan sepanjang 2023,” pungkas Bhima. [gi/em]
Forum