Sebagai Calon Legislatif, Leri Gwijangge tentu saja harus berkampanye di daerah pemilihannya sesuai jadwal yang ditetapkan KPU. Namun, Kabupaten Nduga, Papua, dimana di bertarung melalui Partai Perindo, tidak seaman wilayah lain di Indonesia. Sepanjang kampanye, Leri hanya fokus menyapa pemilih di ibukota Kabupaten itu, Kenyam.
“Kampanye secara umum kalau di ibukota kabupaten ada. Tetapi kampanye ke distrik dan wilayah lain tidak, karena situasi dan kondisi masyarakat yang masih mengungsi. Ke mana-mana masyarakat belum kembali sampai hari ini di 8 distrik, sehingga mau dilakukan kampanye juga, rakyatnya masih mengungsi ke daerah lain,” papar Leri.
Sepanjang bertemu pemilih, kata Leri, isu keamanan menjadi aspirasi utama di Nduga. Mereka ingin pasukan TNI ditarik dari kawasan itu, sehingga potensi kekerasan dengan kelompok bersenjata bisa ditekan. “Intinya aspirasi masyarakat secara umum di Nduga, minta pemerintah melakukan penarikan pasukan, baik non-organik maupun organik, karena trauma rakyat sampai hari ini masih ada. Mereka tidak bisa kembali ke tempat tinggal, kalau TNI ditarik, masyarakat akan kembali,” tambahnya.
Kepada VOA, Leri mengaku belum mendengar ada aksi kekerasan sepanjang pelaksaan pemilu tahun ini. Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel (Inf) Muhammad Aidi juga menilai, pelaksanaan Pemilu 2019 di Papua, termasuk Nduga, aman dan lancar. Penegasan serupa disampaikan Kepala Kepolisian Resor Jayawijaya AKBP Tony Ananda kepada media di Wamena. Wilayah Nduga berada di bawah pengamanan Polres Jayawijaya.
Menggunakan Sistem Noken
Ketua KPU Kabupaten Nduga, Okcha Nirigi kepada VOA mengatakan, situasi aman membuat Pemilu di 32 distrik (kecamatan) berjalan lancar. Dari jumlah itu, sebanyak 31 distrik menggunakan sistem noken. Hanya di ibukota kabupaten saja, KPU membuka TPS umum seperti di daerah lain. Sistem noken adalah pemilihan dimana sejumlah pemilih menyepakati pemberian suara sesuai kesepakatan bersama. Noken, tas asli masyarakat Papua, diletakkan di lokasi pemberian suara.
Menurut Nirigi, KPU Nduga juga melakukan penyesuaian di delapan distrik yang rawan. Di distrik-distrik ini, masyarakat masih mengungsi, karena itu lokasi pemilihan disesuaikan dengan titik pengungsian. “Kami melihat dimana ada titik masyarakat pengungsi yang banyak, maka kami menurunkan logistik Pemilu disitu. Wilayah yang dipilih ini adalah yang paling dekat dengan ibukota kabupaten, karena lebih aman,” ujar Nirigi.
Sesuai kesepakatan, KPU Nduga memusatkan pencoblosan bagi pemilih dari distrik Mapenduma, Kegayem dan Inikgal di distrik Krepkuri. Sementara pemilih dari distrik Yigi, Nirkuri, Mugi, Mam, dan Yal, dijadikan satu di distrik Embetpem.
Tidak setiap pemilih memberikan suaranya. Dalam sistem ini, warga dari setiap desa telah berkumpul sebelum hari pencoblosan untuk bermusyawarah. Hasil musyawarah itu adalah kesepakatan kepada siapa suara mereka akan diberikan.
“Memang sistem ini diakui, khusus untuk di Papua. Kotak suara diganti dengan sistem noken. Masyarakat bersama tokoh yang ada di setiap distrik itu, mereka sebelum mencoblos sudah musyawarah bersama, jadi mereka sudah tahu mau kasih suara ke siapa,” kata Nirigi.
Kabupaten Nduga memiliki 94.216 pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap yang dikeluarkan KPU. Setelah proses pencoblosan berjalan aman dan lancar, KPU Nduga akan mulai melakukan penjemputan logistik ke distrik-distrik pada 19-26 April. Dua hari setelah itu, pada 28-29 April, KPU Nduga akan melakukan pleno tingkat kabupaten, dan berlanjut ke tingkat provinsi pada 2-3 Mei. Nirigi berharap koordinasi dengan aparat keamanan yang terus dilakukan menjadikan Pemilu 2019 ini lancar tanpa gangguan.
Suara Dititipkan Kepala Desa
Keputusan untuk menerapkan berbagai penyesuaian dalam Pemilu di Kabupaten Nduga, diterima oleh seluruh pihak. Kepala Distrik Nirkuri, Yosekat K. Kamarigi kepada VOA mengatakan, alasan keamanan menjadi pertimbangan utama.
“Ini semua distrik di Nduga menerima keputusan itu termasuk salah satunya Nirkuri. Itu sudah dianggap mewakilkan dan mereka sudah melaksanakan kemarin, dengan sistem sistem noken,” kata Yosekat.
Secara teknis, kata Yosekat, kampung-kampung telah bermusyawarah sebelum Pemilu diselenggarakan. Warga kemudian menitipkan suara dan mengirimkannya melalui kepala desa, Badan Perwakilan Desa dengan koordinasi dari Panitia Pengawasan (Panwas).
“Masyarakat tidak ikut mencoblos karena masih di hutan. Mereka ada yang mengungsi di Kabupaten Lanny Jaya, ada juga yang di Wamena, bahkan ada yang di Timika, hanya sebagian saja yang ada di Kenyam,” kata Yosekat.
Secara umum, kondisi pengungsi tidak sepenuhnya baik. Namun, kata Yosekat, pemerintah daerah terus memberikan bantuan makanan kepada mereka, meski tidak bisa menjangkau semua. Staf yang dikirim Yosekat untuk menemui para pengungsi di tengah hutan melaporkan, banyak pengungsi mengkonsumsi bahan makanan seadanya di hutan karena tidak tersentuh bantuan.
Pemilu 2019 ini memang berbeda kondisinya di Nduga sebagai dampak dari konflik bersenjata sejak awal Desember 2018 lalu. Tidak ada kampanye, kata Yosekat, karena hanya Kenyam yang dipastikan aman. Mayoritas aspirasi pemilih terkait dengan kondisi keamanan kawasan itu, kini bertumpu pada wakil rakyat yang namanya tersimpan di dalam noken. [ns/ab]